KASHI terbelalak kaget saat melihat seorang perempuan masuk kekelasnya dengan ekspresi menahan tangis. Tangan-nya terkepal bebas." Acha! " Sebelum menunggu Acha kemejanya, Kashi lebih dulu menemui nya ke ambang pintu. "Acha,kenapa?" Kashi mengguncang Acha lewat bahunya.
Acha tidak mengubris Kashi dan terus berjalan menuju mejanya. " Gue nanya itu dijawab!"
Acha takut. Acha takut kalau Kashi sudah seperti ini. Acha menghela nafasnya.
" Gue putus,"
***
Deva mengetuk-ngetuk dagu nya menggunakan Spidol berwarna hitam nya, yang tadi digunakan nya untuk memilih Revina sebagai penjawab soal nya dan Stella.
" Gimana? Bisa jawab? Bisa jelasin?" Ulang Deva dengan nada yang memaksa.
Stella menyenggol-nyenggol lengan Deva.
" Udah ah Dev jangan begitu." Deva pun mendekat kepada Stella "Sejak kapan lo jadi penakut?"Stella menghela nafas pasrah.
" Ekhem.." Seluruh murid menoleh ke arah bu Rini. "Jadi gimana? Revina?" Tanya bu Rini yang seperti nya ia sudah kelamaan menunggu.
Bu rini mencondongkan badannya ke arah Stella dan Deva "Mau ganti penjawab?" Tanya nya.
Entah mengapa, Stella dan Deva serempak menggeleng. "Tidak,bu."
Dengan nafas yang memburu, Revina berdiri dengan gaya nya yang sok penguasa.
" Bu! Kalau mereka boleh berdua, saya boleh berdua dong bu sama Citra!" Ujar Revina dengan mata penuh kebencian.
Deva tertawa "Lo.sendiri." Kalimatnya benar-benar dipenuhi penekanan.
Revina maju selangkah.
" Idih enak aja lo! Lo boleh berdua!" Sepertinya, Revina akan mengundang perdebatan di pelajaran bu Rini kali ini.
Stella mulai melangkahkan kaki nya untuk maju selangkah "Kita yang ngasih soal, terserah kita dong."
Revina mengepal tangan nya kuat, kemudian merampas Spidol hitam yang ada di sebelah tangan Deva.
" Santai," Ujar Stella dan Deva kepada Revina dengan lembut. Nada itu, membuat Revina kesal setengah mati. Ingin rasanya Revina mencabik-cabik dua manusia didepan nya ini. "Diem lo!" Balas Revina dengan tatapan tajam nya.
" Ups," Stella dan Deva menyengir.
Revina mulai membuka tutup Spidol nya dan mencoba menuliskan sesuatu di papan tulis. Namun, terlihat Revina terhenti, ia tidak menuliskan apa-apa disana. Kepalanya sesekali di tolehkannya kebelakang, menghadap Deva dengan penuh harap. Seolah sedang berbicara dengan teka-teki, tanpa suara. "Waktu berjalan Revina, silahkan dikerjakan." Kalimat bu Rini sukses membuat suasana kelas menjadi dingin. "Ibu yakin semuanya sudah mengerti tentang materi ini, sebab, kemarin kalian semua menjawab mengerti." Lanjutnya.
10 menit berlalu. Revina tidak juga berkutik di tempatnya, tidak ada tanda-tanda akan terjawabnya sebuah pertanyaan.
Deva dan Stella menghendikkan bahu berbarengan "Banyak gaya sih dia," Ujar Deva meremehkan. Mungkin, ini adalah kesempatan bagi Deva untuk membalas apa yang sudah Revina lakukan ke dirinya dahulu. Selalu menyuruh-nyuruh, dan tidak pernah menghargai seseorang yang selalu ada untuknya.
Revina menoleh ke arah Deva dan Stella "Apa?" Tanya Deva ketus.
"Ngomong apa lo barusan?" Tanya nya.
"Ngomong kalo lo banyak gaya." Jawab Deva disertai senyum licik nya. "Kenapa?" Sambungnya.
Kemudian, Revina mendekat dan menyentuh bahu Deva "Maksud lo apa ngomong gitu!? ha!? lo kira lo siapa!?"
Deva manggut-manggut. Ditepis nya dengan sekuat tenaganya tangan Revina yang tadi bertengger di pundaknya "Kenapa? lo marah?" Tanya Deva. "Baguslah, sekarang kelas ini sudah tau kalau lo cuman andelin Muka lo, padahal? apa yang ada diisi otak lo?!" Lanjut Deva penuh penekanan.
Revina mulai kembali ke depan papan tulis tanpa berniat membalas perkataan Deva tadi. Terlihat tatapan tajam dari Revina, secara tidak langsung Revina mengatakan masalah kita belum selesai.
***
" Seharusnya lo denger penjelasan dia dulu,Acha." Ujar Kashi dengan wajah cemasnya.
Acha menggeleng sambil menunjukkan senyumannya "Udah deh Shi, semuanya juga udah terjadi kan? buat apa dibahas?"
Kashi mendecak "Ya gue takut aja lo bakal kegilaan ga bias Move on." Mendengar itu, mata Acha langsung membulat. "Enak aja lo kalo ngomong!" Bantah Acha dengan cepat.
Sudah sejak 10 menit yang lalu bel istirahat berbunyi. Namun, Acha juga tidak berkeinginan untuk keluar. Oleh karena itu Acha memilih untuk menceritakan semuanya kepada Kashi. Meskipun, awal nya Acha tidak begitu yakin akan menceritakan nya Kashi. Karena, Acha takut nanti Kashi akan mendatangi David seperti Kashi mendatangi Gaza.
Tidak seburuk yang dibayangkan sebenarnya, Kashi merespon dengan baik dan memberi solusi kepada Acha. "Ya enggalah, gue males marah-marah lagi. Sekarang kan udah berubah menjadi Kashi 2018 yang anggun." Kashi menyibak-nyibakkan rambutnya, mungkin niatnya membuat Acha tertawa. Namun, Acha hanya merespon dengan cengiran tak seberapa.
" Kalau lo ga ketawa, mungkin sekarang gue bakal nyari David terus jambakin si Clara."
Langsung. Saat itu juga. Acha mencoba untuk tertawa sekeras-kerasnya. karena tidak ingin Kashi melakukan hal yang sama seperti tahun lalu saat ia putus dengan Gaza.
***
Bel pulang sekolah kali ini terdengar aneh di telinga Acha. Antara harus senang, atau harus sedih atau? biasa-biasa saja?
Acha melangkahkan kaki nya menelusuri koridor sekolahnya menuju halte bus. Selama berjalan, pandangan Acha terus memandang ke arah langit yang sangat terik. Sesekali matanya memicing saking teriknya. "Panas banget,"
Akhirnya Acha dapat meneduh di halte bus. Tidak terlalu buruk, yang penting ada yang melindungi kepalanya untuk tidak terkena sinar matahari yang benar-benar membuat keringatnya bercucuran.
Acha memegang tempat duduk besi yang diduduki nya. Kemudian, menghela nafasnya.
" Hari ini gue pulang sama siapa ya?" Gumamnya, seraya melihat kesana kemari, berharap Kashi lewat didepan nya dan langsung menarik gadis itu, atau langsung masuk kedalam mobil Kashi yang sangat dingin. Huh, Acha sudah membayangkan akan se adem apa kalau dia sekarang berada di dalam mobil Kashi yang dingin. "Kashi lewat dong!"
Acha menutup matanya menikmati khayalan nya tentang AC yang akan menerpa wajah nya diteriknya siang ini.
Acha membuka sebelah matanya perlahan saat merasakan ada sesuatu yang menempel di punggungnya, dan perlahan-lahan mulai merangkul dan, yang peling Acha kesal. Mengacak rambutnya!
"Idih apa-apaan sih! gajelas dateng tiba-tiba!" Kesal Acha kepada seseorang yang ternyata adalah Fathan. "Kalau tiba-tiba lo ngapa-ngapain gue gimana?!" Pekik Acha tepat di depan wajah Fathan.
Kemudian, Fathan menutup kuping nya "Idih berharap banget lo gue apa-apain!" Balasnya tak mau kalah. "Cewek kok hobinya---"
" Apa? mau ngatain gue?!" Potong Acha dengan sigap. Acha melayangkan tatapan tajam nya kepada Fathan sebelum kemudian ia mendengus sebal "Lo mau ngapain sih kesini?!" Geramnya.
" Lo kenapa dah? gue dateng baik-baik ngajakin pulang bareng malah di marah-marahin," Mata Acha langsung berbinar mendengar itu, Mengajak pulang katanya? Mimpi?
Acha tertawa remeh "Kalau mau ngerjain gue, ga mempan."
Fathan langsung berdiri tanpa memerdulikan Acha.
"Oh, yaudah. gue pulang dulu ya naik mobil, sampai dijemput." Setelah itu, Fathan langsung menekan tombol membuka kunci mobil dari sana,
Oh,ternyata mobil nya tak jauh dari sini. Melihat itu, Acha langsung berlari kecil dan menangkap tangan Fathan. "Apa?" tanyanya.
Acha menyengir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Kulkas
Teen FictionKisah tentang David, si Possessive, Pemarah, tapi terkadang manis. Tentang Acha, si keras kepala, bisa berubah-ubah. Bisa manis, bisa jutek, bisa galak. Tentang Stella, Dan tentang Rafi.