peringatan: chapter ini mengandung banyak kata-kata kasar yang frontal! diharap bijak dalam membaca!
Disini memang ada yang sakit.
Gue termenung di meja walas gue. memandangi anak-anak yang sedang makan siang di kelas. Gue lirik bangku Soraru. Anak itu diam di sana. Sejak pagi, dia tak bicara sepatah kata pun. Bahkan Kashi sampai tak berani untuk sekadar menyapanya. Semua anak segan mendekatinya. Tak lain karena apa yang terjadi pada Mafu membuatnya tak berhenti melemparkan tatapan tajam pada siapapun yang menatap dan bicara padanya sejak pagi.
"Jadi begini Soraru kalau tidak ada Mafumafu, ya..." gue bermonolog. Benar, bocah raven itu bahkan tidak terlihat tidur sepanjang hari ini. Dia lebih sering tiba-tiba menggebrak meja, kemudian pergi keluar dari kelas di tengah pelajaran. Kalau ada guru yang menegur, dengan sarkasnya dia justru melempar makian tanpa rasa bersalah, dengan airmuka redup.
Gue baru saja akan berdiri, kalau saja Amatsuki tidak tiba-tiba menarik lengan gue. gue spontan menoleh. "Jangan deketin Soraru dulu, Pak," ujarnya memperingatkan. Gue membalas dengan gelengan, "Kasian dong kalo dia dicuekin mulu. Kita harusnya hibur dia dong saat ini..."
Amatsuki menarik lengan gue semakin kuat. "Pak, kata Kashi, read the situation is very important, Pak..." cerocos dia masih kekeuh.
Weh, nginggris banget tuh anak!
Gue garuk-garuk kepala. Sebenernya agak ngga penting juga gue takut ama ntu bocah. Toh gue gurunya. Lagian gue udah kebal sama omongan sarkasnya itu. "Iya, Nak... Bapak dah baca situasi, kok... ini emang lebih baik kalo kita hibur aja sekarang. Lagian kayaknya orangnya dah mulai adem, kok, tuh," balas gue sekenanya.
Kemudian akhirnya gue nyamperin bocah itu. Gue tepuk pundaknya yang langsung disambut lonjakan kaget disertai tolehan kasar dengan sorotan mata tajam. "Mesum!" umpatnya sadis.
Gue menelan ludah. Aneh, apa yang salah dengan tindakan gue? padahal gue cuman nepuk bahunya doang. Ah, tidak, tidak, bukan itu yang harus gue bahas sekarang.
"Soraru, ntar mau ikut Bapak jenguk Mafu, ngga?" ajak gue halus. Bocah itu diam saja, tapi sorot matanya melunak. Syukurlah, sepertinya berhasil.
"Iya, Sor, entar kita ke sana bareng-bareng, yuk!" tambah Kashi yang tahu-tahu sudah ada di sebelah gue. "Aku juga ikut!" imbuh Kain sambil mengangkat tangannya disertai anggukan dari Luz. "Kita juga ikut!" seru Shima dan tiga kawannya semangat. Anak-anak lain juga mulai ikut berkerumun. Menyemangati Soraru.
Mata bocah biru itu berkaca-kaca. Namun setelah itu kepalanya tertunduk, membuat helaian ikal menjadi tirai bagi kedua obsidian birunya. "Soraru ngga ikut," ucapnya pelan.
"HEEE??! KENAPA??" semua berseru kompak.
Kedua tangan menutupi wajah putihnya, menyembunyikan ekspresinya dari atensi dunia. "Soraru bukan teman yang baik..." punggungnya gemetar. Suaranya terdengar serak dan parau, "Soraru ngga bisa ngelindungi Mafu, Soraru jahat... Soraru yang bikin Mafu jadi gitu..."
"Itu ngga benar, kok!" sangkal Urata. "Iya, itu bukan salah Soraru!" timpal Kuroneko. Soraru tetap menggeleng. Kemudian masih dengan wajah tertutup kedua tangannya, dia berteriak keras,
"KALIAN NGAPAIN, SIH?! KENAPA KALIAN BEGITU SAMA AKU?? BUKANNYA AKU INI MONSTER?? AKU NGGA BERHAK PUNYA TEMAN!!! KALIAN SEMUA BEGO! POLOS! GAMPANG DIGOBLOKIN! LIHAT? AKU ORANG YANG KAYAK GINI, KENAPA KALIAN BERSIKAP BAIK SAMA ORANG KAYAK AKU??!"
Hening, semua membeku di tempat. Gue sweatdrop, gue ngga pernah ngeliat Soraru kayak gini. Dia bener-bener ngga kalem.
"Itu ngga benar, loh, Soraru," Kashi buka suara setelah keheningan total selama beberapa waktu itu, "kamu teman kami. Kami ngga pernah ngerasa tersinggung, kok, dengan cara bicara kamu yang nyelekit itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Utaite and Their School [END]
Fanfictionpara utaite berubah jadi anak SD unyu-unyu sekaligus kurangajar. seorang guru baru bernama Pak Shoose ditugaskan untuk mengajar anak kelas 2-C yang memiliki keanekaragaman hayati berupa anak-anak yang imut-imut sekaligus amit-amit. akankah guru baru...