Reyhan tengah berada di kamarnya. Sudah 22 jam Sheilla belum juga siuman setelah kejadian beberapa jam yang lalu. Reyhan semakin cemas dan sangat khawatir.
Apalagi Raga melarangnya untuk bertemu dengan Sheilla. Reyhan semakin merasa bersalah dan khawatir bukan main.
Ayuni masuk ke dalam kamar Reyhan melihat kegelisahan yang kental di wajah putranya. Ia juga kecewa, tapi bila ia juga ikut mendiami Reyhan, siapa yang akan menopangnya?
"Kamu istirahat, Rey. Do'akan Sheilla,"
Reyhan hanya diam dan menunduk di kasurnya. Lalu bahunya bergetar.
Ayuni membelalakan matanya, "Rey,"
Reyhan langsung memeluk Ayuni yang berada di sampingnya. Ayuni terkaget-kaget, pasalnya ini pertamakalinya Reyhan menangis.
Dan bisa Ayuni rasakan, ini adalah tangisan rasa bersalah, rindu, sayang, dan penuh dengan harapan.
Ayuni mendekap anak semata wayangnya itu dengan erat. Ia juga ikut menitikan air mata namun tak sederas Reyhan.
"Nak, kamu yang kuat. Sheilla gak akan kenapa-kenapa" tenang Ayuni. Namun Reyhan semakin mengeratkan pelukannya pada sang Bunda.
Ia mencoba berbicara dengan bahasa tubuh dan perasaannya. Reyhan sangat terpukul oleh kejadian ini.
"Rey.." panggil Ayuni. Jujur, Reyhan belum pernah serapuh ini. Ini kali-pertama-nya seorang Reyhan seperti ini. Dan ini karena rasanya pada Sheilla.
"Bun, bag-bagaimana aku bis-sa tenang. Sementara disini aku hanya diam saat ke-adaan Sheilla sedang kritis,"
"Kamu do'akan kekasihmu, nak"
"Bunda lihatkan? Rey ga bisa berbuat apa-apa, Bunda. Reyhan ga berguna. Mana mau Sheilla hidup dengan Rey,"
Ditatapnya Reyhan oleh Ayuni. Ayuni membelai rambut anaknya yang biasanya terlihat rapih sekarang terlihat sangat berantakan.
"Kamu benar-benar yakin pada Sheilla bukan?"
Reyhan mengangguk mantap dengan sisa air mata di pelupuk matanya, "Reyhan sangat yakin, Bunda"
"Kalau begitu kamu sampaikanlah, Nak. Pada Sheilla. Untuk urusan Raga, biar Bunda dan Taqqi yang atur,"
***
Reyhan terus menerus menunggu kabar dari Ayuni dan Taqqi yang sedang membujuk Raga agar mengizinkan Reyhan boleh menemui Sheilla.
Sudah pukul setengah sepuluh malam. Jujur, Reyhan sangat lelah. Bahkan ia tak tidur seharian karena mengkhawatirkan Sheillanya.
Reyhan merenggangkan otot-ototnya dan menguap. Matanya mulai tak bisa di ajak kompromi lagi. Namun, Reyhan terus memaksakan matanya untuk tetap terbuka.
Keadaan rumah pun sunyi. Bahkan hanya detak jam dinding saja yang terdengar dan detakan jantungnya yang kencang.
Sebetulnya Reyhan malu untuk bertemu Sheilla. Reyhan akui, ia memang seperti Iblis. Iblis yang sangat kejam dan pengecut.
Sunyi.
Reyhan tertidur dengan duduk di dekat dipan ranjang. Ia memegang cincin indah dengan mata biru di benda melingkar itu.
Brak!
"Rey!"
Reyhan terlonjak, hampir saja cincin yang ia pegang terpental entah kemana.
Reyhan memicing dan menguap, "Lo apaan sih, Bi?!" Kesal Reyhan. Baru saja ia ingin istirahat kenapa harus ada cucu Abah Alex yang menyebalkan ini.
"Lo ikut gue sekarang!" Kata Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Fairy (TAMAT)
Romantizm#6 Schoollife 🌸 #8 Youngmarriage #8 Sahabat Kamu akan mengerti semuanya saat kamu telah merasakannya. Saat kamu melihat duniaku dengan matamu sendiri. Kamu akan mengerti bayangku dan takutku. Karena kamu bagian hidupku, kini. Love, Reyhan Anugrah...