Nathan terbangun saat ada yang mengguncang tubuhnya. Perjalanan panjang dan kelelahan fisik membuatnya tak bisa menahan kantuk. Padahal awalnya ia sudah bertekad untuk mengamati jalan yang dilewatinya.
Bukan tidak percaya dengan adiknya, Shani. Tapi ia penasaran dengan yang dilakukan adiknya. Tidak mungkin menurutnya jika semua ini tanpa rencana dan hanya sebuah spontanitas.
Mengingat mobil dan supir yang membawanya kemarin malam menunjukkan bahwa hal ini bukan sekedar rencana spontanitas. Sayangnya dalam setengah perjalanannya mata dan tubuhnya sudah tak sinkron dengan kemauan hatinya. Tubuhnya sudah cukup lelah dan matanya sudah sangat mengantuk.
Beginilah jadinya! Ia berada disebuah tempat asing didepan sebuah rumah berpagar yang tak bisa dibilang sederhana. Pemandangan hijau memberikan relaksasi akan kepenatan mata dan otaknya.
Pemandangan yang cukup menyegarkan dengan dibumbui udara sejuk meski tak lagi pagi. Karena sang surya sudah bersinar kokoh di atas tanpa ada yang menutupi.
Supir yang atdi mengantarnya membuka pintu pagar. Meminta Nathan untuk segera masuk. Hal pertama yang ia lihat adalah tatanan halaman dan desain bagian depan rumah yang membuatnya terpana.
Rapi, elegan, dan terlihat mewah meski hanya berhias bunga-bunga sederhana yang memiliki nilai jual tinggi. Gemericik air terdengar jelas dari kolam ikan yang berada di pojok halaman depan.
Beberapa mobil terparkir rapi berjajar di sebelah kiri, cukup menunjukkan bahwa ini bukan milik orang biasa. Mengingat mobil-mobil itu dari merk yang cukup menguras kantong.
Rumah siapa gerangan ini??
Benaknya bertanya pada dirinya sendiri. Sayangnya hanya semilir angin yang menyapu indera pendengarannya. Seolah menyatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
===
Nathan membuka pintu bercat coklat dengan ragu. Klasik dan minimalis adalah penilaian pertamanya. Matanya menjelajah tak ada hiasan yang berarti selain beberapa lukisan abstrak. Nathan menoleh melihat supir yang tadi mengantarnya, ternyata supir itu sudah tak ada. Nathan kembali melanjutkan langkahnya memasuki bagian rumah semakin dalam. Tak mau ambil pusing dengan keberadaan supir yang tiba-tiba lenyap.
Ruangan selanjutnya keadaannya sama, sepi tak ada tanda-tanda makhluk hidup. Tempat apa ini sebenarnya? Benaknya bertanya. Mengapa Shani mengirimkannya kesini? Bahkan Nathan juga tidak tahu tempat ini termasuk di daerah mana.
Tebakan Nathan ini termasuk daerah diluar Jakarta. Mengingat pemandangan hijau yang tadi sempat ia lihat dan daerah perbukitan walaupun agak jauh. Nathan berbelok menaiki tangga yang berada di sebelah kiri ruangan yang baru ia pijak. Saat sampai anak tangga teratas samar-samar Nathan mendengar suara seseorang sedang mengobrol. Artinya bukan lagi seseorang tapi beberapa orang.
Walaupun ada rasa takut tapi rasa penasarannya lebih besar. Dengan langkah pelan Nathan menuju pintu bercat kuning keemasan yang tidak tertutup sempurna. Ia yakin suara obrolan itu dari sana.
Dengan langkah pasti Nathan semakin mendekat. Apalagi mengingat adiknya lah yang mengirim dirinya kesini. Tidak mungkin Shani menempatkan dia dalam keadaan yang membahayakan. Sugesti Nathan dalam hatinya.
Tangan kanannya terulur mendorong pintu agar terbuka sepenuhnya. Matanya melebar saat mengenal sosok didalam sebuah kamar dengan desain klasik berwarna maroon. Jantungnya berdetak cepat, tubuhnya terasa kaku tak bisa digerakkan.
Saat pandangan mata itu bertemu sepertinya hal yang sama yang dialami Nathan terjadi pada penghuni kamar itu. Matanya melebar menatap takjub atau heran. Tapi tergambar jelas ada raut kebahagiaan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]
FanfictionSebuah persaudaraan tak sedarah namun melekat