38

19 5 0
                                    

Tadi malam Eric menelepon ingin mengajakku berkeliling untuk jalan-jalan. Sekuat tenaga aku menghindari Mas Wildan namun tetap saja ia menguping pembicaraanku dan mengancam Eric melalui chat agar ia diperbolehkan ikut pergi.

Pagi-pagi sekali Mas Wildan sudah membangunkanku. Ia bahkan sudah siap untuk travelling hari ini. Tak lupa ia membawa kamera DSLRnya yang sengaja disiapkan kemarin sebelum berangkat. Aku bergegas mandi dan berganti pakaian. Hari ini aku memakai celana jeans selutut dan kaus pendek yang tipis serta jaket yang kuikatkan di pinggang. Rambutku terkuncir rapi dan tak lupa membawa perlengkapan pribadiku.

Sesuai rencana Mas Wildan -yang memaksa- kami akan pergi ke air terjun Kedung Pedut dan Puncak Suroloyo. Aku sendiri belum pernah kesana sama sekali. Berbekal ke-sotoy-an Mas Wildan, kami bertiga nekat pergi. Kuhampiri Mas Wildan yang sedang makan dengan lahap di bawah. Ia yang paling antusias sejak semalam. Lihat saja ia hari ini memakai celana pendek, sepatu, kaus, scarf, tas yang melingkari pinggangnya dan kacamata. Ia tak ubahnya pendaki salah tempat.

"Lho hwarush makhawn dwulu," ia berbicara dengan mulut yang penuh. Serta merta aku menggetok kepalanya dengan sendok.

Aku mencomot roti bakar dan minum segelas susu serta mengambil air mineral dari lemari es sebagai bekal nanti. Mas Wildan masih menggerutu sambil mengusap kepalanya ketika Eric datang berpakaian santai.

"ERRHWIC!"

"MAS ITU DITELEN DULU MAKANANNYA!"

Aku terpaksa berteriak karena risih melihat Mas Wildan yang berteriak dengan mulut penuh makanan. Ibuku di dapur hanya geleng-geleng melihat tingkah keponakannya yang jenius itu. Eric menghampiri ibuku dan mencium tangannya untuk pamit pergi bersama aku dan Mas Wildan.

***

Kami berkendara menuju Kedung Pedut, wisata air terjun yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Eric duduk di depan bersama supir yang juga pemandunya sementara aku harus berbagi tempat dengan Mas Wildan yang berubah jadi sangat menyebalkan saat liburan. Perjalanan satu jam terasa sangat menjengkelkan dengan usilnya Mas Wildan yang suka menarik tali rambutku.

Kami tiba di sana satu jam kemudian. Cuaca agak panas namun tak mengurangi rasa semangat kami -terutama Mas Wildan. Dari tempat kami berhenti masih harus berjalan kaki sekitar 400 meter melalui jalan setapak yang licin. Berkali-kali aku hampir terjatuh dan selalu dipegangi oleh Eric. Mas Wildan sendiri sudah melesat jauh ke depan meninggalkan kami berdua.

"Wildan kenapa sih dari tadi malem ngebet banget?" Tanyanya sambil tertawa geli melihat Mas Wildan yang seperti anak kecil hari ini.

"Tau tuh katanya pengen nyari bidadari lagi mandi. Dia kebanyakan kerja jadi agak geser kali otaknya,"

Sambil terus berpegangan pada Eric aku berjalan melintasi bebatuan licin yang naik-turun sehingga butuh keseimbangan. Tak jarang aku hampir jatuh karena lengah. Namun rasa lelahku terbayar ketika melihat keindahan alam yang terpampang dengan jelas di depan kami.

Ada dua aliran air yang memanjakan mata. Satunya berwarna putih jernih, dan satunya lagi kehijauan. Aku berbinar-binar melihat jernihnya air yang seakan memintaku untuk berenang di dalamnya. Karena tak membawa baju ganti aku hanya melihat dari tepi kedung atau kolam yang indah itu.

"Gak pengen nyebur? Itu Wildan udah renang loh," kata Eric menyadarkanku yang masih terpesona keindahan alam ini.

"Gak bawa baju ganti." Kataku cemberut.

"Gak apa-apa lagian ini panas ntar juga kering,"

Aku menggeleng enggan. Eric mengalah dan menceburkan dirinya di air yang terlihat segar itu.

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang