|34|| Pilihan [full chapter]

1.1K 166 106
                                    


Shani masih berdiam diri diruang peribadinya. Kamar Shani adalah kamar yang kedap suara. Ia tidak tahu apa yang terjadi diluar sana, walaupun perasaannya cenderung merasa gelisah dan tidak nyaman.

"Ci Gre takut," Gracia memegang erat tangan Shani. Keadaan gelap dan sunyi seperti ini adalah hal yang paling dibenci oleh Gracia, suasana yang mencekam menurutnya. Mengingatkan tentang kenangan pahit pada masa lalu yang selalu menghantui tidur nyenyaknya. Kejadian yang tak pernah bisa ia lupakan. Kejadian yang menimbulkan trauma mendalam dalam dirinya.

"Tenang ya ada Cici disini," Shani merapatkan tubuhnya ke arah Gracia, memeluk adik yang sedang duduk di kursi kerja miliknya. Mengusap kepala Gracia yang menyandar di perutnya, mencoba memberi ketenangan lewat usapan itu.

"Gre kamu diam disini gak papakan! Cici mau liat keluar, sebentar aja" Shani mensejajarkan pandangannya dengan Gracia, bertumpu dengan kedua lutut mencoba menyakinkan lewat pandangan mata.

"Gak..gak mau ci, Gre gak mau ditinggal sendirian, apalagi gelap kaya gini. Gre takut ci... Gre takut... Hiks...hiks.." Shani kembali memeluk Gracia. Apakah separah ini efek dari trauma masa lalu yang dialami Gracia

"Disini kan ada cahaya Gre dan kamu bakal lebih aman kalau disini! Cici harus ngecek sebenarnya ada apa! Cici janji cuma sebentar. Cici cuma mau lihat aja!"

"Gak ci! Gre gak mau, kalau Cici mau kelaur Gre juga ikut keluar. Gre gak berani sendirian dikamar yang gelap kaya gini ci! Gre gak mau!!"

Shani menggelengkan kepalanya pelan. Ia masih sangat ingat dan benar-benar ingat bagaimana ketakutan Gracia pada malam itu. Ia yakin bahwa Gracia memang takut gelap bukan hanya sekedar bersandiwara.

Malam itu Shani bisa merasakan tangan Gracia dingin dan juga berkeringat. Selain itu detak jantung Gracia juga berpacu dengan cepat. Sorot mata Gracia juga benar-benar terlihat sorot mata orang yang ketakutan.

Bukankah kata orang mata adalah jendela hati, mulut dapat berbohong tapi mata akan selalu jujur. Lalu bagaimana bisa semua kejadian malam itu bisa terjadi!! Shani tidak melihat maupun merasakan bahwa ada kebohongan yang dilakukan Gracia.

Semua terjadi dan terlihat natural, tak ada rekayasa. Tapi bagaimana ia bisa menyimpulkan apa yang terjadi, jika dua hal yang ia ketahui sangat bertentangan. Logikanya memperingatkan untuk berhati-hati tapi hatinya sudah terlanjur percaya, sudah terlanjur sayang dan sudah terlanjur menerima.

"Apa yang sedang kamu pikirkan Shan?"

Tanya Natalia sedari tadi sedang memperhatikan Shani. Dari mengernyit. Menggeleng kemudian memejamkan mata.

Natalia memang dari 30 menit yang lalu sudah ada di ruangan rawat Shani. Saat ini jam 11 malam. Natalia sengaja menjenguk Shani larut malam, tujuannya agar tidak bertemu anggota keluarga Shani yang lain terutama Deva.

"Gak papa tan, Shani bingung aja kenapa semua terjadi begitu tiba-tiba"

Nata mengangguk pelan mendengar penuturan gadis remaja yang mulai peralihan menuju dewasa dihadapannya. Untuk Gadis seumurannya Shani memang sudah cukup dewasa, keadaan dan pengalaman hidup sepertinya banyak mengajarkan Shani tentang arti sebuah tujuan hidup.

"Jadi apa yang selanjutnya yang mau kamu lakuin? Apa kamu sudah yakin sama keputusan kamu kemarin?"

"Shani masih bingung tan, Shani sebenarnya sudah kepikiran beberapa hal yang lain tapi Shani masih menunggu hasil penyidikan dari om Boby gimananya"

Nata mengangguk lagi, mereka memang tidak bisa sembarang dalam mengambil tindakkan. Banyak hal yang harus mereka pastikan dulu tentang kebenarannya. Dan dua kali kecolongan sudah seharusnya bisa membuat mereka sadar tentang posisi rentannya sekarang.

|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang