Suara ponsel berdering beberapa kali mengakibatkan Luna yang berjalan cepat melintasi trotoar terpaksa harus mengangkat telfon tersebut. Sebuah panggilan atas nama seorang klien yang berkebangsaan Timur Tengah. Seminggu yang lalu Luna mengadakan perjamuan dengannya dengan tujuan bisnis. Dari gerak-geriknya, sang relasi jelas menaruh hati pada Luna sejak pandangan pertama. Tapi sayang, sikap dingin dan datar wanita itu tak menangkap gelagat tersebut.
"Halo Mr Ilyas?"
"....."
"Sekarang?"
"....."
"Ehmm....tapi...." Luna melirik jam tangannya sekilas. "Baiklah."
"....."
"Ok. Lima belas menit lagi aku sampai. Sampai jumpa." Luna menutup telfonnya bersamaan pintu mobil di buka oleh seseorang.
Ya, sudah hampir seminggu Luna memperkerjakan seorang sopir. Daniel sendiri tak bisa lagi mengantar atau menjemput Luna karena harus mengurusi pembukaan cabang cafe baru di beberapa tempat sehingga dia di tunjuk sebagai manager sekaligus mentraining karyawan baru disana.
Namun bukan karena itu juga Daniel jadi terlalu fokus pada pekerjaannya. Melainkan cabang baru yang akan di dirikan itu adalah kerjasamanya dengan sang atasan. Ya, Daniel mencoba peruntungannya dengan membuka bisnis sendiri meski harus join terlebih dulu. Memang tak cukup kalau dilihat dari tabungannya. Yang jelas di tempat baru itupun Daniel tak hanya sekedar mengawasi sebagai pemilik, namun dia memanageri sendiri cafe tersebut sekaligus melatih karyawan baru.
Jadilah waktu kebersamaannya dengan Luna mulai berkurang. Luna sendiri tak ambil pusing, meski harus ia akui ada sesuatu yang hilang dari kebiasaan sehari-harinya. Seperti saat ini ketika dia ada di dalam mobil, yang ia lakukan hanya merenung. Memandang keluar jendela kaca mobil dengan tatapan kosong. Hanya matanya saja yang sesekali berkedip sebagai tanda kehidupan. Bagaimana tidak? Biasanya Luna akan mengomel dan mengoceh sepanjang jalan kalau Daniel yang mengemudi. Suaminya itu paling pandai membuka mulut istrinya untuk berkicau. Dan entah sejak kapan Luna berubah jadi cerewet. Yang jelas itu semua karena Daniel.
"Nona mau balik ke kantor?" Sebuah seruan membuyarkan lamunan perempuan itu.
"Ehmm, tidak. Kita akan pergi ke hotel Sang**** dulu. Aku ada janji dengan klien disana." Sang sopir hanya mengangguk mengerti.
Mobil itu melaju cepat dan tak memerlukan waktu setengah jam, akhirnya merekapun sampai di tujuan. Luna segera turun dari mobil dan menuju meja resepsionis. Menanyakan keberadaan klien yang di maksud. Rupanya sang resepsionis sudah mendapat pesan lebih dulu dari tamu hotelnya sehingga saat Luna bertanya, dengan cekatan dia menyuruh seseorang mengantar ke sebuah kamar.
"Disini tempatnya, Nona." Petugas itu lalu segera angkat kaki setelah Luna menyampaikan terima kasihnya.
Luna jadi ragu untuk mengetuk pintu kamar tersebut.Apakah ini tidak terlalu berlebihan? Ilyas mengajakku ketemuan di kamar hotel. Bukankah dia bisa menungguku di bawah?
Belum hilang rasa bingungnya, Luna di buat terkejut karena pintu kamar yang di tuju tiba-tiba terbuka. Menampilkan seseorang berperawakan tinggi besar dan tampan dengan jambang di wajahnya. Luna menelan ludah, nervous. Masalahnya klien yang di maksud saat ini hanya memakai bathrobe berwarna putih dengan rambut basah yang sedikit awut-awutan.
"Miss Campbell, mari masuklah!" suruhnya dengan meluruhkan senyum maut yang sanggup menggetarkan jantung dalam sekejap.
"Oh....eh...iya..." Luna tergagap.
"Kau mau minum apa, Miss Campbell?"
"Luna. Panggil saja aku demikian. Lagi pula namaku juga sudah berubah bukan lagi menyandang nama keluarga Campbell."
KAMU SEDANG MEMBACA
You are Mine (END)
Storie d'amoreLaluna de Claudia, seorang wanita cantik, seksi, menarik, namun jauh dari kata ramah. Tak ada senyum di bibirnya meski setumpuk kebahagiaan menaungi. Dia seorang direktur utama di sebuah perusahaan Star Company. Dan di usianya yang ke-30 ini, dia ma...