3

138 16 0
                                    

Aku terbangun di atas ranjangku di kamar. Kubuka selimutku perlahan lalu aku menyadari satu hal. Bukankah semalam aku tertidur di ruang tamu? Apa mungkin Gerald yang membawaku ke sini?

Masih jam 5 pagi, batinku. Aku bergegas cuci muka dan sikat gigi. Karena tanggung, sekalian saja mandi dan sholat. Setelah selesai dengan urusan ibadah, aku mengambil sapu untuk membersihkan rumah. Mungkin Mama benar, aku baru bisa menyadari tanggung jawabku saat tidak ada orang lain yang bisa dengan mudah menyelesaikan pekerjaan rumah. Aku mulai membereskan meja makan, mencuci piring, dan memasak untuk sarapan. Meski tidak jago dalam memasak, rasa masakanku tidak terlalu mengecewakan.

Prangg

Ini masih terlalu pagi untukku menimbulkan keributan. Piring yang kupegang tiba-tiba jatuh dan pecah. Sial. Pecahan kacanya berserakan dimana-mana membuatku berjinjit agar tak terkena salah satunya. Dengan sangat hati-hati aku mulai memunguti hasil kekacauanku itu.

"Berisik lo ah pagi-pagi mecahin piring," terdengar suara berat khas orang baru bangun tidur. Aku hampir melonjak kaget karena lupa sekarang ada Gerald di rumahku.

"Ih ngagetin lo," decakku sebal. Bukannya membantu ia malah mengata-ngataiku.

"Sini, biar gue. Lo tunggu disana aja," titahnya.

Tanpa menunggu lebih lama ia segera menggantikan tempatku. Terdengar ia mendesis pelan saat memungut salah satu pecahan kaca.

"Lo gaada sapu emang?"

"A-ada sih," sial kenapa juga aku harus tergagap.

Aku membawakannya sapu dan pengki. Dengan cekatan ia membersihkan lantai dapurku hingga bebas dari serpihan benda itu. Meski matanya masih sembap layaknya orang baru bangun, ia tak melewatkan satupun bagian dari penglihatannya. Setelah dirasa bersih dan aman, ia membuang pecahan piring tadi ke tempat sampah.

"Tuh udah kalo mau masak lagi. Hati-hati makanya,"

"Maaf gak sengaja, makasih ya Kak."

Ia hanya melirik sedikit ke arahku lalu melengos dan duduk di kursi makan. Karena merasa dikacangin, aku mencoba mencairkan suasana yang sungguh tidak enak ini.

"Kak.."

Tanpa melihatku ia menjawab. Matanya meneliti ruangan rumahku ini.

"Apalagi?"

"Kalo mau sarapan biar gue siapin sekarang," aku sedikit takut mengucapkan kalimatku. Gerald gampang sekali berubah-ubah.

Kali ini ia menengok ke arahku. Akhirnya!

"Ntar dulu lah gue mau mandi. Ini baru jam setengah tujuh juga,"

"E-eh iya kalo mau mandi dulu juga ngga apa-apa."

Terjadi keheningan sebelum akhirnya ia bicara lagi.

"Dek,"

"Hm?"

"Kamar mandi kamar lo ada bath tub nya ngga?"

"Ada kok."

"Sip. Gue mandi di kamar lo aja."

Tadinya aku diam dan takut padanya. Entah darimana perasaan untuk memberontak itu datang.

"Enak aja. Rumah nenek lo emangnya?"

"Tamu itu raja."

"Tapi rumahku istanaku. Mana ada jadi raja di istana orang lain,"

"Halah alesan lo. Pokoknya gue mau mandi kamar lo,"

"Nggak, gak pake. Mandi di kamar mandi belakang sono."

"Atau jangan-jangan ada sesuatu di kamar lo? Lo pasti macem-macem nih sampe gak ngebolehin gue masuk kesana."

Kemudian ia menangkupkan tangan untuk menutup mulutnya sendiri. Ekspresinya dibuat seolah-olah terkejut.

"Aah gue tau! Jangan-jangan lo-"

"Apasih ah! Gak baik masuk kamar cewek,"

"Gue pengen berendam air hangat. Gue gak bisa mandi air dingin pagi-pagi."

"Manja, sekalian aja gak usah mandi."

"Gue pengen berendeeemmm"

"Gak bi-sa."

"Plis, janji gue bantuin lo apa aja deh."

Ia mengangkat tangan untuk membuat sumpah. Mataku memicing melihat jari telunjuknya mengeluarkan darah. Dasar jorok sudah tahu luka dibiarkan saja.

"Itu kenapa jarinya?"

"Kena kaca," jawabnya enteng.

"Jorok amat sih gak dibersihin. Sini gue obatin,"

Aku baru saja melangkahkan kaki untuk mengambil kotak P3K namun Gerald menghentikanku.

"Gak usah diobatin sih gini doang mah. Gue kan laki. Gue butuhnya mandi di kamar lo,"

"Ngebet banget sih ada apa lo? Di kamar Kak Andre aja kalo gitu."

"Lo jahat banget sih sama gue elah. Kamar lo aja, Di. Gue kan gak enak sama Bang Andre," mukanya dibuat sok sedih. Tentu saja aku makin geli melihatnya.

"Bang Andre Bang Andre sksd banget lo. Yaudah yaudah mandi kamar gue. Jangan macem-macem lo cuma boleh numpang mandi."

Dengan senyum kemenangan ia mengambil handuk dan bersiap mandi. Aku yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala keheranan.

Handphoneku berbunyi. Ada panggilan masuk. Senyumku menghilang saat kulihat nama yang tertera di layar.

Elian is calling..

Kugeser tanda hijau untuk mengangkat panggilan itu.

"Halo"

"Ada apa?"

"Gue mau ketemu lo. Hari ini di tempat biasa. Jam 10"

Aku tersenyum sinis.

"Bisa banget lo ngomong gitu."

"Please, Di. Gue mau jelasin semuanya ke lo."

"Jelasin apa lagi El? Gue sibuk hari ini. Bye."

Aku tutup teleponnya secara sepihak. Aku benci dengan orang yang merusak moodku pagi ini. Aku benci Elian.

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang