Kepalaku pusing sekali. Untuk membuka mata saja aku masih merasa malas. Kugerakkan tanganku untuk menerka aku ada di mana. Setidaknya aku masih mengingat kali terakhir yang terjadi padaku. Tunggu, itu artinya..
Entahlah, aku tidak yakin. Tapi aku tetap tidak berani membuka mata. Yang bisa ku tebak hanyalah aku berbaring di atas ranjang empuk yang harum. Aku juga bisa mencium wangi pengharum ruangan di sekitarku. Sepertinya ini kamar berpendingin ruang. Merasakan empuknya, bantal yang ku pakai sekarang berisi bulu. Aku ada di mana?
"Dek, bangun. Mau tidur sampe kapan lo?"
Perlahan aku membuka mata untuk menyesuaikan cahaya yang kuterima. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruang. Ini kamar berukuran sekitar 5x5 meter bercat putih dan wangi. Ada Mas Wildan duduk di kursi samping ranjang.
"Gue kok di sini?"
"Maaf, semalem gue harusnya biarin lo di rumah. Gue gatau kalo jadinya Elian bakal ngelakuin hal senekat itu."
"Elian gimana?"
Aku tidak bisa berpikir dengan baik. Otakku dipenuhi rasa penasaran akan apa yang terjadi semalam. Aku ingat dengan jelas, tapi tidak setelah aku pingsan karena kehabisan napas.
"Dia udah diberesin sama Gerald. Lo tenang aja."
"Diberesin gimana? Sebenernya dia kenapa?"
"Dia gabaik buat lo. Dari awal deket sama dia juga gue udah mulai ngawasin lo. Untung sekarang udah putus."
Bagaimana Mas Wildan mengawasiku? Bagaimana juga ia bisa tahu semuanya? Aku terlalu bodoh untuk bisa mencerna situasi yang terjadi di sekitarku. Yang aku yakini adalah ada sesuatu yang besar antara Mas Wildan, Gerald, dan Elian. Sesuatu yang aku tidak bisa menebaknya dengan mudah.
Kudengar suara pintu terbuka. Gerald masuk membawa semangkuk sereal untuk sarapan pagiku. Oh benar, ini sudah pagi. Aku bisa melihat cahaya matahari dari jendela di samping tempat tidur ini.
"Makan dulu. Gue tau lo gabisa lewatin sarapan."
Aku mengangguk pasrah dan meraih mangkuk bergambar mickey mouse berisi penuh sereal dan susu. Aku duduk dan makan dengan perlahan sementara menunggu waktu yang tepat untuk menanyakan perihal Elian pada mereka berdua. Tentu saja mereka berutang penjelasan padaku.
"Diandra, lo harus tau beberapa hal tentang Elian, tentang gue, juga kakak sepupu lo ini."
Aku masih mengunyah sambil menatap penuh perhatian pada Gerald yang sedang berbicara. Ia menarik napas lalu berbicara lagi.
"Elian itu gimana ya bilangnya, dia maniak."
Aku tersedak sereal berbentuk bintang berwarna kuning yang rasanya manis tapi jadi mematikan karena hampir masuk paru-paru.
Mas Wildan tergopoh-gopoh keluar kamar untuk mengambil air minum.
Aku minum seteguk air. Lalu memasang tatapan penasaran pada Gerald.
"Tiara itu adik temen SMA gue. Gue juga kenal sama dia karena gue pernah dateng ke klub basketnya. Dia dari lama dikejar-kejar sama Elian. Tapi lama-lama Elian ini jadi aneh. Bukan suka lagi, tapi kesannya malah terobsesi. Sampe akhirnya dia kenal lo dan nyoba deketin. Akhirnya kalian jadian. Tapi lo harusnya lebih paham gimana sikap dia selama kalian pacaran. Yang gue tahu, Elian suka ngajak lo jalan sekadar beli es krim di supermarket yang biasa kalian datengin. Yang mana itu adalah tempat favorit Tiara buat beli es krim juga. Lama-lama Tiara jadi deket sama Rafa yang juga kenalan gue. Menurut gue, Elian patah hati dan cari pelampiasan buat rasa sakitnya. Dia berusaha jadiin lo semirip mungkin sama Tiara. Dia mulai ngubah kebiasaan lo, mulai bikin lo suka sama hal-hal yang juga dilakuin sama Tiara kaya makan es krim, pakai sweater, dan hal lain. Yang terjadi di malam pensi itu gak sepenuhnya bener kalau berdasarkan pengakuan Elian. Mobil Tiara emang rusak, itu gue yang bikin. Handphone Rafa gak aktif saat ditelfon itu juga gue yang atur. Sampai akhirnya Tiara gak punya pilihan lain selain telfon Elian buat bantuin dia. Ya, apa yang dituduhin Rafa ke Elian saat itu benar. Elian yang berusaha godain Tiara. Tapi keburu ketahuan sama Rafa terus mereka berantem dan kepergok sama lo..."
"Berhenti."
Aku tidak tahu mana yang lebih menakutkan, punya pacar -yang sekarang sudah jadi mantan- seorang maniak atau punya kenalan seorang stalker yang hampir gila. Nafsu makanku menghilang seketika.
Gerald diam dan memandang kakakku dengan pandangan yang tidak bisa kuartikan. Kali ini Mas Wildan mencoba untuk mengatakan sesuatu. Demi Tuhan, aku tidak sanggup lagi mendengar apapun.
"Dek, lo harus tau cerita lengkapnya. Gue gamau lo ngerasa insecure setiap saat. Oke, dengerin gue sekarang. Apa yang terjadi di supermarket pas Gerald beli shampo juga udah direncanain sama Gerald. Dia tau kalo Elian bakal dateng karena saat itu juga waktu dimana Tiara sering mampir buat beli es krim. Gerald ngawasin kalian dari jauh dan muncul di saat yang tepat. Tapi dia gak sampe ngira lo bakal ngaku-ngaku jadi pacarnya. Tapi bagusnya secara gak langsung lo udah bikin Elian masuk jebakan kita. Dia jadi patah hati dan mulai frustasi karena lo udah punya pacar baru. Apa yang kira-kira bakal dilakuin sama orang kaya Elian saat dia tau apa yang pengen dia miliki udah dimiliki sama orang lain?"
Kali ini aku benar-benar terdiam. Ada sesuatu menghantam hatiku dengan keras.
"Dia bakal berusaha ngerebut lo lagi. Apapun caranya."
Gerald memandangku dengan pandangan serius.
"Terus? Yang lo lakuin ke Elian semalem apa?"
"Gampang aja, gue bikin dia malu karena udah lakuin hal gak bener ke lo. Ada banyak temen lo tadi malem, di tengah lagu gue lari ke backstage dan nyari lo karena gue gak liat lo di depan stage. Tapi yang gue lihat adalah gak jauh dari tenda lo gak sadarkan diri di tanah dan ada Elian yang hampir aja ngelakuin hal kurang ajar. Yaudah kan gue hajar dia di tempat. Terus beberapa orang dateng karena tau ada keributan. Temen lo, Sherly juga dateng. Setelah itu gue bawa lo ke backstage dan of course semua jadi mudah. Elian bakal dapet sanksi sosial dari temen-temennya."
Aku tidak bisa berkata-kata. Bukan hanya Elian yang menanggung malu, tapi aku tentu saja dapat bagian lebih besar. Aku panik. Sangat panik hingga kau bisa mengeluarkan badut dari pantatku dan aku tidak akan merasa terkejut sedikitpun.
Menangkap ekspresiku, Gerald mengatakan kalimat yang lebih membuatku terkejut hingga aku ingin memuntahkan isi perutku.
"Kita lanjutin permainan ini. Mulai sekarang, gue pacar lo. Lo gabisa nolak. Gue udah kantongin izin dari Mas Wildan tersayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard
Fiksi RemajaMengenalnya, seperti menaiki rollercoaster dengan sabuk pengaman yang dilonggarkan. Mendebarkan sekaligus menyenangkan. #465 teenlit on May 2018 Enjoy reading and don't forget to vote?