48

119 4 0
                                    

Aku membuka mata dan yang terpikir pertama kali adalah kejadian terakhir. Dengan paksa ku cabut selang infusku dan bangkit dengan setengah berlari keluar kamar perawatanku.

Air mataku mengalir mengingat lengkingan suara itu yang bergaung dalam kepalaku. Hancur. Duniaku hancur karena Gerald sudah pergi selamanya. Apapun yang akan ku dengar nanti aku harus siap meski nantinya menghancurkan hatiku.

Kepalaku terasa sangat pusing. Aku mencoba menyeimbangkan tubuhku, mengembalikan konsentrasi, dan melihat papan nama di depanku.

Lotus VIP 201

Itu artinya aku harus mencari Gerald di kamar perawatannya. Atau mungkin ia sudah di tempat lain bersama 'mereka'? Tidak! Membayangkannya saja membuatku ingin pingsan lagi. Lututku lemas, aku ambruk bersimpuh di lorong yang sepi ini. Ku benamkan wajahku pada kedua tanganku dan berharap bisa menemukan ketenangan dengan melakukan itu.

"Kamu kenapa ada di sini?"

Aku sangat mengenali suara itu. Ku dongakkan wajahku untuk melihat orang yang berbicara padaku.

"Kak Andre.. dia udah pergi kan Kak? Dia ninggalin aku kan?" Aku berteriak histeris membayangkan tubuhnya terbujur kaku saat ini.

Kak Andre memelukku erat. Ia diam saja. Namun aku merasa sangat terpukul. Tangisku semakin kencang, dukaku mendalam. Aku tak peduli sekarang sedang di rumah sakit dan tidak boleh membuat keributan, karena sungguh aku sangat hancur sekarang.

Kelebatan ingatan tentang kebersamaanku dengan Gerald seketika memenuhi kepalaku. Berlarian dengan kencang hingga aku tak bisa mengimbanginya. Senyumnya, tawanya, rautnya saat marah dan kesal, semuanya bergantian memenuhi kepalaku dengan cepat. Aku bahkan masih bisa merasakan genggaman tangannya, mendengarkan suaranya, wangi tubuhnya, dan derap langkah yang berirama itu. Bagaimana aku bisa bertahan jika tak ada lagi Gerald di dunia ini? Tidakkah semesta terlalu berat dalam mengujiku?

"Hei, kamu jangan sedih.. kamu lagi sakit ini," Kak Andre mengusap kepalaku dan menciuminya. Bodoh! Tidak bisakah ia mengerti kesedihanku?

"Aku gak peduli Kak. Dia jahat udah pergi dari aku. Aku masih mau hidup bahagia Kak, dia janji mau ngelamar aku! He promised me, stay through the good and bad times! Kenapa dia pergi..."

Aku membenamkan mukaku pada dada kakak lelakiku itu. Air mataku mengalir dengan deras membasahi kemejanya. Ia tetap tenang dan diam. Menepuk-nepuk punggungku untuk membuatku tenang.

"Through the good and bad times, hm? Itu janji dia ke kamu? Maka dia harus menepatinya."

Aku masih terisak dan menumpukan tubuhku sepenuhnya pada Kak Andre. Dalam isakanku aku berharap agar mati saja daripada harus kehilangan Gerald untuk selamanya.

"Diandra kita harus-"

"Diam Kak aku gak mau denger apapun dari kamu. Aku gak mau datang ke pemakamannya, aku.. aku gak kuat. Aku gak bakal lihat peti jenazahnya Kak!"

"Hei-"

"Kak Andre aku mau mati aja,"

Kak Andre menegakkan tubuhku dan menatap tajam ke mataku.

"Dengar, aku gak suka kamu ngomong ngawur kaya gitu. Sekali lagi aku denger kamu pengen mati, aku bakal bunuh Gerald lebih dulu."

"Dibunuh? Gerald dibunuh?" Aku bergumam dan sepertinya ia mendengar.

"I don't even know what you grieve for. Gak ada yang pergi, gak ada yang meninggal. Pemakaman siapa yang kamu maksud?"

Aku benar-benar bodoh atau memang dunia sedang membuatku bodoh?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang