10

83 11 0
                                    

Acaranya belum selesai tapi Gerald sudah mengajakku pulang. Katanya ia tak terlalu suka acara seperti ini. Namun di perjalanan ia membelokkan mobil ke salah satu cafe yang biasa aku datangi untuk makan.

Aku berpikir dua kali untuk turun dari mobil. Maksudku, aku tidak bisa masuk ke cafe itu dengan dandanan seperti ini. Payah memang. Gerald melihatku kebingungan lalu berkata

"Makanya gue bilang juga apa, gausah pake yang pendek-pendek gitu. Nih pake jas gue."

Aku hanya manyun mendengarnya. Siapa juga yang mau pakai baju ini, kan dia yang ngasih. Aku menggerutu dalam diam. Ku terima jasnya lalu kupakai begitu saja di pundakku.

Gerald masuk terlebih dulu ke cafe meninggalkanku yang masih di dalam mobil. Dengan kesal aku menyusulnya masuk. Pemandangan menggelikan mengganggu mataku. Gerald sedang berfoto ria bersama gadis-gadis di sana yang aku ketahui sebagai adik kelasku di SMA. Fans, huh?

Aku hanya tidak bisa berkata-kata. Segera aku berjalan ke arah meja yang kosong tak jauh dari kegiatan Gerald saat ini. Aku duduk dan memesan makanan ketika Gerald dengan santai berjalan ke arahku dan duduk di depanku. Sontak, gadis-gadis tadi saling berpandangan dengan heran melihatku dan Gerald.

"Kamu cemburu dong lihat aku tadi?"

"Apa? Gak lah."

Telingaku salah tangkapkah mendengar ia memanggilku dengan sapaan 'kamu'?

"Yah padahal aku pengen kamu cemburu."

Gerald mengatakannya lagi! Kali ini dengan tatapan sedih yang dibuat-buat. Menggemaskan hingga rasanya aku sesak napas.

"Apasih kok jadi kamu-akuan? Geli gue dengernya."

"Kan kita pacaran. Aku juga mau kaya yang lain gitu. Romantis."

"Kak Gerald stop atau gue pergi sekarang."

Aku bukannya tidak suka, hanya tidak mau menampakkan kalau aku juga mau. Ah, kau pasti tahu lah semua perempuan memang seperti itu. Pura-pura saja padahal sebenarnya mau sekali.

Makanan yang kupesan sudah datang. Bersamaan dengan itu, Gerald memesan makanan yang sama denganku. Aku dengan buru-buru menyendokkan kuah sup ke mulutku tanpa menyadari bahwa itu sangat panas. Bodoh! Ini efek dari salah tingkahku. Aku kepanasan hingga rasanya lidahku mati rasa karena terbakar.

"Hati-hati dong. Itu masih panas. Ini minum dulu."

Hentikan, Gerald! Semua perhatianmu membuatku ingin mati.

"Iya, makasih."

Aku meneguk air untuk meredakan lidahku yang masih terasa aneh. Nafsu makanku hilang menyadari kalau lidahku seperti ini tentu makanan apapun akan terasa hambar. Gerald hanya tertawa kecil melihatku.

Ingin sekali aku berteriak menyuruhnya berhenti tertawa, tersenyum, atau apapun itu yang membuatnya semakin tampan. Entah mengapa padahal beberapa hari lalu dukaku masih mendalam karena Elian. Tapi, melihat Gerald hari ini, semuanya berganti dengan sangat cepat. Hatiku yang berantakan rasanya menyatu lagi karena melihatnya dan semua senyum gratisnya itu. Ya Tuhan, aku jatuh cinta setengah mati!

Aku menghabiskan makananku dengan enggan karena dipaksa Gerald. Tidak baik membuang makanan katanya. Setelah ia juga menghabiskan makanan, kami beranjak pergi dari cafe namun aku melihat Elian masuk dengan pakaian santai namun rambutnya acak-acakan dan wajah yang lelah. Aku menghentikan langkahku.

Perasaanku campur aduk. Ada ketakutan yang mendominasiku mengingat kelakuan terakhir Elian padaku. Tapi aku juga bertanya-tanya apa yang membuatnya seperti itu. Mungkinkah ia tidak punya teman lagi? Apakah ia depresi? Apa ini semua karena aku?

Banyak pertanyaan berjejalan dalam kepalaku. Gerald yang juga melihat Elian spontan memegang tanganku. Mungkin ia juga merasakan bahwa aku sedang takut. Dengan langkah cepat ia menarikku keluar dari cafe melewati Elian begitu saja. Aku sempat melihat Elian sekilas, ia memandangku dengan pandangan yang tak bisa kuartikan. Ada sorot benci di matanya. Tapi juga masih menyimpan rasa cinta. Aku bisa tahu hal itu.

Air mataku turun begitu saja. Aku hanya melihat keluar jendela mobil agar Gerald tak tahu aku sedang menangis. Tiba-tiba ia menepikan mobilnya untuk berhenti.

"Diandra."

Aku buru-buru menghapus air mataku lalu menoleh ke arahnya. Memasang senyum agar ia tak curiga. Harusnya aku bisa mengendalikan diriku. Bagaimana aku bisa jatuh cinta sekaligus patah hati di waktu yang sama dengan dua orang berbeda?

"Nangis aja gapapa. Aku tau kamu masih suka dia. Aku tau kamu juga trauma ngelihat dia tadi."

Air mataku keluar lagi. Aku jadi menangis tersedu-sedu. Rasanya hatiku sakit sekali, tapi ada bagian kecil yang merasa tenang karena ada Gerald di sini, untukku.

Gerald meraihku untuk menangis di pundaknya. Aku membiarkan diriku terbawa oleh kesedihan. Cukup lama aku menangis hingga akhirnya aku sadar bahwa ini sudah malam dan kami masih di jalan. Aku lalu berkata agar ia melajukan mobil lagi dan segera pulang. Sisa perjalanan hanya kuhabiskan untuk diam. Begitu pula dengannya.

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang