7

107 13 0
                                    

Aku mencoba tetap tenang dan tidak panik. Bagaimanapun, Elian pasti punya alasan melakukan ini padaku. Ia hanya harus menjelaskan apapun itu. Ia masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi.

"Elian.."

Ia tak menanggapi aku. Hanya memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong. Astaga, apa yang terjadi padanya?

"El.."

Ok ini semakin mirip film psikopat dimana korbannya akan ketakutan setengah mati dan pelaku hanya diam sebelum mengeluarkan pisau dan membunuh korbannya.

"Elian jawab gue!"

Akhirnya Elian berpaling untuk menatapku. Dipandangnya mataku lekat-lekat, aku tahu ia menyimpan kerinduan di sana. Tapi aneh, itu tatapan yang lain. Tatapannya terasa dingin.

"Gue ngaku salah Diandra.."

"Iya El, udah. Gue gamau inget-inget lagi."

"Gue salah.. gue gak tahu kalo jadinya bakal gitu."

"Semua udah terjadi. Gue gak nyesel pernah jadiin lo sebagai bagian dari kisah gue."

"Gue salah Diandra, maafin gue.."

"Iya Elian, udah. Stop."

"Gue cuma.. gue cuma gamau putus dari lo. Gue cuma mau lo tetep jadi pacar gue."

"Dan Tiara? Setelah semua yang terjadi?"

"Gue sayang sama lo. Begitu juga gue suka sama Tiara."

Bangsat.

"Elian, gue manusia. Gue punya hati. Gak sepantasnya lo jadiin gue sebagai mainan. Keputusan gue buat pisah sama lo adalah yang paling baik. Gue gak bisa terus-terusan lo sakitin."

"Gue gak bisa milih antara lo sama Tiara."

"Please, Tiara udah punya Rafa. Lo juga harusnya mikir kalo gue pacar lo. Tapi nyatanya? Lo bahkan gak menghargai kemanusiaan gue, El."

"Gue sayang sama lo. Tapi kenapa lo malah jadian sama cowok lain? Gak ada yang boleh milikin lo setelah lo putus dari gue Di!"

Aku tidak bisa berkata-kata. Lelaki macam apa Elian ini? Bagaimana bisa ia dengan mudah menginginkan dua perempuan sementara aku harus terus menerus tersiksa batin karena kelakuannya?

"Diandra.. gue.."

"Apa?"

Elian mencondongkan mukanya mendekatiku. Apa yang mau dilakukannya? Aku sungguh ketakutan. Nafasnya yang berat bisa kurasakan. Tidak! Ini sudah kelewatan. Aku membuka pintu mobil yang tidak terkunci. Segera aku lari meninggalkannya. Aku bisa merasakan ia mengejarku. Tentu saja aku bisa tahu derap langkah di belakangku. Yang bisa kulakukan hanyalah lari dan lari.

Aku mengutuk langkah kakiku yang lama. Berkali-kali aku tersandung dan hampir jatuh. Tidak lama lagi. Aku sudah bisa melihat tenda back stage. Aku hanya harus menyusul Gerald untuk meminta perlindungan.

Tinggal beberapa langkah lagi aku sampai namun kakiku dijegal dari belakang oleh Elian. Aku tersungkur di tanah. Sungguh aku sangat takut saat ini, air mata mulai menuruni pipi. Aku takut. Ini bukan Elian yang ku kenal.

Ia semakin mendekat bahkan menarik kerah kemejaku dengan kasar. Hembusan napasnya bisa kurasakan di telingaku. Ia berbisik, sangat pelan, tapi mendengarnya saja membuatku takut

"Lo harus jadi milik gue."

Aku berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan tangannya dari tubuhku. Aku berteriak namun tangannya membekap mulutku. Aku tak bisa bernapas lagi. Pengap. Pusing. Gelap. Yang kulihat terakhir hanya mata tajam milik Elian.

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang