"Kenapa gak mau makan, hm? Badannya jadi kurus gini," ucapnya sambil memegang tanganku.
Aku terdiam kesal. Kenapa juga ia bertanya, jelas karena kau, bodoh! Air mataku terbuang seember juga karenamu!
"Makan nih," ia membuka kotak berisi nasi dan ayam goreng tepung itu.
"Kenapa lo pergi?" Tanyaku pada akhirnya.
"Ini nanti keburu gak enak makanannya,"
Bukannya menjawab malah mengalihkan pembicaraan. Aku yakin ayam gorengnya akan tetap enak sampai besok pagi.
"Kenapa lo pergi?" Aku menekankan nada bicaraku pada setiap kata.
"Ntar kamu sakit kalo gak makan,"
"Tuli!"
Gerald beralih menatapku, tangannya bergerak untuk mengusap kepalaku dengan halus yang segera kutampik.
"Lo kemana aja?"
Air mataku mengalir pelan dari mata. Aku tak bisa membendungnya, aku tak mau membendungnya. Biar Gerald melihat apa yang ia perbuat pada adik kecil Mas Wildan ini. Berengsek bisa-bisanya ia membuatku terkungkung ketidaktahuan. Tangannya mengusap air mataku. Kutatap wajahnya, ia tampak lelah. Matanya juga tampak lelah kurang tidur. Ada apa dengan Geraldku?
"Gerald jawab lo kemana aja? Lo kenapa giniin gue berengsek banget sih lo," aku mulai marah tak jelas dan berteriak di kamar. Gerald hanya memandangku dengan sedih. Bukan ini yang kumau, aku hanya mau penjelasan darinya!
Tanganku bergerak untuk memukul tubuhnya yang kokoh itu. Ia bahkan tak bergerak untuk mencegahku. Hanya diam disana menatapku dengan pandangan sendu.
"Kamu boleh marah," katanya pelan.
"JELAS GUE MARAH! LO SEMBUNYIIN APA DARI GUE?"
Aku berteriak dalam tangisku. Kalau teriakanku sampai keluar kamar, aku tidak peduli. Biar sekalian semuanya tahu kalau Gerald bodoh telah membuatku hilang akal saat ini. Namun ia kembali diam tanpa mempedulikanku yang setengah kesetanan saat ini. Ia masih terus menatapku.
"Gerald jangan diem aja. Gue gak suka lihat lo gini,"
"Ger jawab gue lo kenapa.." suaraku melemah. Aku hampir menyerah melihatnya terus diam tak memberi jawaban padaku.
"Aku kangen kamu, Di."
"Apalagi gue, bego! Lo kenapa sih Ger, lo diapain sama Karen? Sejak malam itu lo gak bicara lagi sama gue! Ini udah seminggu Ger, lo.. lo ninggalin gue,"
Kali ini tangisku berubah menjadi isakan yang dalam. Ia merengkuhku dalam pelukan, membiarkanku menangis di dadanya. Kuhirup aroma parfum yang kurindukan itu, Gerald tak ubahnya candu dalam diriku beberapa waktu ini. Air mataku terus turun menumpahkan semua kekesalanku. Kemeja yang dipakainya bahkan basah karena air mataku.
Ia melepas pelukannya dan menghapus air mataku dengan tangannya. Aku mendongak menatap wajahnya. Astaga ia bahkan menitikkan air mata saat ini. Aku jadi semakin penasaran apa yang dialaminya seminggu terakhir, mengapa ia menghilang dariku selama ini?
"Badan kamu panas," katanya dengan raut muka khawatir.
Persetan dengan badan panas, aku butuh kau untuk mengatakan hal yang lebih penting saat ini!
"Ini panas gara-gara elo. Konyol banget ya gue nangisin lo yang gak jelas kemana dan tanpa kabar gitu?"
"Aku antar ke dokter setelah ini,"
"Setelah lo jelasin apa yang terjadi,"
Seberapa keraspun aku mencoba menghentikan, air mataku kembali mengalir. Aku jadi kehilangan sosokku yang ceria. Satu bulan lalu aku masih Diandra yang periang tanpa beban. Semuanya berbalik total saat ini, aku hanyalah Diandra yang cengeng dan lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard
Teen FictionMengenalnya, seperti menaiki rollercoaster dengan sabuk pengaman yang dilonggarkan. Mendebarkan sekaligus menyenangkan. #465 teenlit on May 2018 Enjoy reading and don't forget to vote?