Decision

2.1K 102 1
                                    

Daniel dan Maria masih diam membisu. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak ada satu suara pun yang terdengar. Sunyi. Sepi.

"Apakah Luna mengetahui semua ini?" Daniel membuka suara. Maria hanya menggeleng pelan seraya tertunduk. "Jadi dia juga tidak tau kalau mamanya punya affair dengan pria lain?" pria muda itu menelusur. Maria tetap terdiam membeku.

"Kenapa Mr Campbell tidak mengatakan yang sebenarnya, Nyonya?" tanya Daniel menghakimi.

"Itu karena aku yang menyuruhnya," Maria menjawab singkat sambil menghela napas.

"Kenapa nyonya? Kenapa? Disini justru anda yang tersakiti."

"Karena aku tau Luna sangat menyayangi mamanya. Aku tak mau melihat dia terluka saat tau yang sebenarnya bahwa keluarganya hancur karena perbuatan mamanya sendiri. Aku tak mau dia membenci Cathrin," Maria mengemukakan alasannya.

"Tapi dia membenci anda, Nyonya," Daniel tetap bersi keras dengan argumennya.

"Tidak masalah dia membenciku. Asal dia tidak membenci mamanya sendiri. Aku hanya orang lain baginya."

"Sekarang tidak lagi nyonya. Sejak anda menikah dengan Mr Campbell, anda sudah menggantikan peran sebagai seorang ibu baginya. Dan andalah yang membesarkan Luna hingga sekarang. Jadi mau tidak mau, dia harus menghormati anda juga," Daniel bertahan.

"Biarlah. Mungkin waktu yang akan menunjukkan semuanya nanti," Maria mengucap pasrah.

"Anda terlalu baik Nyonya. Anda mengingatkan saya dengan ibu saya." Maria tersenyum sekilas lalu membelai rambut Daniel. "Apakah itu sebabnya sikapnya menjadi begitu dingin dan keras?" tanya Daniel kemudian menyimpulkan.

"Sebenarnya ada hal lain yang membuatnya berubah seperti itu." Maria menarik napas panjang. "Dia pernah tersakiti oleh seorang laki-laki sebelumnya," lanjut Maria.

"Kekasihnya?"

"Benar. Tepatnya adalah mantan kekasihnya sudah mengkhianatinya," Maria mengakhiri pembicaraan. "Apakah kau mencintai Luna? Sepertinya kau jauh lebih muda darinya. Tapi ku rasa usia tak menjadi masalah asal kalian saling mencintai," lugas Maria membuat Daniel terkejut seketika.

"Emm...saya....saya....," jawabnya kikuk membuat Maria tertawa.

"Kau lucu sekali anak muda. Aku rasa kalian memang saling mencintai. Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kamu mengenalnya?" Maria menelusur.

"Emmm....itu...itu, sebenarnya belum terlalu lama," jawab Daniel jujur.

"Oh ya? Tapi bagaimana mungkin kalian bisa saling jatuh cinta?"

Daniel terdiam sesaat.

"Nyonya, sebenarnya.....kami tidak punya hubungan sama sekali. Bahkan kami baru saja kenal dan itupun secara kebetulan," Daniel menjelaskan.

"Oh, jadi kalian--," Maria tak melanjutkan kata-katanya. "Tapi Jack mengatakan bahwa kau adalah kekasihnya. Dan mengapa Luna mengakuinya?" telusurnya.

"Itulah yang saya tidak mengerti. Kenapa dia tidak mengelak tuduhan itu? Bukankah dia bisa menjelaskan semuanya."

"Hmmmm.....sekarang aku tau, mungkin karena dia tak ingin menyakiti ayahnya," tebak Maria sambil mengangguk-anggukkan kepala.

"Apa yang terjadi Nyonya? Saya tidak mengerti," Daniel terbodoh.

"Sejak penyakit jantung menyerang Jack satu tahun yang lalu, Luna jadi lebih menurut dan tidak banyak membantah. Walaupun memang dia tetap bersikap dingin."

Pembicaraan itu terhenti sampai di situ. Mereka kembali ke ruang tengah.
Sementara itu di ruang kerja, Mr Campbell dan Luna sudah menyelesaikan pekerjaannya. Mereka lalu keluar dari ruangan itu dan bergabung dengan Daniel dan Maria.

"Jadi, kapan kalian akan menikah?" Mr Campbell membuka suara membuat terkejut ketiga orang di dekatnya.

"I...i...ituu--," Luna terkesiap. Dia berfikir sebentar. Dan sudah memutuskan akan mengatakan yang sebenarnya pada Daddynya.

"Dad....sebenarnya--," jawab Luna terputus karena tanpa di duga Daniel menyelanya.

"Sebenarnya kami sudah merencanakan kalau pernikahan itu akan kami langsungkan satu bulan lagi," potong Daniel tiba-tiba membuat Luna dan Maria sama-sama terkejut.

Luna melotot tajam kearah pria itu. Menghunjamkan pernyataan memprotes. Tapi Daniel menanggapi dengan senyuman. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke daun telinga Luna lalu berbisik, "Ikutilah permainanku kalau kau tak ingin penyakit jantung ayahmu datang."

Lalu dengan cepat mendaratkan ciuman di pipi Luna dan membuatnya semakin membelalak menahan emosi.

"Benarkah yang di katakan kekasihmu ini, Luna?" Mr Campbell menelaah.

"Itu...itu--," Luna tak sanggup meneruskan kata-katanya. Dia hanya bisa tertunduk menyembunyikan kebohongannya. "Aku rasa malam sudah larut. Aku harus pulang," ujarnya tanpa menoleh sedikitpun.

Daniel pun ikut beranjak dan mengekor dari belakang. Maria dan Mr Campbell mengantarkan mereka sampai di halaman rumah.

"Apa kau yakin dengan keputusanmu Daniel?" Maria bergumam pelan.

"Percayalah pada saya."

"Aku percaya, dan berjanjilah padaku bahwa kau akan selalu menjaganya."
Maria mengelus bahu Daniel lembut. Daniel pun tersenyum hangat padanya dan berlalu mengejar Luna yang sudah menunggu di dalam mobil.

* * * * * * * * * *

Luna melajukan mobilnya dengan kecepatan yang gila dan tak terkendali. Daniel tau kalau wanita itu tengah meredam emosinya. Dia bahkan tak berani sedikitpun untuk menoleh apalagi bertanya. Hanya ekor matanya kadang melirik ke arah wanita itu dan satu detik kemudian menariknya kembali.

"Apa yang kau lakukan Daniel?" tanya Luna membuyarkan kebisuan itu.

"Hmmm, soal apa?" tanya Daniel terbodoh.

"Jangan pura-pura tidak tau. Kenapa kau mengatakan kalau kita akan menikah?" cetus Luna setengah berteriak.

"Oh, soal itu. Bukankah tadi aku sudah mengatakan alasannya," jawab Daniel ringan.

"Jangan bodoh! Kau pikir aku sudi menikah denganmu? Kau sama sekali tak cocok denganku! Kau terlalu muda bagiku," protes Luna mempertinggi nada suaranya. Daniel hanya mengerdikkan kedua bahunya.

"Ayahmu sudah terlanjur mengetahui semuanya Luna. Malam itu, di apartemenmu--," Daniel belum selesai melanjutkan kata-katanya saat tiba-tiba Luna menarik rem secara mendadak sehingga mengakibatkan suara berdecit pada ban mobil.

Ciiiiiiittttttttttttt..........

Daniel hampir terlempar ke depan.
Ohhh....shit! Umpatnya dalam hati.

"Hei....kau hampir membunuhku!" protesnya.

"Cepat keluar dari mobilku, sekarang!" Luna memerintah tanpa menghiraukan protes Daniel.

"Tapi, tapi kau belum mengantarku pulang."

"KE - LU - AAARR!" teriak Luna sambil menekankan setiap suku kata yang di ucapkannya.

Tanpa menunggu perintah dua kali, Daniel lalu bergegas pergi. Ya, pastinya dengan perasaan yang jengkel. Pasalnya dia ingat kalau dia tak bawa dompet malam itu. Lalu bagaimana dia harus pulang sekarang? Oh...tidak, haruskah dia jalan kaki sampai ke apartemennya? Damn it!

☆●☆●☆●☆

To be continued...

You are Mine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang