Aku menggerutu melihat diriku yang kesulitan memakai evening dress berwarna hitam dengan bahan lace yang akan kukenakan untuk acara nanti. Sepertinya aku harus berhenti memakan es krim setiap hari saat ini setelah melihat beratku naik satu kilogram.
Aku memoles riasan pada wajahku. Tadi rambutku sudah ditata oleh asistenku Regie yang stylish itu maka tampilanku tidak akan kalah memukau dari gaun yang kukenakan.
Aku turun ke bawah dan melihat Eric berbalut setelan jas formal sudah siap menantiku. Ia sedikit terdiam saat melihat penampilanku,
"Aku gendutan ya Ric?"
"Enggak,"
"Ini bajunya kekecilan," kataku sambil kesal.
"Kekecilan darimana? Itu pas di kamu. You're perfect."
Aku tersenyum kecil mendengarnya lalu nengangguk dan berjalan bersamanya ke dalam mobil untuk meluncur menuju Morning Dew.
Sepanjang jalan entah mengapa aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku. Mungkin hanya perasaan, tapi aku merasa debar di dadaku kali ini berbeda. Aku mengira itu hanya efek deg-deg an akan menghadiri acara resmi.
Setelah lima belas menit membelah jalanan yang sepi, kami sampai di Morning Dew. Parkiran mobil juga tampak sepi dan tak banyak kendaraan. Mungkin tamu undangannya tak sebanyak dugaanku.
"Kok sepi ya Ric?"
"Paling dinner sama relasinya aja,"
"Sedikit banget gini masa?"
Eric terkekeh dan menggamit pinggangku sambil tersenyum.
"Berarti kita spesial," katanya sambil mencubit hidungku.
Aku mencebik ke arahnya.
"Yuk?"
Aku mengangguk dan berjalan bersamanya masuk ke dalam restoran yang hari ini benar-benar lengang itu. Seorang pelayan mengantar kami ke meja yang sudah disiapkan. Lima belas menit lagi acara dimulai dan baru ada tujuh orang termasuk kami yang datang. Aku mengernyit heran, benarkah undangan makan malam ini?
***
Benar saja, hanya sepuluh orang termasuk Pak Darmawan yang hadir tadi. Aku tak habis pikir, kukira akan ada banyak rekan bisnis beliau yang menghadiri acara makan malam tapi ternyata hanya beberapa teman dan kenalannya.
Saat ini aku berada di lantai dua ruangan pribadi milik Pak Darmawan. Eric bilang ia masih ada urusan sebentar di luar jadi ia meninggalkanku bersama Pak Darmawan yang ramah ini. Beliau tampak lebih muda dari usianya. Kalau seumuran dengan kakekku yang sudah meninggal, maka kira-kira usia beliau saat ini sekitar 79 tahun.
"Tunggu disini saja, pacarmu itu memang pekerja keras," kekehnya.
"Iya Opa,"
"Kamu mau dengar cerita tentang kakekmu dulu?"
Aku mengangguk penasaran mendengarnya. Beliau duduk di depanku dengan senyuman sendu. Entah apa yang sedang dipikirkannya, aku hanya mencoba menghilangkan canggungku saat ini.
"Reksa itu teman SMAku. Dia orang yang berkemauan keras, selalu melindungi aku yang sahabatnya ini. Dulu kalau ada yang berani jahil sama temannya, Reksa bakal mencak-mencak menghajar tak peduli siapapun itu. Untung saja watak brutalnya nggak menurun ke anak-anaknya," ujarnya sambil tersenyum.
"Benar begitu Opa? Sepertinya wataknya menurun ke kakak sepupu saya yang posesif."
Beliau membulatkan matanya lalu tertawa, "o ya? Kalau begitu kamu harus mempertemukanku dengan cucunya yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard
Teen FictionMengenalnya, seperti menaiki rollercoaster dengan sabuk pengaman yang dilonggarkan. Mendebarkan sekaligus menyenangkan. #465 teenlit on May 2018 Enjoy reading and don't forget to vote?