#Selasa_MatahariWLI

13 1 0
                                    


Hari ini, Wattpad Lovers Indonesia memberikan tema berupa 'Matahari'. Karya tulis di bagian ini ditulis dan dipertanggung jawabkan oleh penulisnya di grup Wattpad Lovers Indonesia.

Untuk kamu yang belum 'Join' ayo buruan gabung bersama kami di Facebook, dan untuk kamu yang mengikuti Daily Writter. Semangat yak! :)

--

1. Nurliantii --

Pagi itu matahari bersinar begitu terik, menaungi sosok laki-laki jangkung yang sedang memantulkan bola basket ke tanah lapang. Gayanya begitu mudah memikat hati para wanita. Cahaya yang belum seterik cahaya siang membuat laki-laki itu tetap santai bermain di lapangan. Sedangkan aku di sini. Di tepi lapangan. Hanya mampu menikmati permainan nya. Kekaguman tak luput terlontar dari hati. Namun sayang, aku seperti matahari yang terabaikan olehnya. Kehadiran ku layaknya sinar matahari ada namun diabaikan. Padahal sesungguhnya aku ingin dia menanggapi segala hal yang ku buat. Bukan mengabaikan. Matahari, hari ini kita bersahabat lagi. Karena diabaikan oleh orang yang kita sayang.

--

2. Pitri Rahayani -- pitrirahayani

Perih jika aku mulai melihatmu
Mencoba menantang ketika hati mengetahui akan luka yang berbekas
Mengapa kau begitu menyakitkan ketika hati ini tertuju padamu?
Jangan bersinar, jika sinarmu selalu melumpuhkan hati dan pikiranku
Tapi tetap aku bertahan dan melawan semua rintangan yang menghadang
Meski luka yang ku dapatkan
Namun tak lepas sebuah lengkungan terpatri ku berikan untukmu
Karena kaulah matahari dalam hidupku.

--

3. Krisman --

Tajuk : Sepucuk Rindu Untuk Mentari

Kulihat Matamu ceria, bersinar seperti matahari senja yang menanti tak kala ombak tersenyum. Akan tetapi, aku malah membayangkan sakitnya terhempas karang bersama rindu yang kau tinggalkan.

Apa rasanya sakit? Tentu saja!

Di siang yang terik, juga matahari serasa membunuh kulit, apa yang kudapatkan selain kekecewaan?

Meja bunda di tepi pantai jadi bukti betapa bodohnya aku percaya semua omonganmu. Kamu datang bersamanya, tanpa perduli isi hatiku yang menciut, hancur berkeping-keping. Apa yang paling buruk? Saat tanganmu mengenggam erat tangannya. Darahku mendidih! Siapa pria itu sebenarnya?

Benar, aku masih menunggumu ... di sini!

Saat senja berakhir, aroma angin malam mulai muncul, menyentuh seluruh kulit. Masuk dalam pernapasan, kemudian diam dalam relung hati yang membeku.

"Aku ingin pergi," ujar saat ini. Kamu menatapku lekap. Mencari jawaban kenapa kuingin menghindar. Aku tidak kejam, jangan berpikir aku kejam pergi begitu saja, justru kamu lah yang kejam!

"Kenapa, Kris? Padahal aku rindu kamu, lho." Wajahmu tersenyum cerah, bahkan tidak tahu luka apa yang kurasakan. Lelaki di sampingmu menatap heran wajahku, ada rasa tak suka di mata konyol itu. Ingin sekali kulenyapkan saja wajahnya. Tapi, itu tidak bisa! Aku tidak mau orang yang kucintai bersedih untuk kesekian kali.

"Oh Iya. Perkenalkan ini Rio, Pacarku!" Wajahmu berseri-seri setelah mengatakan itu.

"Rio, salam kenal." Ia menyodorkan tangan.

"Kris." jawabku singkat tanpa memerdulikan tangan kekar milik lelaki rambut nyetrik itu. Aku terlalu malas untuk memegang se-inci pun tangannya.

"Kamu kenapa Kris? Kok salam Rio gak di bales?" tanyamu heran. Cih, aku lebih suka menggunakan tanganku untuk hal lain daripada memegang tangan orang asing, "itu gak sopan!" Kamu menekan kata itu.

Mataku seolah memberi isyarat, ingin mengatakan pada kamu kalau aku punya hak untuk keputusanku sendiri, "bukan urusanmu." sahutku datar.

"Kamu sekarang beru-"

"Aku tahu, Mentari!" jawabku memotong perkataannya. Kamu pasti ingin mengatakan kalau pemuda sepertiku akan berubah.

"Kenapa?"

Kuhembuskan napas perlahan, "lupakan! Semuanya sudah usai."

Matamu seperti berkaca-kaca, kristal bening yang keluar membuatku menahan napas, kamu menangis? Mentari akan redup jika kamu meruntuhkan air mata bersama langit malam yang bahkan mengejek Kita. Pria di sampingmu menatapku kesal.

"Hey, jadi laki yang gentle. Jangan bikin pacar gue nangis?!" ucapan pedasnya tak berpengaruh padaku, aku hanya menatapmu penuh arti. Maaf, tapi aku juga punya perasaan. Setidaknya, jangan hadir di depanku lagi, kumohon!

Lihat! Tangan pacarmu mulai berulah, ia mengetuk dadaku dengan telunjuk beberapa kali. Membuatku kesal, "lo laki apa bencong sih!" ocehnya, dan ...

Bug...

Satu pukulan tepat bersarang di wajahnya. Katakanlah Mentari aku ini jahat, kan?

"Cih, sini Lo!" teriaknya sok kuat.

Aku menatap dingin pacarmu, sedangkan kamu kaget. tangisanmu lebih nyaring dari sebelumnya. Coba katakan! Dari mana kamu dapat pria banyak omong itu--yang bahkan tidak bisa melindungimu.

Bocah itu bangkit,-aku bahkan malas untuk menyebutkan namanya- berlari kearahku dengan teriakan memekakkan telinga. Tatapanmu penuh arti, aku tak peduli! Aku tak peduli!

Pukulan demi pukulan bersarang di wajahnya, lihatlah! lihat dengan jelas! Apa lelaki seperti ini bisa melindungimu?

"Hentikan, Kris! Kumohon!" Kerah baju pacarmu masih kutarik, kemudian kudorong hingga jatuh ke tanah. Lucu saja, ini pertama kali aku bermain tangan setelah sekian tahun pensiun, tepat 5 tahun lalu.

Kamu menghampiri pacarmu yang babak belur, salahkan saja tanganku yang tidak bisa diam. Ya, aku tahu ini salah, dan kamu mungkin tak akan memaafkanku.

"Pergi dari sini, Kris!" ujarmu berteriak, "aku tak mau melihat wajah bre*****mu lagi! PERGI!!!"

Tanpa berkata-kata pun aku akan pergi. Hey, Mentari! Apa kamu ingat dulu? Saat kamu sedih, siapa yang datang menghiburmu? Siapa yang rela kemejanya basah saat kamu menangis? Apa dia?! Atau Lelaki Bre***** sepertiku?

Untuk sekarang tidak ada pilihan lain. Ya, semoga kamu bisa bahagia. Itu saja dariku.

Kukeluarkan sebuah gantungan kunci kecil di saku jeans sebelum meninggalkan tempat ini. Aku melemparkannya, tepat di depan kalian berdua, di atas tumpukan pasir putih pembawa duka.

Mentari yang kukenal adalah seorang yang ceria, murah senyum, terkadang bawel. Aku rindu wajah paginya saat matahari menyapa, dan embun mulai menumpuk di daun kelor. Mentari! Cahaya keemasanmu bersinar tak kala senja muncul. Cahayamu bahkan masih ada saat bulan mulai tersenyum manis. Akan teyapi, semuanya terlihat hampa, kosong. Aku rindu sahabatku yang dulu menasehatiku dengan kata lembutnya, saat aku kembali berulah. Jujur, aku rindu itu! Bukan hanya aku yang berubah, kamu juga!

Andai kamu mengambil gantungan kunci itu, Mentari. Kau pasti menemukan sebuah tulisan

'Aku mencintaimu ... matahariku!'

Pin

Hn.

--



The Daily Writer WLITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang