dua puluh

42.5K 1.5K 31
                                    

Apa ini karena berlari-lari tadi?

" Annyeong!" 

David terlonjak, saat melihat Acha membuka matanya dan langsung mencengkram tangan David dengan keras. " HAISH! AKHIRNYA DAPET! KEREN JUGA DRAMA PURA-PURA PINGSAN GUE BARUSAN!" Pekik Acha kegirangan.

Namun, David langsung menepis tangan Acha. " Ga lucu, Cha." 

David pergi meninggalkan Acha sendirian, sedangkan Acha hanya mengeluarkan ekspresi tidak mengerti nya. Ada apa dengan David? kok baperan?

#

David berjalan menuju kelas dengan senyum nya yang entah kenapa enggan untuk hilang.  

" Duh, tangan gue di genggam tadi." David menggeleng-geleng tak percaya karena tadi Acha menggenggam tangan David dengan keras, bahkan Acha berteriak kegirangan disana. 

" Gapapa deh pura-pura pingsan, yang penting di genggam." Gumam David seperti orang gila.  Sebenarnya, David tadi melarikan diri karena tak tahan jika saat itu juga ia bersama Acha, bisa-bisa pipi Acha merah dan sakit karena terus-terusan di cubit oleh David nantinya.

#

Acha kembali kekelasnya tanpa beban apapun lagi. setelah di fikir-fikir, untuk apa malu? toh pasti seluruh manusia pernah merasakan yang namanya salah orang.  

" Kemana lo kutu kupret?" Tanya Kashi heran. " Udah mau bel, untung aja lo masuk. gue kirain lo bakal bolos, soalnya kalau lo bolso gue bakal marah sama lo karena lo ga ajak gue." Sambung Kashi.

" Engga, gue habis dari lapangan belakang." Jawab Acha santai. " Ngapain?" Tanya Kashi heran.

" Sembunyi."

Kashi pun hanya menggeleng-geleng, aneh melihat tingkah sahabat nya yang satu ini. "Oiya Cha, sebenernya tadi kalau lo ga lari, gue bisa kasi tau lo siapa yang sebenarnya usilin lo tadi pagi." 

Acha langsung memutar kursi Kashi menghadap ke arah Acha seratus delapan puluh derajat, disertai tatapan Acha yang benar-benar kesal dan akan menghabisi orang itu.

" SIAPA!?" 

" David lah," Jawaban Kashi barusan justru membuat Acha melongo. tak sesuai ekspektasi, Acha mengira yang mengusili nya justru bakal Aldi, atau Kanno, atau pun Tio.

" Cih, si kampret." Acha mendecih sambil memutar kembali kursi Kashi menghadap ke semula. " Kok lo gamarah sih? biasanya kan.." Kashi kelihatan kebingungan. " shut diem." Ujar Acha yang tak ingin mendengar apa-apa lagi.

#

Ada perselisihan di antara Revina,Stella,Deva, dan Citra saat ini. Semenjak kejadian Stella membela Acha kemarin, geng nya langsung menjauhi Stella. tak segan-segan juga mereka menyemburkan sindiran-sindiran tajam kepada Stella. Namun, Stella hanya menganggap itu semua hanya angin lalu. Stella hanya menganggap sindiran itu keluar kuping kiri dan keluar kuping kanan. 

" Sahabat macam apa yakan Dev, yang memusuhi sahabat nya sendiri? hahaha.." Sindira-sindiran tajam itu sampai sekarang masih terus bermunculan di telinga Stella. 

" Sahabat ? jadi ?" ak

" bangsat! hahahahahahha" 

Sungguh, Stella tidak kuat lagi jika harga dirinya semakin di injak-injak seperti ini oleh orang lain. Siapa juga orang yang tidak kesal jika setiap hari nya terus mendapat sindiran tajam, bahkan menjelek-jelekkan nama baik nya didepan orang lain. otomatis, seluruh orang akan mengenal Stella dengan pandangan sebelah mata. Dan juga Stella adalah tipe anak yang tidak bisa diam saja.

Stella menyimpan seluruh kata-kata mutiara nya disaat yang dibutuhkan nya.

Karena semakin panas, Stella pun berjalan santai menuju meja Revina,Deva dan Citra. Gaya Stella sangat santai, sebelah tangan nya bahkan memegang satu botol minuman yang isi nya sudah setengah. Sambil menuju meja mereka, Stella menyempatkan untuk meminum teguk demi teguk air minum nya. Sesekali juga Stella tertawa renyah mengingat-ingat sindirian dari mereka yang dapat Stella ingat.

" Ngapain lo?" Tanya Revina dengan tatapan jijik nya yang selalu diberikannya kepada orang-orang yand dibencinya. " Gue?" Tanya Stella.

" Iya, lo. orang asing ngapain kesini?" Sahut CItra dengan gaya nya yang selangit.

" Gue mau cerita. Cerita tentang orang yang dulu pernah jadi sahabat gue, cuman sekarang udah jadi sampah. Kasihan ya?" Stella memulai permulaan. Sedangkan Revina sudah memanas, tangan nya bersiap-siap akan menjambak atau bahkan menampar Stella.

" Terus, sekarang orang-orang itu jadi kampungan dan tidak berkelas. Masa ya, ada tuh, marahan tapi pakai acara sindir-sindiran? Cih, kampungan."

Satu layangan nyaris mendarat di pipi mulus Stella, namun dengan sigap Stella menahan tangan Stella dan mencengkram nya sekuat mungkin, membiarkan Revina meringis kesakitan.

" Katanya berani, tapi pakai sindir-sindiran, cih. bocah banget," Sambung Stella. 

" Heh lo ngapain sih dateng-dateng ngajak ribut? terserah kita dong mau gimana sama lo!" Sahut Citra yang sekarang sudah tak kalah panas. Sedangkan Deva, Deva hanya diam dan menunduk. Mungkin, Deva sendiri tidak ingin berselisih dengan Stella. bagaimana pun juga, Deva adalah sahabat nya sejak SD.

" hahaha, kan disini gue nyeritain orang. Salah? ini mulut gue kan? terserah gue juga dong." Balas Stella disertai senyum nya yang benar-benar terlihat seperti seseorang yang ingin membunuh mangsa nya dengan cara perlahan.

" DASAR CEWE GILA!" Pekik Revina, mencoba untuk mendapat perhatian dari seisi kantin.

" Cewe gila? perlu gue jelaskan siapa cewe gila yang sebenarnya? Cewe gila yang merebut pacar orang, sedangkan cewe gila ini sudah tidak ada hbungan apa-apa lagi. cewe gila yang memiliki mulut dengan fungsi menjelek-jelek kan orang lain tanpa tahu kebenaran. dan menjerumuskan oang-orang untuk menjadi Jahat dan tidak menggunakan otak nya masing-masing. Who's crazy? me? or her?" 

Setelah itu, Stella langsung meninggalkan kantin dengan langkah santai tanpa hambatan sedikit pun. Stella berharap perkataan nya tadi tidak masuk kedalam hati Deva. Stella benar-benar menyayangi Deva, Deva sahabat dekat Stella sejak SD. berbeda dengan Revina dan Citra yang benar-benar tidak tahu malu.

Cewek Kulkas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang