Gracia menatap kosong ranjang rawat Shani. Ia memang sudah sadar tadi pagi. Sulit untuk menjelaskan bagaimana keadaannya. Jika dibilang baik, ia tak sebaik itu. Tapi jika dibilang buruk, keadaan sudah lumayan baik.
Gracia masih berbaring diranjang rawatnya. Hanya kepalanya saja yang menoleh. Walaupun Gracia sudah sadar, ia masih tak izinkan untuk melakukan banyak gerak. Tersiksa? Jangan ditanyakan lagi. Diam Bagi Gracia adalah musibah.
Berdasarkan informasi dari kakak cantiknya Ve, papanya sudah sadar sejak dua hari yang lalu. Setelah menyelesaikan serangkaian cek sana cek sini, meski sebenarnya belum diizinkan pulang tapi sang papa tetap ngotot.
Sebenarnya bukan pulang, melainkan menyusul sang mama yang menyelesaikan proses perawatan kejiwaannya. Gracia bersyukur mamanya dirawat oleh dokter putri. Dokter yang dulu juga sempat merawatnya.
Gracia mengatur ranjangnya menjadi posisi duduk. Sebenarnya sudah gatal, kaki dan tangannya bahkan badannya jika hanya berdiam seperti ini.
Meski terasa remuk redam Gracia tak tahan jika hanya terus diam. Ia ingin menghampiri ranjang rawat Shani. Merecoki cici galaknya agar lekas sadar.
Rasa kepo itu akhirnya memuncak. Sudah tak tahan hanya berdiam memandangi Shani. Dengan pelan Gracia menggerakkan kakinya membawa turun dari ranjang.
Kenapa Gre baru sadar ya, kalau badan Gre itu berat Keluhnya cemberut.
Gracia mengambil kantong impusnya kemudian berjalan menuju ranjang disebelahnya.
Gila kenapa terasa jauh banget jaraknya... Sabar Gre sabar! Orang cantik harus sabar.
Setelah meletakkan kantong impusnya disebelah kantong impus Shani, Gracia menarik kursi kemudian duduk. Tangannya memainkan jari-jari Shani, jari-jari yang terasa kurus dan berwarna pucat.
"Ci... gak bosen ya tidur mulu? Gre aja bosen ci. Badan gatal-gatal nempel kasur terus. Nanti kalau kelamaan baring kapalan lo ci... Masa cici mau kapalan?"
Keluh kesah Gracia tak berbalas. Shani masih lelap dalam pejaman matanya. Hanya suara detektor jantung yang menunjukkan bahwa Shani masih hidup.
Kulitnya yang putih semakin putih, tidak terlihat guratan-guratan merah muda menghiasi lapisan kulit arinya. Semua terlihat putih bersih dan pucat.
Gracia menggenggam tangan pucat itu, sentuhan dingin menempel di tangannya. Tak ada tanda-tangan kehangatan layaknya manusia hidup. Dingin.
Gracia termenung, menatap wajah dengan hiasan lesung pipit yang diam tak bergerak itu. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa waktu yang lalu. Kejadian yang membuat dia dan cicinya berada di sini, pada kondisi yang mengenaskan.
Ego dan pikirannya ingin membenci, tapi hati kecilnya seakan tak rela. Ingin rasanya menghampiri laki-laki itu, meneriaki bahkan memaki tapi ia tak bisa. Laki-laki itu pernah berjasa dalam hidupnya. Laki-laki itu pernah menjadi malaikat penolong mamanya.
Tapi jika harus memaafkan Gracia sepertinya tidak sanggup. Dia memang pernah baik tapi sekarang dia jahat. Dia memang pernah berjasa tapi dia pernah melakukan kesalahan fatal.
Gracia menarik napas dalam, setiap mengingat kejadian-kejadian itu kepalanya selalu berdenyut dan Gracia tak sanggup menahan rasa sakitnya.
Banyak hal yang ingin ia tanyakan, sayangnya tempat ia bertanya masih tak sadarkan diri. Shani! Gadis itu sepertinya mengetahui segalanya. Gracia merasa ada potongan-potongan kejadian yang hilang dari ingatannya, tapi ia tak itu apa dan karena apa.
Semua masih belum jelas baginya. Beberapa hal pun hanya samar-samar ia tahu. Ada apa? Mengapa? Dan harus bagaimana?
Semua masih dalam bentuk pertanyaan tanpa jawaban
KAMU SEDANG MEMBACA
|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]
FanfictionSebuah persaudaraan tak sedarah namun melekat