|37|| Ujian Berat

1.2K 87 43
                                    

 Mario membawa Shani keeper temannya. Selain Shani, tiga orang anggota geng mereka juga memiliki apartemen yaitu Mario, Naoki dan Oktav. Malam ini Mario memang sedang berurusan di luar hingga larut.

Seperti reka adegan sinetron pada umumnya Mario melihat Shani jalan dengan langkah terseok-seok hidup segan mati enggan ditengah derasnya guyuran hujan. Setelah memberhentikan mobil dan memastikan jika itu memang benar sahabat seperjuangan sekaligus penderitaannya akhirnya Mario menghampiri Shani.

Lewat perdebatan yang tak singkat sekaligus basah-basahan di jam 2 dini hari akhirnya Mario berhasil membawa Shani ikut dengannya. Sahabat mana yang tega melihat sahabatnya sudah seperti mayat yang sedang berjalan tanpa nyawa seperti itu. Tentu saja Mario tak tega. Jika pun ada hanya sahabat lucknut yang tega.

"Shan lo terlalu sempurna dan gak pantes untuk mendapat pendirataan yang kaya gini, lo pantes bahagia Shan bahkan lebih dari itu" Mario bergumam sendiri. Hatinya teriris menjadi saksi penderitaan sahabatnya satu ini.

Meskipun Mario tidak seperti Naoki yang sudah mengenal Shani sedari orok tapi Mario juga sangat tau bagaimana kehidupan seorang Shani yang jauh dari kata bahagia jika berhubungan dengan kehidupan dalam lingkup keluarga.

"Lo tau Shan, di apartemen gue ini cuma ada kita berdua gue gak punya pembantu disini dan GIMANA CARANYA GUE GANTIIN BAJU LO... AARRGHH" teriakan teredam, dahinya berkerut memikirkan cara terbaik untuk menolong sahabat cantiknya satu ini.


===

Shani beberapa kali menggosok hidungnya saat keluar dari kamar mandi. Pasalnya indera penciumannya mengendus bau tak sedap yang cukup menyengat. Selang beberapa detik ia segera berlari ke sumber aroma aneh saat menyadari aroma itu berasal dari salah satu ruangan di apartemennya.

Dengan kesadaran ekstra setelah mandi yang cukup menyegarkan, semangat Shani hari ini luntur seketika. Dapur rapinya, dapur indahnya, berubah menjadi ruangan layaknya gudang kosong berpenghuni kuntilanak. Hidangan nasi goreng gosong berhias telur mata ayam tak terbentuk berada di atas meja makannya.

Potongan sayuran hijau berserakan di sekitar lantai, meja dan kompor. Pecahan telur lebih dari satu menghiasi lantai di dekat kulkas. Panci gosong yang masih berada di atas kompos melengkapi hiasan dapurnya pagi ini.

Yang terakhir adalah gadis dengan baju tidur ungu bergambar singa sedang berdiri disamping dispenser menghadapnya dengan kedua telapak tangan menutupi wajahnya.

Shani mendengus saat melihat Gracia mengintip dari sela-sela jarinya tanpa mau mengatakan apa-apa.

"Lo mau ngancurin apartemen gue?" Tanya Shani galak karena sedari tadi Gracia hanya diam saja

"Gak cii,Gre gak ada niat buat ngancurin apartemen Cici. Gre itu lagi buatin Cici sarapan.."

Dengan cemberut Gracia menghentak-hentakkan kakinya saat mendengar tuduhan Shani. Betaga tega Shani mengatakan bahwa ia menghancurkan dapur, padahal ia sudah bangun dengan bersusah payah membuka matanya dan menyiapkan semua ini hanya untuk Shani.

Jika lihat memang hasil dari jerih payahnya sangat jauh dari kata sukses, tapikan jika dilihat dari usahanya ini sudah termasuk kemajuan yang pesat. Apalagi ketika tak ada ledakan dari hasil kerja kerasnya didapur.

Melihat Shani yang masih menatapnya tajam dengan berkacak pinggang membuat nyali Gracia ciut. "Cici jangan marah..." ucapnya pelan dan mulai meneteskan air matanya.

"Gre cuma mau bikinin Cici sarapan, tapi ternyata bikin sarapan itu susah. Gre gak sadar kalau jadinya berantakan kaya gini... Cici... maaf..." tambahnya lagi dengan sesegukan.

