Aku bergegas meraih handphoneku untuk menelepon Mas Wildan. Peduli apa aku dengan pekerjaannya yang super sibuk sebagai CEO salah satu perusahaan ayahnya di Surabaya. Dengan semangat aku menggulir kontak mencari nama sepupuku yang paling kusayang itu.
"MAS WILDAAAAAN!"
"Astaghfirullahaladzim ada apa Dek?"
"Hahaha lo lagi sibuk gak?"
"Baru selesai rapat. Napa?"
"Lo tau gak.."
"Apa?"
"Gue.. tadi.. ketemu.."
"Siapa?"
Nada suaranya mendadak serius. Aku tahu ia sedang menyiapkan diri untuk terkejut. Andai saja aku membawa kabar tentang Gerald, pasti lebih membahagiakan.
"ERIC!"
"Enrico Adinata? Apa Eric siapa?"
"Eh namanya Enrico Adinata? Kok dipanggil Eric?"
"Ah elah Eric siapa?"
"Eric temen lo dulu yang bantuin gue ngejar Stella."
"Iya Enrico namanya. Kok lo bisa ketemu dia?"
"Itu ternyata dia kakaknya pacarnya Sherly. Terus dia ngajak gue jalan masa ntar malem."
"Yaudah turutin aja. Siapa tau kecantol ya kan,"
"Mulut lo jaga! Gue nunggu Gerald."
"Gimana mau lo aja deh. Tapi gue gak mau ada acara lo nyaris bunuh diri kaya dulu."
"Iya-iya ah apasih masalah dulu dibawa-bawa mulu."
"Gimana nggak dibawa. Gue juga hampir mati ngerasain punya adek kaya lo."
"Mas Wildan gak asik ah. Males gue. Bye!"
Aku menutup telepon secara sepihak. Merasa kesal pada Mas Wildan yang masih mengungkit peristiwa dua tahun lalu saat aku hampir mengiris pergelangan tanganku dengan pisau. Entah darimana datangnya, Mas Wildan langsung membuang pisauku dan memelukku erat. Ia begitu marah saat itu. Marah pada dirinya sendiri, dan marah pada Gerald yang menyebabkan diriku hancur seperti itu. Biarlah, lagipula itu masa laluku. Aku hanya terlalu labil dan tidak kuat waktu itu. Meski sekarang pun aku juga masih belum stabil.
Enrico Adinata added you as friend.
Aku terkejut melihat notifikasi lineku yang menampilkan nama Eric disana. Bagaimana ia bisa menambahkanku dalam friend's lists nya?
Enrico Adinata : Hi
Karena sudah terlanjur kubaca, sekalian saja aku membalasnya.
Diandra Wijaya : Hallo
Enrico Adinata : Jangan lupa jam 7
Diandra Wijaya : Mau kemana si?
Enrico Adinata : Jalan aja kemana gitu
Diandra Wijaya : Gamau ih kl jalan, capek
Enrico Adinata : Naek mobil elah
Diandra Wijaya : Nah gitu
Enrico Adinata : Jangan dandan. Ntar lo cantik.
Diandra Wijaya : Ya
Entahlah, tapi Eric mengingatkanku pada Gerald. Dulu Gerald pernah kesal karena aku tampil cantik dengan gaun pendek saat pergi dengannya ke acara pertunangan sepupunya. Ia marah melihat kakiku terbuka, melihat wajahku terpoles riasan, dan bajuku yang berlengan sangat pendek. Lagi-lagi ingatan tentangnya datang padaku. Aku benci mengakuinya, tapi aku benar-benar rindu ingin bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard
Teen FictionMengenalnya, seperti menaiki rollercoaster dengan sabuk pengaman yang dilonggarkan. Mendebarkan sekaligus menyenangkan. #465 teenlit on May 2018 Enjoy reading and don't forget to vote?