Divorce Papers

726 66 7
                                    

Luna tersentak saat sebuah tangan halus menepuk pundaknya dengan pelan. Wanita itu menoleh karenanya.

Ev. Tak jauh darinya sudah berdiri sosok sahabatnya dengan sedikit senyum tersemat di bibirnya. Gadis itu lalu duduk di sebelah Luna. Ikut menatap ke langit luas yang gelap dan hanya di hiasi oleh lampion-lampion kecil yang tak terhitung jumlahnya.

"Apa yang kau lihat, Moon?" tanya Ev tanpa mengalihkan pandangannya dan masih menatap ke angkasa raya.

"Something," jawab Luna singkat.

"Apa itu?" telusur Ev lebih lanjut.

"Sesuatu yang aku sendiri tidak tahu, Ev. Sesuatu yang dekat di hatiku, namun tak mampu untuk ku raih."

Kali ini Ev menatap sahabatnya lekat. Gadis itu melihat ada sorot kerinduan terpancar dari mata indah sahabatnya. Ev meraih tangan Luna dan menggenggamnya.

"Jangan khawatir, aku selalu ada untukmu," ujarnya pelan. Luna hanya tersenyum tipis mendengar penuturan Ev barusan. Berusaha menyembunyikan riak kesedihan di hatinya agar tak terlihat. "Sebaiknya, kita kembali dan bergabung dengan yang lain. Aku tidak ingin pesta ini kacau karena perasaanmu yang payah saat ini."

Luna melotot mendengar sindiran dari Ev membuat gadis berambut sedikit ikal itu tertawa lebar. Dan keduanya pun kembali berkumpul dengan yang lainnya.

* * * * *

Satu minggu lebih berlalu dan semua terlewati tanpa terasa. Tentu itu yang di rasakan orang lain saat ini. Namun tidak demikian dengan Luna. Ia merasa hari-harinya sangat membosankan dan terasa sangat lama. Tak ada lagi semangat yang biasanya ia tunjukkan. Pergi ke kantor saja dia sering terlambat. Dan beberapa pekerjaan kadang ia limpahkan pada Aldo ataupun Ashley.

Sungguh Luna yang sekarang sangatlah berubah. Dan perubahan itu tentunya membuat Mr Campbell maupun Cath dan juga Maria sangat khawatir. Mereka bahkan sudah berusaha mengajak Luna untuk berlibur. Dan tentunya hal itu Luna tolak tanpa harus berpikir panjang lebih dulu. Namun sejauh ini Luna belum menaruh curiga bahwa keluarganya sudah tau mengenai permasalahan pribadinya.

Luna hendak keluar untuk makan siang saat terdengar sebuah ketukan halus pada pintu ruangannya.

"Permisi, Nona," Ashley menyembulkan kepala melihat keberadaan Luna di dalam.

"Iya, Ashley. Ada apa?"

"Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda saat ini, Nona."

"Siapa?"

Ashley tak langsung menjawab. Seperti ragu bibirnya untuk mengucap.

"Siapa yang mencariku, Ashley?" tegur Luna pada sekretarisnya yang sempat diam mematung di balik pintu.

"Hmmm, Mr Romeli."

Luna seketika diam membisu. Jenuh rasanya bila membayangkan pria itu saat ini. Kenapa pula ia harus kemari, tanyanya dalam hati.

"Kalau Nona tidak bersedia menemuinya, saya akan sampaikan padanya kalau Anda sedang sibuk saat ini--,"

"Tidak perlu, Ashley! Katakan padanya untuk menunggu. Lima menit lagi aku akan menemuinya," potong Luna cepat sebelum sekretarisnya itu melangkah pergi. Ashley hanya mengangguk perlahan mengikuti perintah sang atasan.

Selepas berlalunya Ashley, Luna mengambrukkan tubuhnya di kursi kebesaran. Tubuhnya sesaat lalu serasa tegang dan dingin. Sungguh ingin sekali ia menolak kehadiran mantan kekasihnya itu. Hanya saja Luna tak ingin terlihat seperti seorang pecundang dengan menghindari seseorang.

Dan kini keduanya sudah saling berhadapan. Matt berdiri seketika saat Luna datang menghampirinya di ruang tunggu.

"Terima kasih karena kau sudah meluangkan waktu untukku. Aku pikir kali ini kau akan menolakku. Nyatanya tidak. Dan aku senang dengan hal itu," Matt membuka obrolan lebih dulu.

You are Mine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang