No One Hopes About the Death of Anyone (and No One Calls This Tragedy)

38 1 0
                                    

'Ini bukan mimpi...'

Damar terus menerus membatin seperti itu sejak bangun pagi di hari Senin, tiga hari sejak kepergian Alisha. Selama upacara bendera berlangsung, pikirannya tentang Alisha terus bergentayangan. Dia begitu membenci hari-hari setelah tragedi itu, karena pasti berita tentang Alisha masih hangat dibicarakan, dan dia tidak akan bisa menyegarkan pikirannya.

Saat upacara telah usai, Pak Darma tidak membiarkan siswa-siswinya membubarkan diri seperti biasanya. Sesuai perintah kepala sekolah, Pak Darma mengumumkan sesuatu yang membuat Damar tetap larut dalam kesedihannya. Pak Darma pun berbicara lewat mikrofon.

"Sebelum kembali ke kelas masing-masing, alangkah baiknya kita mendoakan teman kita yang telah dipanggil oleh Tuhan. Teman kita, yaitu Alisha Juliansha, semoga diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Berdoa menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing, dipersilakan."

Semua berdoa dengan khidmat, terlebih lagi Damar, dia mengutarakan semua harapan yang ada di hatinya.

'Aku harap Engkau mendengarkan doaku,' kata Damar lirih dalam hati.

Setelah selesai berdoa, barulah Pak Darma mempersilakan seluruh siswa masuk ke kelasnya masing-masing.

Damar berjalan gontai ke kelas, ditemani oleh Geng Jedar, Eli, dan Luis. Entah mengapa hari itu Luis tidak bersama dengan gengnya.

Di kelas, rasanya Damar ingin sekali pindah kelas, ataupun pindah sekolah. Damar tidak ingin terus-terusan berseberangan dengan bangku yang pernah diduduki oleh Alisha.

Hari itu juga, tiga orang anggota OSIS memasuki kelasnya saat jam pelajaran ketiga berlangsung, guru yang sedang mengajar pun mengizinkan mereka masuk. Lalu mereka berdiri berjauhan, yang tengah tidak membawa kotak dus seperti yang lainnya. Yang di tengah tersebut pun berbicara.

"Perhatian, kepada teman-temanku semua. Kami berharap teman-teman dapat menyisihkan uang sakunya secara sukarela terkait dengan meninggalnya teman kita yang bernama Alisha Juliansha, kelas XII MIA 3. Sekali lagi, teman-teman dapat menyisihkan uang sakunya untuk meringankan beban keluarganya." Kemudian dua orang yang membawa masing-masing kotak dus menyusuri meja demi meja untuk menerima sumbangan dari siswa di kelas itu.

'Gue gak memisahkan lo berdua, Tuhan yang memisahkan,' ucapan Aston tiba-tiba terlintas di pikiran Damar, dia pun menoleh ke belakang.

Tidak ada ekspresi sinis, maupun iri dengki yang dapat dia temukan dari wajah dan gerak-gerik Aston. Aston tampak menunduk sambil melipat kedua tangannya. Kali ini Damar percaya padanya.

"Gak ada yang memanggil tragedi ini, Tuhan udah nentuin semuanya," ucap Damar dalam hati.

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang