Friend

2K 98 1
                                    

Luna tengah menikmati acara berendamnya. Penat terasa menghampiri seluruh persendian tubuhnya. Dengan sedikit wewangian aromatherapy, cukup membuatnya melupakan rasa lelahnya. Entahlah, pastinya dia begitu lelah dengan takdir yang seakan-akan mempermainkan hidupnya ini. Luna masih mengingat-ingat apa yang telah di sampaikan oleh Matt. Pandangannya menerawang ke langit-langit kamar mandi. Ada binar kesedihan yang tertahan di dalam mata indah itu. Untuk apa? Bukankah selama ini dia yang tersakiti? Ataukah itu semua hanya pemikirannya saja?

Mungkin juga dia telah salah menilai selama ini. Luna merasa bahwa dialah yang paling hancur. Namun nyatanya, ada orang lain lagi yang memiliki nasib lebih menyedihkan darinya. Itu memang penglihatan dari satu sudut pandang saja. Luna tak berani membayangkan jika luka itu akan di tanggung oleh sahabatnya sendiri. Ya, meskipun dia sudah membencinya setelah kejadian itu. Namun mengingat masa-masa sekolah mereka yang indah, dimana mereka telah berbagi suka duka, hal itu sedikit mengubah jalan pikiran Luna yang tadinya telah tertutup.

Luna begitu frustasi memikirkan hal tersebut. Sesaat di tenggelamkannya semua tubuhnya ke dalam bathtub. Dia ingin melupakan semua masalah pelik yang mulai menyelimuti hatinya walau hanya sesaat. Satu, dua, tiga, empat, dan lima menit. Luna menenggelamkan tubuh hingga wajahnya ke dalam kubangan air hangat nan wangi tersebut. Dan wajahnya tersembul kembali dengan napas yang terengah-engah. Hidungnya meraup oksigen secara kasar. Matanya memerah. Entah kesedihan, emosi, atau air mata yang sudah melunturkan kejernihan dari mata itu.

Tiba-tiba suara ponsel berdering. Luna mengambil ponsel tersebut dan mengangkat panggilan yang tertera atas nama Ev.

"Iya Ev?" sapanya malas.

"Kau dimana? Sedang apa?" Ev bertanya dari seberang sana.

"Aku sedang berendam," jawab Luna singkat.

"Kau, baik-baik saja kan, Moon?" Ev meneliti.

"Tentu saja! Tenanglah. Aku baik-baik saja," Luna memastikan. Dia tau kekhawatiran sahabatnya itu.

"Aku ingin tau apa yang kalian bicarakan tadi," selidik Ev.

"Hanya sebuah cerita masa lalu yang mungkin tak terlalu penting," jelas Luna sambil mengangkat kedua bahunya. Entah untuk siapa? Yang pasti Ev tak bisa melihat ekspresi tersebut.

"Apakah dia membicarakan....Jane?" tanya Ev hati-hati. "Maaf, tapi aku hanya ingin tau kabarnya saja." Ev mencoba menarik kata-katanya kembali.

Luna hanya meringis. Dia tiba-tiba menyadari kebodohannya. Kenapa tak terpikirkan sekalipun olehnya untuk bertanya bagaimana keadaan Jane dan anaknya sekarang? Ah....dia merutuki semua keegoisannya tersebut. Ya, sekarang dia tau apa yang harus di lakukan.

"Moon....you still listen to me, right?" suara Ev menegur.

"Ev, aku matikan dulu telfonnya. Ada sesuatu yang harus ku kerjakan. Sampai nanti." Tanpa menunggu protes dari Ev, Luna sudah menutup panggilan tersebut.

Dia menyambar sebuah bathrobe yang dengan cepat pula di pakainya. Dan sebuah handuk putih untuk menggulung rambutnya yang basah. Apa yang akan Luna lakukan dengan sikapnya yang  tergesa-gesa seperti itu?

* * * * * * *

Ev sedang asik dengan design gambarnya ketika seorang karyawan datang dengan tergesa-gesa menemuinya.

"Ada apa?" tanya Ev pada wanita muda di hadapannya itu.

"Maaf, Nona. Ada seseorang yang mencari Anda," jawab karyawan tersebut.

"Max?" tebaknya sambil menautkan kedua alis.

"Bukan tuan Max, Nona. Seorang pria muda. Sepertinya lebih muda dari Anda." Karyawan itu menganalisa pemikirannya.

You are Mine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang