Setelah selesai Gracia menunggu Shani diruang tv. Mengamati hiasan dinding dan banyaknya piala serta medali di lemari ruangan tersebut. Dan semua piala itu atas nama Cicinya. Satu hal yang Gracia baru ingat bahwa tidak ada satupun piala di ruang perpustakaan rumah mereka yang ada hanya piala atas nama kakak kembarnya.
Ketika melihat sekeliling yang terlihat hanya foto Shani dan mendiang Mama kandungnya, ada pula foto-foto Shani dengan Mbok, Bik'Sis dan Mang Iron. Tidak ada foto Shani dan sang Papa maupun kakak kembarnya.
Shani muncul dari arah dapur dengan membawa dua buah gelas minuman berisi coklat. Kemudian menyerahkan satu gelas ke Gracia. Mereka sama-sama terdiam hanya terdengar suara tv yang bahkan tidak ada yang tau sedang menayangkan apa. Gracia hanya lirik-lirik kearah Shani, masih takut membuka pembicaraan walaupun banyak sekali pertanyaan di kepalanya.
Shani yang menyadari, sedari tadi adik tirinya itu meliriknya akhirnya membuka suara. "Lo mau nanya apa?" tanya Shani sambil mengangkat sebelah alisnya.
Gracia terkesiap, gak nyangka Cicinya menyadari pergulatan di kepalanya "Eemmm ini apartment Cici?" tanyanya takut-takut
Shani menghela napas lelah, membawa Gracia artinya memang harus memberitahukan tempat tinggalnya ini. "Iya, ini aparteman gue, gue bisa minta tolong..." Shani memberi jeda "jangan kasih tau siapapun tentang tempat ini. Gak ada yang tau selain sahabat-sahabat gue, termasuk Papa sama kakak. Gue percaya sama lo makanya gue gak keberatan bawa lo kesini" tukas Shani
"Kena~"
"Tempat ini satu-satunya tempat gue melarikan diri dari semua kejenuhan, gue gak mau ada yang tau terus ganggu gue" Shani memotong ucapan Gracia.
"Ada lagi?" tanya Shani karena melihat kerutan di dahi Gracia.
"Banyak. . ." cengir Gracia dengan kikuk.
"Gue laper, lo mau makan apa?" Tanya Shani yang sekarang sudah mengotak-atik hpnya.
"Terserah Cici aja" jawab Gracia. "Ciiii..." panggil Gracia takut-takut
"Gue memang lapar, tapi gue gak bakal makan lo. Jadi gak usah takut-takut gitu" ucap Shani saat menyadari kegelisahan Gracia.
"Tapi Cici kalo marah serem.." ucap Gracia lirih sambil memilin kaos yang ia gunakan.
Shani mengangkat kedua alisnya saat mendengar gumaman Gracia. Shani menarik napas dalam-dalam,
Huuuffftt
"Gue minta maaf soal perlakuan gue beberapa hari ini" ucap Shani
"Ehh... Gre yang harusnya minta maaf ci, Gre gak bermaksud ngomong kayak gitu" ucap Gracia sambil menggigit kukunya
"Lo sudah hampir tiap waktu minta maaf sama gue" ucap Shani kemudian berdiri
"Gak baik gigitin kuku kayak gitu" lanjutnya sambil menjauhkan tangan Gracia dari mulut gadis itu.
Shani berlalu karena mendengar bel apartemennya berbunyi. Gracia masih memandangi punggung Cicinya masih tidak percaya dengan perubahan sikap drastis itu. Kedua gadis remaja itu sekarang sedang menikmati makan siang mereka di meja makan dengan khusyuk. Gerimis diluar sana semakin mendukung suasana hening yang terjadi, hingga terlihat kilatan cahaya disusul bunyi petir yang sangat menggelegar mungkin karena apartemen Shani berada di lantai atas.
"Aaaa,, maaamaaaa"
Teriakan nyaring gadis di depannya hampir saja membuat Shani menelan tulang ayam yang sedang digigitnya. "Lo apa-apaan~"
Shani tidak jadi melanjutkan bentakkannya ketika mendapati Gracia sedang ketakutan menutup mata dan juga menutup kedua telinganya dengan tangan, serta badannya menggigil.
KAMU SEDANG MEMBACA
|| We!! Family?? || SELESAI||[ Cerita Lama Hanya Di Up Ulang]
أدب الهواةSebuah persaudaraan tak sedarah namun melekat