Part | 1

8.1K 198 3
                                    

Raga berjalan ke arah dapur karena pagi hari ini ia mencium bau makanan yang tercium sangat lezat di hidungnya. Saat ini ia telah siap dengan pakaian rapihnya untuk ke kantor. Karena sejak Ayahnya meninggal seluruh perusahaannya di serahkan padanya.

Mengingat adiknya masih sangat kecil dan tak tau apa-apa tentang perusahaan. Akhirnya ia menerima amanah berat itu, saat pengacara keluarganya sudah susah payah membujuknya akhirnya ia terima dengan berat hati, karena ia harus membagi waktu antara kerja kantornya dan Band nya. Apalagi ia sebagai vokalisnya, walaupun memang masih bisa di gantikan oleh anggotanya yang lain.

Raga telah sampai di dapur yang menampakan seorang gadis cantik berambut panjang sebahu dengan jepit biru muda di keningnya tengah mengaduk sesuatu di atas kompor.

Raga memperhatikannya dengan hati teriris mengingat dampak yang sekarang adiknya rasakan sekarang setelah orangtuanya meninggalkan mereka selamanya. Adiknya menjadi sosok yang dingin dan acuh.

Raga masih mematung di dekat pintu menuju dapur sampai ia tak sadar seseorang tengah menunggunya duduk. Sampai dehaman seseorang membuatnya tersadar dari lamunan.

"Ekhem"

"Eh, udah selesai de? Kaka cobain ah. Enak ga yah.." ucap Raga dengan berjalan menghampiri meja makan yang terlalu besar yang hanya di duduki oleh mereka berdua.

Raga duduk di depan sang adik. Ia menyembunyikan wajah menahan muntahnya dengan seulas senyumnya karena nasi goreng yang ia makan selalu terlalu asin dan porsi yang kebanyakan.

"Enak banget sih de. Kamu pinter banget masaknya" ucapnya terpaksa dengan senyum yang terus mengembang.

"Masa?" Akhirnya. Setelah sekian lama bungkam.

"Asli deh. Kamu kenapa ga makan, Shei?" Tanya Raga pada adiknya, Sheilla.

"Gaenak" lah, emang gaenak de. Emang.

"Ini enak ko. Nih, Kaka aja sampe abis banyak" ucap Raga seraya menunjukan piringnya.

Sheilla hanya memandang ke arah Raga dengan tatapan yang sulit di artikan. Lebih terkesan dingin. Aduh.

"Kenapa, Shei? Sakit ya kamu? Ko liatnya gitu banget" tanya Raga meringgis melihat tatapan adiknya yang terkesan dingin. Berbeda dengan dirinya yang selalu memberikan tatapan bahagianya.

Raga mengambil minum dan segera meneguknya lalu berjalan ke arah Sheilla dan menyentuh keningnya.

"Kamu ga panas ah"

"Lagi males sekolah lagi yah?" Masih tak ada jawaban.

Raga mengehmbuskan nafasnya pelan karena sedari tadi pertanyaannya hanya di jawab dengan sepatah dua patah kata saja.

"Yaud--"

Raga kaget. Karena Sheilla memeluknya dengan menangis di dadanya. Seolah menumpahkan seluruh beban yang ia fikirkan selama ini.

Raga membalas pelukan adiknya dan membelai rambut adiknya itu dengan sayang seakan menyalurkan kekuatan untuk adiknya.

Raga merenggangkan pelukannya lalu memandang wajah adiknya.

"Hei.. Shei. Kenapa?" Tanya Raga lembut.

Sheilla hanya menunduk dan menggelengkan kepalanya lalu ia memeluk Raga kembali dengan isak tangisnya.

Seakan pertahanan Raga runtuh. Ia meneteskan air matanya. Ini adalah kebiasaan Sheilla bila ia merindukan kedua orangtuanya.

"Ak-akhu.. sah-hiks sah..yang.. Kak-kha" ucapnya membuat Raga semakin mengeratkan pelukannya pada sang adik.

"Ssstt.. udah ah. Kamu ga akan sekolah? Ini udah mau telat loh"

"Jah-ngan tihnggalin ah-ku" ucap Sheilla akhirnya dengan menatap mata Raga. Raga tersenyum hangat pada Sheilla dan menghapus air matanya.

"Ngapain Kaka ninggalin adik cantik kaya kamu? Ntar di culik orang lagi. Kaka ga rela tau" ucap Raga dengan tersenyum namun dalam hatinya ingin sekali ia berteriak ia juga bersedih. Namun ia sadar bahwa adiknyalah yang paling tertekan.

Sheilla tersenyum.

Raga membelalakan matanya. Ini adalah kali pertamanya ia melihat adiknya tersenyum lagi, walau hanya sedikit tapi rasa sedihnya perlahan hilang.

"Gitu dong senyum"

"Kaka nangis?" Tanya Sheilla dengan mata bulatnya terus menatap manik mata Raga.

Raga baru tersadar ia langsung menghapus air matanya "Gak lah. Kaka kan, cowok.. ma-masa nangis, Shei" elaknya.

"Kaka ga akan tinggalin aku kan?" Tanya Sheilla dengan air mata yang mulai mengenang di peulpuk matanya lagi.

"Sheilla sayang. Kaka ini akan selalu menjaga dan melindungi kamu. Karena itu tugas seorang Kaka yang ganteng, tapi.." ucapnya menggantung.

Sheilla mengernyit bingung.

Raga seolah mengerti dari mimik wajah adiknya itu langsung melanjutkan lagi "ada syaratnya"

"Apa?" Tanya Sheilla.

"Kamu harus bahagia. Harus tersenyum setiap hari dan.. jadi adik yang baik juga penurut, deal?"

"Deal"

Kedua adik kaka itu saling menautkan jari kelingkingnya.

"Udah yu berangkat. Tapi kamu cuci muka dulu. Ntar adik kesayangan kaka jelek, terus ga ada yang naksir lagi, kan ga lucu"

***

My Little Fairy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang