Maul tersenyum, tak memberikan jawaban apapun. "Silahkan tanda tangani, setelah itu aku akan pergi!" Ucapnya serius.
Vivi menggeleng frustasi. Teka-teki dalam kepalanya akhirnya terjawab. Bukan hanya sekedar terjawab tapi fakta nyata yang tak pernah ia duga.
Deva mengambil lembaran-lembaran di atas meja. Dengan tatapan tak berpaling menghadap Maul, tangannya bergerak merobek kertas itu menjadi dua. Deva sadar ditanda tangani atau tidak nasibnya akan sama saja. Jika mengingat apa yang telah terjadi, tidak mungkin mereka dibebaskan setelah proses tanda tangan itu.
Apalagi jika mengingat bagaimana perjuangan Shani hingga saat ini. Deva tak akan sudi menandatangani kertas-kertas itu.
Deva memang ingat surat kuasa dari mendiang istrinya. Aset-aset itu tak boleh untuk dijual melainkan hanya boleh diwariskan kepada anak-anaknya. Jika ingin proses balik nama dengan nama orang lain, selain anggota keluarganya, disitu memang tertulis harus berdasarkan kesepakatan bersama.
Kesepakatan hitam di atas putih, yang harus bertanda tangan mereka semua. Dan Deva tak akan membiarkan hal itu terjadi. Apalagi saat tak ada jaminan bahwa mereka akan baik-baiks aja.
[Brakkk]
Suara gebrakan meja mengagetkan semua orang. Maul berdiri dari duduknya dengan wajah tanpa ekspresi. Kemarahan tergambar jelas dari ekspresinya.
"Anda menolak kebaikan saya?" Tanyanya geram.
"Maul, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Kamu ingin punya perusahaan akan saya berikan tapi tidak untuk hak anak-anak saya. Saya bisa berikan kamu modal untuk usaha dan akan saya bantu untuk mengembangkannya," Deva berusaha terlihat tenang.
Maul melangkah cepat, menarik kerah Deva kemudian melayangkan sebuah pukulan yang membuat laki-laki setengah baya itu tersungkur. Bahkan dari ujung bibir Deva darah segar mengalir.
"Kamu membuat kesabaran saya habis!" Sentak Maul
Nathan melompat mendekat. Mendorong Maul untuk menjauhi tubuh papanya. Shani berdiri dengan tergesa, menendang meja hingga bergeser mengenai Maul.
Tenaganya memang terkuras, sakit di tubuhnya sudah seperti mati rasa. Tapi demi melindungi orang-orang terdekatnya Shani tak akan menyerah.
Nathan membantu Deva untuk berdiri. Sedangkan Shani melangkah maju. Tak ingin Maul kembali melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat melukai papanya.
Gracia mendekati mamanya, kemudian memeluk. Wanita yang ia panggil mama itu menangis berlinang air mata. Gracia tahu betapa terpukulnya sang mama. Kenyataan ini bukanlah hal yang biasa. Maul sebelumnya adalah orang terdekat mereka.
Gracia sadar mamanya bisa saja kembali ke masa-masa suramnya. Mengurung diri. Tak tersentuh dan akan kembali seperti mayat yang tak punya semangat hidup. Dan Gracia tak menginginkan itu.
Mamanya tak boleh berada dalam situasi yang bisa membuatnya tertekan. Dan situasi ini jelas dapat membahayakan psikologis sang mama. Gracia berusaha membisikan kata-kata penyemangat, tak ingin mamanya larut je dalam dunia kelamnya.
Mario hanya bisa duduk diam. Tubuhnya sudah tak bisa ia gerakan. Luka tembak di kakinya membuatnya lemah. Meski tak lagi mengeluarkan darah tapi tenaganya sudah benar-benar terkuras.
Ia tak lagi bisa membantu, hanya bisa berharap Shani dapat bertahan. Shani tak boleh menyerah.
"Bocah kecil mau jadi pahlawan?" Ejek Maul menatap Shani.
"Lihatlah teman sok jago kamu sudah tak berdaya! Apa kamu berniat menyusulnya?"
Shani bergeming, berkedip pun tidak. Di balik wajah kerasnya gadis itu memutar otak bagaimana membawa keluarganya selamat dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]
FanfictionSebuah persaudaraan tak sedarah namun melekat