First in Heart

119 6 1
                                    

Damar pun menghampiri Rissa, mereka berpacaran sejak tiga bulan yang lalu. Namanya Ferissa Agustine, ulang tahunnya jatuh tepat sebulan lagi. Damar selalu tersenyum ketika bertemu ataupun melihat seseorang yang pertama kali menempati hatinya itu. Ya, selama SMP, Damar tidak pernah mengenal soal yang seperti ini.

"Gue ke dalam dulu ya, kalo udah selesai gue balikin," Shanti kembali ke dalam kelas saat Damar berada di sana. Kini giliran Damar yang berbicara.

"Kamu di kelas mana?" tanyanya.

"Aku XI MIA 3," jawab Rissa.

"Tetanggaan dong kita," kata Damar girang.

"Pengen banget jadi tetangga ya," canda Rissa, dan dia tertawa kecil.

"Ngeledek nih, Rissa. Jangan bandel di kelas, awas kamu," telunjuk Damar mendarat lembut di hidung Rissa yang pesek. Hal itu membuat Rissa tersenyum.

"Nggak, aku nggak bandel, aku balik dulu ya, kasihan nih dia nungguin," Rissa menunjuk temannya yang menunggunya sejak tadi.

Damar pun mempersilakannya, "ya udah, belajar yang bener, bye." Damar tersenyum sambil melambaikan tangannya kepada Rissa, sementara pacarnya itu sudah berjalan kembali ke kelas bersama temannya.

Di dalam kelas, Eko, Joni, dan Difan menyoraki Damar yang kembali ke dalam kelas menuju bangkunya.

"Gini nih yang habis bahagia di luar," kata Difan meledek.

"Tau lo!" sahut Eko dan Joni hampir bersamaan.

"Bodo amat ah, rese lo!" omel Damar kepada ketiga temannya yang membuat mereka tertawa kecil.

Geng ini pun mengganti topik baru, namun masih berbicara seputar Damar dan Ferissa.

Joni memulai topiknya, "eh Rissa ulang tahun kan Agustus?"

"Iya, emang kenapa?" tanya Damar.

"Hmm, lo kasih hadiah apa nanti? Biar kita-kita yang nganterin lo," Joni menawarkan bantuan kepada Damar. Eko dan Difan hanya ber-hmm-ria tanda sepakat dengan tawaran Joni.

Kemudian Damar memikirkan hadiah apa yang sebaiknya diberikan kepada Rissa, "menurut lo semua, jam tangan bagus gak?"

"Setuju! Tapi lo beliin baju juga sih saran gue," kata Eko memberikan saran.

"Ya udah nanti lihat aja deh, masih sebulan ini kan. Gue ngumpulin uangnya dulu."

Tidak selesai sampai di sana, Difan dan Eko pun berdebat konyol.

"Tapi cewek biasanya lo beliin boneka, Mar!" Difanlah yang membuka perdebatan itu.

"Ah, boneka mulu otak lo!" Eko menyambar.

"Lah apa salahnya? Daripada lo beli baju kan? Kalo gak muat sama dia kan ujungnya gak kepakai."

"Minimal udah ngasih. Lagian kan--"

"Tuh kan! Iya minimal udah ngasih. Boneka boleh lah!"

"Ntar dulu, pea! Minimal udah ngasih, beli baju, lagian masa sih Damar ini gak tau ukuran baju Rissa?"

Damar pun menyambar, "ngapain juga gue nanya-nanya ukuran baju."

Difan merasa menang, "haha, iye kan? Kayak tukang sablon aje lo!"

Joni akhirnya bersuara juga, "kok sablon sih?"

"Biarin aja gila lo, Dif. Sablon ngukur baju mau ngapain?"

"Lah, kalo dia jual baju juga? Hayo?"

"Lo bego!"

Dan mereka tertawa.

Bagaimana dengan kejutan? Mereka tidak merencanakan kejutan apapun karena menurut mereka hal itu sudah terlalu membosankan, mereka hanya mendiskusikan hadiah yang diberikan Damar kepada Rissa.

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang