Suho melirik pergelangan tangannya, sudah waktunya jam makan siang. Ia bergegas menuruni tangga menuju lobi. Karena ruangannya berada di lantai dua, dan memakai lift itu sama saja membuang waktunya.
Sesampainya di lobi, Suho berhenti, menyipitkan matanya lalu tersenyum. Irene membelakangi, namun Suho tetap dapat mengenalinya. Ia mendekat lalu menepuk pelan bahu Irene. Irene menoleh.
"Hai, kita bertemu lagi..."
Irene tersenyum menatap Suho, "Hai."
"Ini waktunya makan siang." Suho melihat jam tangannya sekilas, "Ingin makan bersama?"
Irene mengangguk, "Baiklah."
Suho berjalan berdampingan dengan Irene menuju salah satu tempat makan, pecel lele. Suho memesan makanan sedangkan Irene mencari tempat duduk. Irene duduk dan menunggu Suho datang, tak lama Suho datang dan duduk dihadapannya.
"Apa yang kamu lakukan di kantor tadi? Kurasa kau bukanlah karyawan di kantor itu."
Irene menggeleng, "Memang bukan." Irene tersenyum sekilas, "Aku hanya mengantar file milik suamiku yang tertinggal."
Suho terdiam sejenak, "Ah, kamu sudah memiliki suami?"
"Tentu." Irene mengangguk sambil tertawa, "Kamu sendiri, pasti sudah memiliki istri, kan?"
"Tentu." Suho mengangguk, "Di usia kita kan memang sudah waktunya untuk menikah."
"Benar." Irene membenarkan, "Cinta atau tidak, yang terpenting ialah menikah."
Suho terdiam, ia merasa melihat kesedihan pada mata Irene. Terlebih saat Irene berbicara seperti tadi. Seolah ia mengatakan bahwa ia menikah tanpa cinta.
Entahlah, Suhopun tidak tahu.
"Ngomong-ngomong, siapa suamimu?" Suho mencoba mengalihkan obrolan, dan itu berhasil.
Irene tersenyum, "Tae." lalu memberi jeda, "Kim Taehyung."
Suho mengingat-ingat sejenak, "Pak Taehyung? Ah, seleramu benar benar bagus ternyata."
"Kau mengenalnya?" tanya Irene penasaran, pasalnya banyak yang tidak ia ketahui mengenai kehidupan suaminya itu.
Suho menggeleng, "Tidak terlalu kenal. Kami berbeda divisi."
Irene mengangguk-angguk lalu mendekatkan wajahnya ke Suho tiba tiba, "Apa kamu sudah memiliki anak?"
Tahan, Suho. Tahan.
Suho menahan nafasnya, "Kami belum memiliki anak."
Irene melengos lalu menjauhkan wajahnya, "Ah, kita lagi lagi sama."
"Istriku belum ingin memiliki anak. Ia masih memikirkan karirnya." Suho memberi jeda, "Apa kamu juga seperti itu?"
Irene terdiam, hal itu membuat Suho menjadi tak enak. Ia takut perkataannya menyinggung Irene. Suho menunjukkan raut menyesal diwajahnya, "Maafkan-"
"Aku ingin." Irene memotong perkataan Suho, "Aku sangat ingin menjadi ibu dari anak-anakku kelak."
Suho mengangguk paham, "Jadi, suamimu yang menunda memiliki anak?"
Irene tersenyum paksa, "T-tidak juga."
Suho menghela nafasnya, "Aku juga ingin menjadi ayah yang hebat, membesarkan anak-anak hebat."
Irene memegang lengan Suho sejenak, "Kelak kamu akan menjadi ayah yang sangat sangat hebat."
Suho tersenyum, hanya karena satu kalimat yang diucapkan Irene untuknya.
"Kamu juga akan menjadi seorang ibu yang hebat." Suho memberi jeda, "Kita berdua akan menjadi orang tua yang hebat untuk anak kita masing-masing."
Irene terkekeh pelan, begitupun Suho. Meski sebenarnya, Suho merasa sedikit ambigu pada perkataannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir [surene] #Wattys2019
FanfictionSuho tetap mencintai istrinya bagaimanapun kelakuan istrinya itu. Sedangkan Irene tetap mencintai suaminya bagaimanapun perilaku suaminya terhadap dirinya. Takdir memiliki cara tersendiri dalam mempersatukan ataupun memisahkan. Lantas apakah kedua i...