Kedatangan Shani dan Gracia di rumah sakit bersamaan dengan kedatangan Veleri yang juga baru tiba dari bandara. Kedua orang tua mereka masih berada didalam ruang ICU.
Jika kondisi keduanya sudah mulai membaik setelah melewati masa kritisnya maka dengan segera dapat dipindahkan ke ruang rawat yang masih berada pada sebuah ruangan pada lantai ini.
Ruang VVIP di lantai ini memang dikhususkan untuk pemilik rumah sakit tersebut. Tak berbeda jauh dengan keadaan dirumah mereka, terdapat banyak manusia bertampang datar dari yang berjas rapi sampai berpakaian preman berdiri di sekitar lorong lantai khusus tempat pemilik rumah sakit itu di rawat.
Di lantai ini hanya orang-orang khusus yang bisa memasukinya, terdapat pemeriksaan ketat untuk setiap suster maupun dokter yang memasuki wilayah khusus pemilik rumah sakit tersebut.
Dokter mengizinkan dua orang untuk melihat secara langsung kondisi orang tua mereka secara bergantian. Saat sang dokter sudah meninggalkan mereka, keempat anak itu saling tatap. Melewati mata sepertinya pertanyaan 'siapa yang akan masuk?' Itu sudah tersampaikan.
Shani yang juga mengetahui maksud tatapan ketiganya hanya menggeleng. Ia memilih beranjak menuju kursi tunggu melepaskan genggaman tangannya yang sedari tadi bertautan dengan sang adik.
Ia bukan anak durhaka yang tak ingin melihat langsung keadaan orang tuanya. Tapi ia cukup tau diri, jika disaat sadar saja kehadirannya tak diharapkan apalagi disaat seperti ini. Bukan kehadiran dan dukungan dirinya pasti yang diharapkan kedua orang tuanya. Tapi kakak kembar dan adiknya lah yang pasti diinginkan.
Dia bukan anak yang membanggakan yang bisa mengurangi beban untuk kedua orang tuanya pada kondisi seperti ini. Ia hanya seorang anak yang punya kehidupan sedikit liar yang tak sesuai dengan jalan yang diinginkan papanya. Apalagi untuk mama tirinya Shani tahu kehadiran Gracialah yang secara batin bisa menguatkan wanita itu.
Nathan memyusul untuk duduk disamping Shani. Veleri dan Gracialah yang akhirnya melihat secara langsung keadaan orang tua mereka.
"Papa sama mama pasti baik-baik aja. Papa orang yang kuat, papa pasti bisa ngelewatin semua ini. Dan mama juga pasti akan kuat karena selalu ada orang disekitarnya yang menguatkannya" dengan pandangan lurus ke udara kosong di depannya Nathan berbicara.
Kalimat penguat itu ia ucapkan begitu saja, ntah untuk menenangkan sang adik atau untuk menenangkan dirinya sendiri yang memang sedang kalut.
Nathan sering bersikap konyol, jarang serius dan suka bercanda. Bukannya dia tak bisa serius tapi itu memang sudah pembawaan dirinya dari dulu. Sifatnya sangat berbeda dengan kembarannya yang cenderung serius dan pemikir, tapi dibalik itu semua ia memanglah pribadi yang santun dan juga ramah.
Selama ini memang ia seperti tak berusaha mencoba untuk mendekati sang adik, tapi nyatanya ia memang tak mencoba. Bukan ia tak mau mencoba memperbaiki hubungan persaudaraan diantara mereka, hanya saja mungkin memang pembawaan cowok pada umumnya seperti itu.
Pribadi yang lumayan cuek untuk hal-hal yang berbau perasaan. Menurutnya Shani sudah cukup dewasa untuk menentukkan sikap, jika memang hubungan seperti ini lebih baik menurut sang adik ia akan melakoni sesuai apa adanya.
Sedari dulu ia sudah mencoba untuk menjadi sosok kakak laki-laki seperti yang seharusnya bagi kedua adiknya, hanya saja ia memang tak cukup berani untuk menolak sikap sang papa yang bersikap lebih tegas kepada adiknya yang satu ini.
Nathan bersandar pada sandaran kursi, pandanganya masih menatap kosong kedepan. Jika boleh jujur ia seperti pengecut disini apalagi melihat raut wajah Shani yang jauh dari kata baik itu. Ia tak ada keberanian untuk sekedar merangkul atau bahkan memeluk sang adik untuk memberikan ketenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]
FanfictionSebuah persaudaraan tak sedarah namun melekat