9

87 13 0
                                    

Siapa yang mengira kalau Gerald benar-benar menjadikanku sebagai pacarnya. Waktu dia mengatakan kemarin aku kira itu bagian dari rencananya. Aku tidak masalah dengan hal itu hanya saja.. menjadi pacar seorang Geraldy Sebastian akan membuatku kerepotan nantinya mengingat ia berparas tampan dan anak band yang digilai hampir setiap remaja di kotaku.

Sore ini aku diajak Gerald pergi untuk menemaninya di acara pertunangan sepupunya. Demi Tuhan aku bingung mau pakai pakaian seperti apa. Ini acara resmi dan aku bahkan tidak punya baju yang sesuai. Setelah cukup lama dan hampir frustasi tidak punya pakaian, Gerald mengetuk pintu kamarku dan memberikan paper bag yang isinya dress cantik berwarna hitam. Dengan sigap segera aku berganti pakaian dan memakai dress yang diberi Gerald.

Satu hal lagi, aku tidak terbiasa memakai high heels. Bagaimana mungkin aku memasangkan dress formal seperti ini dengan sneaker bututku? Tapi mau tak mau aku harus mengenakan sepatu berhak tinggi itu. Selama satu jam aku sibuk dandan dan menata rambut. Jadilah aku malam ini mengenakan dress hitam selutut berlengan pendek dan high heels hitam ditambah make up tipis dan rambut yang kugerai rapi. Kurasa sudah cukup sesuai untuk acara seperti ini.

"DIANDRA JANGAN LAMA-LAMA NANTI TELAT"

Hanya satu yang membuatku kesal, teriakan Gerald yang tidak tahu tempat. Buru-buru aku keluar kamar dan menggerutu kesal padanya. Gerald tampak mematung melihatku. Iyalah aku kan cantik, pikirku.

"Itu kenapa bajunya pendek?"

Kenapa malah bertanya kan dia yang memberi. Dasar.

"Kan emang ini yg dikasih."

Gerald tampak menepuk dahi lalu berkata

"Sialan Wildan. Gue minta dia beli yang panjang kenapa jadinya pendek gini. Tuh lihat kaki lo jadi terekspos. Mana kakinya kaya kaki cewek lagi."

"Lah kan gue emang cewek."

"Maksud gue kaki lo bagus. Ah enggak, gue gamau ngeliat kaki lo. Itu kenapa pake riasan juga?"

"Yakali Kak gue juga tau lah mana acara yang harus dandan mana yang enggak. Lo sewot banget apa gue gausah ikut aja?"

"Eh jangan. Yaudah gitu aja gapapa. Ayo berangkat keburu telat."

Dasar freak! Setengah jengkel aku mengikuti ia masuk ke mobil. Gerald juga tampak beda dari biasanya. Ia mengenakan setelan jas berwarna hitam pada umumnya. Rambutnya juga rapi, ku rasa memang gantengnya Gerald hanya pada rambut. Selebihnya hanya membantu. Pada dasarnya ia memang sudah tampan dan memukau, pantas saja banyak yang ngefans. Bisa-bisanya ia tampak ganteng lalu aku tidak boleh cantik. Nanti kan dikira aku bukan tamu di sana.

Mobil terus melaju dan akhirnya berhenti di sebuah hotel mewah. Kami turun dan berjalan ke ballroomnya. Semua tampak mewah. Aku lihat juga banyak keluarga Gerald di sini. Bisa kupastikan saat aku melihat ia berbincang akrab dengan beberapa dari mereka. Aku hanya berdiri sambil melihat-lihat dekorasi ruangan ini. Hingga tiba-tiba Gerald menggandeng tanganku dan membawaku untuk bertemu dua orang yang akhirnya kuketahui sebagai ayah dan ibunya.

"Ma, Pa. Ini Diandra."

Aku dengan sopan mencium tangan kedua orang tuanya. Aku masih merasa canggung dan hanya bisa tersenyum.

"Oo ini Diandra. Cantik anaknya. Kamu sepupunya Wildan?"

"Iya, Tante."

Ibu Gerald masih tampak segar dan cantik meski tidak muda lagi, bagaimanapun kerutan di sekitar mata tidak bisa membohongi. Beliau cantik, pantas saja anaknya tampan seperti ini.

"Kapan mau tunangan sama Gerald? Biar dia bisa cepet nyusul saudara-saudaranya."

Kali ini ayahnya yang menyahut.

"Iya Pa, nanti aja mikirnya. Diandra baru aja masuk kuliah masa udah tunangan sama aku."

Aku benar-benar merasa aneh. Hanya bisa tersenyum kadang-kadang.

"Udah Pa, Ma. Aku mau kesana dulu. Ayo, Sayang."

APA? Dia memanggilku apa tadi?

Aku mengangguk sebentar dan tersenyum kepada kedua orang tua Gerald lalu pergi. Ternyata dia mengajakku keluar ballroom. Bodoh.

"Sekarang lo harus tau kenapa gue jadiin lo sebagai pacar."

"Kenapa?"

"Gue janji sama orang tua gue buat bawa pacar gue dateng ke acara ini. See, mereka seneng banget lihat lo. Makasih banyak."

"Oh. Jadi sekarang kita udah bukan pacar lagi?"

"Masih."
"Kenapa gitu? Kan udah selesai misi lo."

Ada jeda sebentar sebelum Gerald tersenyum lalu berkata.

"Gue emang suka sama lo. Gak mungkin Wildan ngizinin gue buat jadiin lo sebagai pacar bohongan."

Entah tapi ada yang aneh pada diriku saat mendengar kalimat itu dari mulut Gerald. Aku tidak bisa berhenti tersenyum.

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang