[29.Night]

21 4 0
                                    

***

Vella melangkahkan kaki-nya menuju tangga rumahnya. Terang benderang lampu menghiasi ruangan keluarga dirumah yang bisa dikatakan lumayan mewah itu. Baru anak tangga pertama yang ia pijak, suara seorang pria yang lumayan berumur tua, namun masih memiliki keaktifan umur muda dalam profesi-nya.

"Nona muda, teman-teman anda sudah datang."

"Suruh mereka ke kamarku."

.

Ceklik

"Vel"

Vella yang sedang memainkan piano kesayangannya memberhentikan kegiatannya. Kalau dijelaskan, kamar Vella memiliki ukuran yang sangat luas. Didominasi warna baby blue dan putih. Tempat tidur yang berukuran khusus untuk satu orang, namun sedikit lebih luas dengan sprei garis-garis. Meja belajar dengan warna biru, rak tempat ia mengoleksi novel dan komik, sofa berwarna silver berada didekat rak tersebut, dan juga piano dekat pintu masuk balkon.

Kamarnya bisa diibaratkan dengan kamar tuan putri di istana.

"Muka lo ngapa kusut, man?" tanya Vella.

Amanda tak menjawab, dan Lala mewakiliki penjelasan tersebut.
"Dia gagal lagi dengan rencana-nya." ujar Lala.

Vella menghembuskan nafasnya pelan dan ikut duduk di sofa bersama teman-temannya itu.

"Coba ya man, sekali aja lo gak buat rencana tambahan dari rencana utama kita. Plis, ilangin dikit ke-egoissan lo itu untuk memiliki semuanya. Karena itu cuma bakalan bikin masalahnya jadi rumit."

Amanda memutar bola mata-nya malas soal pendapat Vella. Pikirannya dan Vella selalu tak sama, namun nyatanya keduanya punya tujuan yang sama.

"Vel, untuk tujuan utama, kita butuh kak Rayhan sama Satria, ini gak lewat dari tujuan kita." jelas Amanda.

"Tapi gak kek gini juga, kita harus dengan persiapan yang cukup matang. Bukan asal asalan nyewa orang."

"Lo tau darimana?" heran Amanda.

"Orang yang lo sewa itu bawahan paman gue, lo bisa aja dituntut hukum, man. Mikir dikit lah."

Lala yang diam akhirnya berbicara,
"Btw, akhir-akhir ini Satria jarang komunikasi sama gue."

Vella menjitak keningnya, ia lupa mengatakan hal ini kepada Lala.
"La, sumpah gue lupa ngomong. Satria itu harus lo temui tiap hari dan harus lo liatin kondisinya, dia gak boleh jauh dari jangkauan kita." jelas Vella.

"Tapi masalahnya, gue gak tau apa apa soal dia."

Vella mendecak sebal,
"Sudah gue duga, seharusnya gue gak nurutin kata Amanda buat njaga tuh anak ke lo. Gue salah."

"Ngapain lo nyalahin gue terus sih?! Seolah olah gue tuh selalu salah! Lo pikir lo nganggep gue apa?!" gertak Amanda tak terima.

"Ego loh tuh seharusnya dijaga! Labil amat jadi cewek! Lo kan yang ngerencanain untuk ngunci Andina dikamar mandi, trus nyulik Marshel?! Dan lo nambah bikin masalah jadi rumit sekarang! Asal lo tau, gegara lo ngunci Andina dikamar mandi, dia lebih deket sama Satria! Gegara lo nyulik Marshel, dia dapetin perhatian kak Rayhan sampe sampe kak Rayhan turun tangan soal penuntutan orang yang hampir ngebunuh Marshel, dan itu orang yang lo sewa!"

Amanda terbungkam.

"Gegara ego lo, semuanya jadi tambah rumit! Lo aja yang gak tau kejadian sesudah perbuatan lo itu, ini namanya setengah dari rencana kita belom ada yang selesai!"

Nafas Vella memburu, dan tangannya terkepal kuat. Sorot mata amarahnya tak lepas dari Amanda.

"Sekali aja, lo berguna buat gue!"
"Kalo sampe nama paman gue tercoret, lo orang pertama yang mesti gue bunuh."







Eight✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang