TANGISAN yang tak henti-henti terus memenuhi ruangan rumah sakit.
Suara tangis itu terdengar bergema, membuat siapapun yang mendengar nya akan iba.Deva terus menangis tak henti saat Stella tetap tidak sadarkan diri.
Deva menangis sesegukan sambil memeluk Stella.
Peristiwa tadi terputar kembali di kepalanya."STELLA!"
Revina dan Citra saling tatap, kemudian melotot ketakutan, seperti orang yang baru ketahuan selingkuh.
Deva berlari sekencang-kencang nya menuju sudut kelasnya, melihat Stella tanpa kesadarannya.
Wajah bening dan mulus Stella penuh disertai warna merah segar disana.
Dari hidung nya mengeluarkan darah.Ah! Deva baru ingat. Stella adalah anak yang lemah, apalagi tentang ketahanan tubuh.
Air mata Deva mengalir melihat keadaan sahabat nya yang hancur. Hancur disiksa.
Deva mendongak, melihat Revina dan Citra yang ingin berlari.
Deva berdiri dengan nafas nya yang tak karuan, dengan air matanya yang sudah meluncur tadi.
"Lo gak lulus pelajaran Hukum? Lo buta? Otak lo ilang? Atau ga di pake!? Lo bisa masuk kantor polisi kasus penyiksaan anjing! Dasar perempuan gatau diri!"
Saking kesal nya, Deva menamparkan tamparan nya kepada Revina dengan penuh emosi tinggi.
Saat menampar, air mata Deva semakin meluncur.
Tangan nya bergetar, mengingat diri nya pernah bersahabatan dengan wanita tidak punya malu ini."SIAPA LO BERANI NAMPAR NAMPAR TEMEN GU-----AH!" Citra memegang pipinya. Tamparan itu melayang lagi ke pipi Citra.
Pipi kedua manusia yang benar-benar bejat.
Wanita yang sama sekali tidak punya etika dan sopan santun." gue kecewa pernah kenal sama kalian berdua." Ujar Deva sambil menahan air matanya.
Revina maju dan mendorong kepala Deva
" Lo yang mohon mohon sama gue."" GUE MOHON MOHON TEMENAN SAMA LO JUGA KARENA LO DISEKOLAH GA PERNAH DIANGGEP! DARI DULU LO SELALU GA DIANGGEP SAMA SEKOLAH! SAMPE AKHIRNYA GUE SAMA STELLA MAU NEMENIN LO!" Deva berhenti sejenak, menenangkan perasaan nya.
"Sampai akhirnya lo ketemu Citra! Lo rusak Rev! Lo rusak! Lo mau ngerebut mantan lo! Lo penuh dendam!" Teriak nya.
Revina dan Citra terdiam, tidak tahu harus mengatakan apa.
" gue cuman mau bilang. that cctv is working,"
Setelah itu, Deva mencoba membawa Stella pergi.
Saat melewati Revina dan Citra, Deva menyempat-nyempatkan diri untuk menolak Revina dan Citra hingga terjatuh.
"STELLA?!" Deva menoleh ke arah pintu masuk. Disana sudah ada Rafi.
Deva berlari ke arah Rafi dan menangis meraung-raung disana.
Benar, Deva menghubungi Rafi. Karena, disekolah hanya Rafi lah yang sering melawan Revina, dan termasuk teman curhat Stella.
"Dia udah sadar?" Tanya Rafi dengan nada penuh kekhawatiran yang tak tertandingi.
Deva menggeleng "Be--belum."
"Telfon Abang nya!"
***
"Iya kak samain aja pesenan nya." Ujar David pada sang pelayan dengan ramah.
Benar, akhirnya Acha pulang dengan David. Sudahlah, ceritanya panjang!
David menyentuh dagu Acha "Jangan terlalu sebel sama gue, nanti lo nya suka lagi loh sama gue."
Acha dengan sigap langsung menepis tangan David.
"Kebiasaan megang-megang deh!" Pekiknya.
David hanya tertawa renyah "Habisnya lucu."
Acha mulai memutar matanya malas.
Kemudian, Acha menghela nafasnya
Mantan ga harus benci kok. Batin nya."Muka lo kusut abis, laper berat ya?" Tanya David kepada Acha.
Acha tidak menjawab, melainkan hanya menatap mata David dengan tatapan sebal. "Menurut lo?"
David mengangguk sambil tersenyum
"Iya, Laper." Ujarnya."Yaudah, itu tau." Balas Acha.
Tiba-tiba, suara deringan dari ponsel David berbunyi dari kantung celana nya.
David melirik Acha sekilas dengan alisnya yang terangkat satu, seolah meminta izin.
Kemudian, Acha mengangguk, sebelum akhirnya David sedikit menjauh dan mengangkat panggilan itu."Ck,Gagal." Ujar Acha.
Acha mendecak kesal, padahal niat awal nya adalah mengintip siapa orang yang memanggil David tadi.
Senyuman Acha kembali melebar saat melihat seorang pelayan berjalan ke arah meja nya dengan nampan penuh makanan pesanan diri nya dan David.
Acha menimbulkan bunyi dari gesekan garpu dan sendoknya, tandanya siap untuk makan!"ACHA! IKUT GUE SEKARANG!"
***
"De--deva?" Deva dan Rafi langsung menoleh ke arah Stella yang masih terbaring lemah di kasur rumah sakit.
"Stella, jangan banyak gerak." Rafi menahan punggung Stella agar tidak mencoba untuk duduk atau pun menghampiri Rafi dan Deva.
Namun, Stella merasa risi "Lepas,Raf."
"Gue gasuka kalau lo bantah gue Stel, apalagi tentang kesehatan lo!" Tegas Rafi.
Deva bungkam.
Tidak pernah ia melihat Rafi se- protect ini kepada Stella.
Ah sudahlah! Intinya Stella sudah sadar, dan Stella masih mengetahui Rafi dan Deva.
Astaga! Deva gak waras! Masa ngira Stella bakal Amnesia sih?!"Aduh..sakit.." Stella meringis, tangan sebelah kanan nya memegang kepalanya, sedangkan yang sebelah kiri memegang pipinya yang memar. "Ah." Ringis nya lagi.
Deva yang melihat itu merasa iba. Tidak habis fikir dengan tingkah laku Revina dan Citra yang bisa se tidak berpendidikan ini. Kecewa. Benci. Marah. Dendam. Itu yang dirasakan Deva sekarang.
"Mana yang sakit?" Tanya Rafi mendekat.
Stella memejamkan matanya sebentar, menahan rasa sakit yang terus menjalar di sekitar wajah nya. Wajahnya habis-habisan di tampar, dan di cakar oleh Revina dan Citra tadi.
Rafi memegang tangan Stella.
"Raf?" Tanya Stella heran. "Kenapa?" Balasnya.
Stella mengarahkan pandangannya ke arah tangan nya "Tangan lo?"
"Lo arahin pake tangan gue, mana yang sakit." Jawab Rafi sambil memamerkan senyuman nya.
Deva hanya bisa diam, menyimak keromantisan dua manusia ini.
Sesekali, Deva membayangkan diri nya dengan pacar nya sekarang yang sedang LDR, Justin.
Sudahlah! Ini bukan waktu nya menghayal Dev!"STELLA!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Kulkas
Teen FictionKisah tentang David, si Possessive, Pemarah, tapi terkadang manis. Tentang Acha, si keras kepala, bisa berubah-ubah. Bisa manis, bisa jutek, bisa galak. Tentang Stella, Dan tentang Rafi.