Shani mendengus membuang pandangannya, apapun yang sudah dilakukan oleh gadis ini terhadap dirinya tetap saja tak merubah pandangan Shani. Kepolosan Gracia, tetaplah menjadi penghibur tersendiri bagi dirinya. Ia sudah terlanjur menyayangi gadis ini layaknya saudara kandung.

"Yeeyyyy Cici gak marahkan!" Gracia berlari ke arah Shani saat melihat sang kakak sudah tidak memelototinya. Dengan semangat yang menggebu-gebu Gracia menarik tangan Shani untuk segera duduk menCicipi masakan pertamanya seumur hidup.

"Ayoookk cii dicicip. Tenang aja ini gak Gre kasih racun kok. Gre mana tega ngeracunin Cici. Ini pasti enak..."

Shani menatap piring dihadapannya dengan penuh arti segini pendekknya kah umur gue?

Mati minum kopi sianida sih keren lah ini mati karena nasi goreng gosong! gak elit banget kematian gue...

Shani menjauhkan piring dihadapannya. Ia benar-benar belum ingin mati muda apalagi dikarenakan masakan aneh di hadapannya.

Gracia menahan tangan Shani saat gadis itu akan beranjak "Ap... heeppff.." satu suap penuh sendok makan nasi goreng masuk dengan sempurna ke mulut Shani dengan paksa akibat suapan Gracia.

Secepat kilat pula Shani menyemburkan nasi yang ada didalam mulutnya. "Lo gila!!! mau bunuh gue lagi!! Apa ini yang lo bilang makanan!!" bentaknya dengan kasar. Rasa pedas, asin, dan pait bercampur jadi satu didalam mulutnya benar-benar kombinasi rasa yang tidak mengenakan sama sekali.

Gracia langsung menunduk dengan takut. Bentakan Shani membuat nyalinya ciut. Tanpa komando air matanya kembali menetes begitu saja.

Bahkan ia sampai sesegukan karena merasakan sesak yang teramat sangat. Shani belum membentaknya, selama ini kakak tirinya itu jika marah tak pernah berlaku kasar. Tapi saat ini Gracia merasakan bahwa ada yang berbeda dengan Shani.

Tatapan Shani melunak saat gadis di depannya sesegukan dan menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Apalagi saat melihat banyaknya luka di jari-jari Gracia. Helaan napas kasar lolos dari mulutnya.

Apa gue udah keterlaluan?

Emosi Shani memang sedang dalam keadaan meradang apalagi jika berhubungan dengan gadis ini. Tapi saat melihat adiknya dalam keadaan seperti itu membuat Shani tak tega.

Nuraninya masih memenangkan atas kendali tubuhnya. Dengan lembut Shani menarik Gracia kedalam pelukannya, mengusap dengan perlahan punggung hingga kepala sang adik dengan perlahan.

"Maafin Cici ya.." ucapnya pelan.

Shani kemudian menuntun Gracia menuju ruang santai dan mendudukan gadis itu disana. Setelah mengambil kotak P3K berukuran kecil miliknya Shani kembali dan duduk dihadapan Gracia.

Shani duduk bersila di lantai dan Gracia duduk di sofa. Dengan telaten Shani membersihkan dan mengobati luka-luka bekas irisan pisau di jari-jari sang adik. Melihat luka-luka Gracia membuat Shani terenyuh, niat Gracia memang tulus tidak seharusnya ia membentaknya tadi.

Akan tetapi jika mengingat rasa masakan sang adik membuat Shani tak menyesali perbuatannya. Ia bergidik ngeri jika mengingat bentuk makanan buatan sang adik.

"Cici kenapa ? Kok kayak orang nahan pipis gitu?" Tanya Gracia heran saat melihat pergerakan tubuh Shani.

"Gak! Gak papa... Lain kali gak usah masak-masak lagi, lo liatkan bukannya untung dimasakin sama lo malah buntung jadinya" ucap Shani pelan.

"Gre cuma mau Cici tahu... kalau Gre sayang sama Cici. Gre gak tau kenapa tapi Cici banyak berubah akhir-akhir ini..."

Shani mengangkat kepalanya menatap siempu suara. Melihat Gracia kembali meneteskan air mata membuat Shani benar-benar lemah. Sebenarnya lo itu seperti apa??

Mengapa sekarang lo terlihat begitu rapuh? Kemana lo yang datar tanpa kepolosan yang gue temui beberapa waktu yang lalu?

Full chapter

https://karyakarsa.com/Dyistory/33-realita

|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang