|48|| Sudah Dimulai Maka Akhirilah

354 25 16
                                    


Gracia reflek memegang tangan Shani saat mendengar suara tembakan dari handsfree yang digunakannya. Suara itu cukup memekikan telinga saat deretan pelepasan peluru saling bersahutan. Ia membuang napas saat suara-suara itu tak terdengar lagi.

"Ci itu apa?" Tanya sedikit ketakutan

Shani menepikan mobilnya saat suara-suara tembakan kembali terdengar. Mobil didepannya pun menepi di sisi yang berbeda 100 m dari jaraknya.

"Semua sudah dimulai Gre,"

"Kita beneran perang?" tanya Gracia panik. Shani menepuk tangan Gracia yang memegang lengan kirinya. "Kita turun sekarang ya, bahaya kalau pakai mobil"

"Tapi kita mau kemana?" Gracia menahan lengan Shani agar gadis itu tidak keluar mobil.

"Kita bakal jemput mama dan papa," ucapnya seraya mengacak rambut Gracia pelan.

"Beneran??" Tanya Gracia antusias. Sepertinya ia sudah melupakan hal menakutkan beberapa detik yang lalu.

"Iya bener! Makanya kita harus turun."

"Oya," Shani menahan tangan Gracia. "Jangan jauh dari cici apapun yang terjadi. Kalau sampai kamu gak sama cici, kamu gak bakal ketemu mama papa,"

Gracia mengangguk senang. Ia segera meloncat turun. Meskipun diluar gelap, dan itu adalah yang bencinya tapi sepertinya Gracia sudah tak memperdulikan.

Shani menyusul meloncat turun, tak lupa menyambar tas ransel kecil yang sudah disiapkan. Ia kemudian menghampiri Bobby dan anak buahnya yang sudah ngumpul di depan mobil.

"Apa yang terjadi om? Sudah sejauh mana?" Tanya Shani. Gracia yang sebenarnya belum terlalu paham hanya diam. Ia berdiri di samping Shani, mencoba tenang.

"Mereka sudah berada didepan gerbang. Kita gak mungkin bisa masuk lewat depan."

Shit...

Shani membuang nafasnya kasar. "Bagaimana dengan jumlah mereka?!!!"

"Terlalu banyak untuk diabaikan."

Gracia berdiri kaku di samping Shani, perasaannya bergidik ngeri. Untuk pertama kalinya ia melihat Shani dengan aura seperti ini. Ia pernah melihat maupun membuat Shani marah, tapi belum pernah melihat sisi Shani yang seperti ini.

"Kamu bawa Gracia lewat pintu belakang. Sekalian bawa beberapa orang. Om dan sisanya bakal lewat depan."

"Tapi! Apa gak terlalu berbahaya kalau om lewat depan!"

"Kita harus tau situasi diluar maupun didalam. Kita bisa lihat lewat cctv keadaan di dalam tapi kita gak bisa liat yang di sekitar gerbang seperti apa. Om harus pastiin!"

Shani mengangguk. Kemudian ia memasuki mobilnya dengan menarik Gracia pula.

"Ci, Gre takut," Saat suara bergetar masuk dalam telinga menembus gendang pendengarannya. Hal itu seperti sambaran angin yang menyadarkan Shani. Menyadarkan bahwa ia tidak sendirian. Ada seorang gadis labil yang harus ia lindungi. Shani mencoba menenangkan diri mengalahkan emosinya.

"Jangan takut, ada cici. Semua akan baik-baik saja saat kamu sama cici."

Entah sudah berapa kali Shani meminta Gracia untuk selalu bersamanya. Untuk tak pergi jauh dari sisinya. Shani jelas menyimpan ketakutan jika Gracia tak berada disisinya. Menyakiti Maul akan mudah untuknya, tapi menyakiti Gracia ia tak sanggup meski Gracia menjadi dirinya yang lain.

"Ci sebenarnya apa yang terjadi?"

Shani memutar kemudi mobilnya. Ada jalan lain yang harus ia tempuh.

"Papa, Mama dan bang Nathan ada di Mansion itu,"

Gracia menatap kaca samping saat mobil sudah berputar. Bermodal cahaya remang dari Mansion ia mencoba melihat bangunan megah meski dari jarak yang lumayan jauh ini.

"Ada orang jahat yang mau ngambil kekayaan papa, Makanya orang-orang itu mengejarnya sampai kesini." Shani sekuat tenaga mengendalikan diri untuk tak menyebut nama Maul. Bukan ia tak ingin, tapi tak bisa.

"Jangan tiba-tiba memasukkan informasi yang bertentangan dengan pemahaman Gracia. Terlebih jika kondisinya kurang stabil, itu akan berbahaya. Pertentangan dalam pikirannya bisa membuat Gracia membangkitkan sisi lain dirinya."

Peringatan dokter Putri terngiang jelas dalam kepalanya. Shani tak bisa gegabah. Ia harus membawa Gracia menyadari dan melihat sendiri apa yang sebenarnya terjadi.

Shani menghentikan mobilnya saat mobil anak buahnya berhenti. Ia membuka kaca mobil ketika salah satu dari mereka ada yang mengetuk "Ada apa?" tanyanya saat melihat kepanikan anak buahnya.

"Mereka sudah tau jalan ini. Sudah ada jejak ban mobil di depan sana. Saya dan yang lain gak ada yang tau bagaimana bisa, padahal seharusnya jalan ini tak terlihat!"

Shani mengeratkan pegangan kemudinya. Jalan ini sudah sangat lama sengaja di tutup dengan penanaman rumput jenis hutan.

Penutupan sengaja dilakukan agar ketika memasuki Mansion hanya bisa dilakukan dari satu arah, yaitu gerbang utama. Hanya beberapa orang dari masa lalunya yang mengetahui ini. Kenapa masih bisa terbongkar!!

===

[.. ..] → ini tanda pembicaraan lewat handsfree/telepon/etc. Bukan percakapan secara langsung langsung

[.. Shani! ..] Panggilan dari Handsfree menyadarkan Shani.

"Sembunyikan mobil kalian!" perintah Shani dingin.

[.. Shani! ..]

[.. Tante Nata, ..] Tanyanya agak kaget. Gracia membenarkan handsfreenya ikut mendengarkan.

[.. Iya ini tante, Boby minta tante untuk jadi mata kamu kali ini. Jangan panik. Lakukan sesuai apa yang sudah kamu rencanain. Dari sini tante akan bantu kamu mengetahui keadaan sekitar. ..]

[.. Gimana caranya tan? Disinikan. ..]

[.. Setelah pemindahan orang tua kamu, Boby memasang seluruh keliling bangunan dan sekitarnya dengan cctv. Dari sini sebisa tante akan bantu kamu. ..]

[.. Baik tan, terima kasih. ..]

[.. Oya, jangan lupa pakai kacamata kamu! Ada dalam tas! ..]

Shani memeriksa tas ransel nya. [.. Ini kacamata ap~ ..]

[.. Sudah pakai aja! ..]

"Ci," dengan ragu Gracia bersuara.

"Tenang ya, kita akan baik-bak aja."

Meski khawatir dengan apa yang terjadi, Garcia tetap mengangguk. Kemudian ia keluar dari mobil mengikuti Shani.

Shani dan anak buahnya berjalan mengendap dalam kegelapan dengan hati-hati. Tangan kiri Shani tak lepas dari genggaman Gracia.

Saat sudah sampai mendekati penjagaan sebelum pintu masuk Shani melihat, beberapa anak buah yang seharusnya berjaga disana terkapar tak berdaya tergeletak diatas tanah.

Bekas luka yang diterima adalah luka yang berasal dari benda tajam, sejenis pisau. Mungkin mereka diserang secara diam-diam, pikir Shani. Sisa anak buahnya kemana? Shani tak tau.

"Kalian pergi dulu! Periksa semua tempat sampai menuju pintu masuk dan amankan!"

Shani meminta anak buahnya untuk menyebar. Jujur saja ia merasa ganjil sejak keluar dari mobil tadi. Jalan rahasia itu terbongkar, kematian anak buahnya dengan rata-rata luka di bagian leher. Jelas penyerangan dilakukan dalam jarak dekat. Jika memang yang melakukan musuh, tidak mungkin anak buahnya tidak menyadari ada orang asing yang mendekat.

Tapi, akan lebih masuk akal jika yang melakukan adalah bagian dari mereka sendiri. Apalagi jika diperhatikan dengan lebih teliti. Mayat-mayat itu tak mendapatkan luka lain, seperti sama sekali tak melakukan perlawanan.

Untuk lebih aman ia memilih berjalan berdua saja dengan Gracia. Saat ini akan sulit membedakan lawannya, mengingat Boby saja bisa menyusupkan anak buahnya tak mungkin Maul tak melakukan hal yang sama.

2500 an kata sisanya ada disini

https://karyakarsa.com/Dyistory/48-sudah-dimulai-maka-akhirilah

|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang