Part | 20

2K 58 2
                                    

Reyhan kini sedang menunggu Sheilla di depan ruang UGD. Ia tak memberitahu Raga, karena ia tak mau membuatnya cemas. Karena sekarang hari bahagianya. Mungkin Reyhan akan memberitahunya nanti.

Reyhan berfikir keras, apa atau siapa yang membuatnya seperti itu. Kini Sheilla tengah di tangani Taqqi, karena ia tadi langsung menghubungi Taqqi kala melihat kondisi Sheilla.

Reyhan menjambak rambutnya frustasi. Ia tak ingin sampai terjadi sesuatu pada Sheilla. Ia berjanji akan membuat perhitungan pada orang yang telah membuat Sheilla seperti itu.

***

Taqqi keluar dari ruangan lalu melepas jas dokternya.

"Sheilla, gimana? Dia gapapa? Dia udah sadar? Gue bisa ketemu dia? Dia butuh darah gue? Apa lukanya ser--" tanya Reyhan berbondong.

"Lo yang tenang, do'ain Sheilla. Sheilla masih butuh istirahat,"

"Tapi apa yang buat dia gitu? Terus siapa?!" Ucapnya dengan geram.

"Lo mau apa kalo lo tau siapa yang udah bikin dia kaya gini?" Tanya Taqqi dengan tersenyum sinis.

"Gue bakal bikin perhitungan sama dia!"

"Lo yakin?"

"Kenapa? Lo raguin gue hah?!" Bentaknya tepat di depan wajah Taqqi.

"Hey, santai dong. Kalem,"

"Lo seolah tau siapa yang buat Sheilla kaya gini, Qi. Kasih tau gue!"

Taqqi tersenyum sinis "Jelas gue tau lah,"

Reyhan menyalangkan pandangannya pada Taqqi lalu ia mencekal kerah kemeja Taqqi "Siapa Qi? Siapa?!"

"Lo harus tenang dulu, sebelum lo habisin orang tersebut"

Reyhan semakin geram pada Taqqi yang terus mengulur waktu untuk memberitahukan siapa orang yang telah membuat Sheilla-nya menjadi seperti itu.

"Cepat lo katakan!" Geramnya dengan mengepalkan kedua tangannya.

Taqqi mencekal kerah Reyhan dan membenturkannya ke tembok. Kalian ingat? Taqqi mantan seorang petarung Taekwondo? Hehe.

"Ah-apa.. an. Lo!" Ucap Reyhan dengan susah payah karena Taqqi terlalu kencang mencekal leher Reyhan.

"Orang itu, si BRENGSEK YANG ADA DI HADAPAN GUE SEKARANG!" Bentak Taqqi yang membuat Reyhan meringgis sendiri melihat wajah garangnya.

Taqqi melepaskan cekalannya lalu menepuk tangannya seolah membersihkan debu.

"Maksud lo?" Tanya Reyhan dengan memegang lehernya yang memerah.

"Ikut ke ruangan gue,"

***

"Apa lo punya masalah sama Sheilla?" Tanya Taqqi to the point.

"Itu kan hubungan gue, ya privasi gue lah" jawab Reyhan dengan mengelak.

Reyhan lupa jika Taqqi seorang psikolog.

Taqqi menghembuskan nafasnya pelan. Lalu ia menyandarkan punggungnya. Ia terkekeh pelan.

"Lo lupa gue psikolog?". Reyhan tertegun.

"Langsung aja,"

"Oke, tapi sebelumnya. Gue harus kasihtau Raga dulu, walau bagaimana pun dia walinya Sheilla,"

"Lo jelasin dulu ke gue, ini hari bahagia Raga" cegah Reyhan.

"Baiklah,". Reyhan menunggu penjelasan dari Taqqi.

"Terserah lo mau ngaku apa tidak, yang penting lo harus sesuatu Rey, Sheilla seorang Self Injury.."

"Self Injury?"

"Iyah, Self Injury adalah kelainan yang membuat si penderita sering melukai dirinya untuk meluapkan emosi yang menyakitkan yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata, tapi tindakan ini tidak bertujuan untuk bunuh diri, Rey.." Taqqi menjeda penjelasannya, menunggu respon dari Reyhan.

"Lanjutkan,"

Taqqi tersenyum, "Self injury dapat berupa mengiris, menggores kulit atau membakarnya, melukai atau mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya,"

Reyhan mengusap wajahnya kasar "Tapi maksud sakit hati disini apa? Tadi Sheilla baik-baik aja di taman,"

Taqqi lagi-lagi tersenyum. Dia ramah bukan?

"Sakit hati disini bisa di deskripsikan dengan macam-macam,"

"Apa saja?" Tanya Reyhan dengan frustasi.

"Merasa putus asa, karena tak ada sandaran. Marah atau tegang yang rasanya mau meledak. Merasa bersalah pada suatu hal yang tak tertahankan, dan melukai diri adalah satu-satunya cara untuk menghukum dirinya sendiri," Jelas Taqqi panjang lebar.

Reyhan mencerna penjelasan Taqqi, dan mencoba merangkainya dalam otak. Ia mendengus kasar dan mengacak rambutnya frustasi.

"Gue kemaren sempat kesal dengan Sheilla," jujur Reyhan "Tapi itu kemarin"

"Gue tau,"

"Yeah, you are the one who always know," kesalnya. "So, please tell what you know. because Sheilla is mine!" Geramnya.

"Ivan,"

"Ivan?"

"Dia teman kecil Sheilla, juga cinta pertamanya saat kelas 2 SD," kata Taqqi dengan terkekeh pelan.

"Yang Sheilla jalan sama dia kemarin?". Taqqi mengangguk.

"Lo tau dari mana?"

"Dia teman kuliah gue dulu saat di Finlandia, gue temuin foto kecil Sheilla. Awalnya gue ga percaya, cuman saat dengar cerita dia dan gue cocokin sama wajah Sheilla, that it's true.. dude"

"Astaghgirulloh," Reyhan mengepalkan kedua tangannya.

"Tapi lo tenang aja, gue yakin Sheilla ga akan balik ke dia lagi" Taqqi mencoba menenangkan Reyhan.

"Seberapa yakin lo?" Cibir Reyhan dengan keadaan yang absurd.

"Sedalam rasa Sheilla ke elo,". Reyhan mengernyit heran dan tak mengerti.

Taqqi melanjutkan ucapannya "Sheilla lukain dirinya sendiri, karena dia merasa sangat sakit hati telah buat lo marah,"

"Dia ngerasa bersalah, dan akhirnya dia menghukum dirinya sendiri dengan melukai dirinya"

Reyhan menyalahkan dirinya sendiri. Dia merasa menjadi manusia paling bodoh, karena membuat orang yang ia sayangi seperti ini.

Taqqi menepuk bahu Reyhan pelan.

"Tugas lo mulai sekarang, lo harus terus berada dekat dengan dia, lo yakinin dia bahwa lo sayang sama dia.. dan selalu ada saat dia butuh sandaran. Karena Self Injury pantang merasa kesepian"

Lalu Taqqi keluar dari ruangannya membiarkan Reyhan berfikir dengan urusannya.

Mungkin Taqqi juga sudah sedikit ikut campur, namun apa boleh buat? Ia juga ingi yang terbaik untuk sahabatnya. Agar Reyhan tak salah jalan.

Seperti dirinya dulu.

***

My Little Fairy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang