"Jadi begitu cara kamu, sudah tak menganggap saya sebagai orang tua kamu lagi?"
Seperti yang sudah Shani duga, kejadian di Sekolah tadi tidak akan terlewatkan begitu saja. Saat ia akan melewati ruang santai rumahnya langkahnya terhenti karena ucapan sang papa.
"Bahkan etika dan sopan santun kamu sudah tidak ada! Bukan hanya itu prestasi kamu bahkan juga dikalahkan oleh adik kamu sendiri!!!"
Shani merasa seakan-akan ada yang menusuk-nusuk jantungnya sehingga ia merasakan perih di bagian dada, ada yang mencengkram kuat paru-parunya sehingga ia sulit bernapas ia berusaha mengumpulkan energinya untuk tidak luruh ke lantai.
Shani selalu disalahkan, bukanlah yang pertama,
Shani di nomor sekian khan, juga bukan hal baru,
Shani tak dianggap keberadaannya, sudah hal yang biasa,
Mendapatkan kemarahan dan tamparan, sudah pernah ia rasakan,
Selalu dibandingkan dengan kedua saudaranya, sudah sejak kecil,
Sekarang ia dibandingkan dengan anak tiri papanya Shani mencoba terima,
Tapi,
Apakah Shani tidak salah dengar ketika papanya menyebutkan dirinya sendiri dengan kata "SAYA"
Apakah ia masih bisa bertahan ketika seorang ayah yang biasanya selalu memanggil dirinya sebagai papa sudah tak lagi menyematkan kata itu saat berbicara dengannya?
Apakah cukup sampai disini ia bisa mengemban kata anak bagi papanya?
Shani hanya gadis biasa, masih berada pada tahap remaja, ia hanya ingin seperti anak pada umumnya. Diakui oleh orang tuanya atau lebih tepatnya diakui sang papa atas keberadaannya.
Shani terdiam, rasanya ada yang bergetar di dalam dirinya, bulu kuduk seluruh tubuhnya meremang, Shani merinding dengan tiba-tiba. Kalau memang itu yang diinginkan sang papa Shani bisa apa. Jika memang harus tak lagi dianggap sebagai anak seorang Deva Arta Nalvian Shani akan mencoba menerimanya.
Sekuat tenaga dan hati ia mencoba menerima perlakuan papa nya selama ini karena Shani lah penyebab papanya seperti itu. Shani lah penyebab lemahnya tubuh sang mama hingga meninggal.
Tapi ketika hubungan darah itu diakhiri oleh seseorang yang masih bernapas yang berarti masih hidup dan masih sangat Shani Sayangi, hatinya bergetar menunjukkan kelemahannya.
Shani mengakui hubungan dan interaksi di keluarga ini sudah hambar bagi dirinya, tapi bukan ini yang Shani harapkan. Selama ini dirinya masih mencoba mencari bukti agar ia tak membenci sikap sang papa selama ini.
Keluarga baru sang papa, walaupun pada awalnya ia keberatan tapi ia mencoba mengerti, melalui sang adik ia berusaha menerima. Tapi, luka 4 tahun itu tak bisa secepat itu sembuh, bekas itu masih ada. Ia masih perlu waktu untuk menerima semua.
Semua kenyataan yang belum lama ini ia ketahui. Termasuk menerima sang mama tiri yang sudah 4 tahun menikah tapi baru ia ketahui beberapa bulan belakangan.
Shani menunduk, menggigit bibir dalamnya kuat-kuat menahan agar tidak ada isak tangis yang keluar dari mulutnya.
"Sekarang semua terserah kamu!"
Setelah berkata demikian Deva melangkah pergi. Vivi yang melihat itu hanya bisa diam, ingin sebenarnya ia merengkuh tubuh Shani kedalam pelukannya tapi ia masih takut jika harus menerima penolakan seperti sebelumnya.
Sebenarnya ia juga kecewa dengan sikap Shani, selama ini ia sudah berusaha selalu mendekatkan diri dengan anak bungsu sang suami tapi Shani selalu menolak seakan-akan Shani membangun dinding pembatas yang kokoh. Vivi tau ia hanya orang baru, tapi ia juga wanita tua pada umumnya. Semakin bertambahnya umur seorang Ibu maka bertambah pula kesensitifan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]
Fiksi PenggemarSebuah persaudaraan tak sedarah namun melekat