One Step Closer

53 2 0
                                    


Hari terus berganti, Damar dan Vina menjadi teman curhat yang sangat dekat, hanya Geng Jedar dan Vina yang tau akan hal ini. Hanya saja ketika bertemu, mereka tidak terlihat seperti teman dekat agar tidak menjadi bahan pembicaraan orang lain. Mereka sangat dekat di dalam personal chatnya.

Hari itu di kelas, saat pelajaran Fisika, seluruh siswa telah dibagi menjadi tujuh kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari enam orang. Damar senang karena kelompok ini ditentukan oleh siswa itu sendiri.

"Kita berempat, dua lagi siapa?" tanya Eko.

"Ajak aja tuh gebetan dia," kata Difan memberi saran yang merujuk pada Damar.

"Gebetan? Oalah itu," Joni sempat lupa tentang Damar, "mau gak, Mar?"

"Hah? Apaan? Dia emang belum dapat kelompok?" Damar memastikan kalau Vina belum dapat kelompok. Dia berdiri, mengambil kesempatan ini untuk memanggil Vina karena semua sibuk dengan kelompoknya, "Vina!"

Dia menoleh setelah dua kali dipanggil, dia diam, menunggu Damar berkata sesuatu. Damar pun berbicara tanpa suara, "udah dapat kelompok?" sambil menunjuk Vina. Vina pun menggeleng sambil berkata, "belum."

Mengetahui hal itu, Damar tersenyum senang dan langsung mengisyaratkan Vina untuk menghampirinya dan Vina akhirnya menurut. Dia berdiri, mengajak Lia-teman sebangkunya-untuk pergi ke tempat duduk Damar dan teman-temannya. Mereka berdua pun berjalan menghampiri Geng Jedar.

"Emang kalian masih berempat?" tanya Vina.

"Iya, soalnya udah pada bentuk, kita nyari dua orang, kalian aja join sini," tanpa basa-basi Difan langsung menawarkan mereka untuk bergabung.

"Gimana, Lia?" Vina meminta persetujuan Lia.

"Terserah," suaranya pelan, Lia memang termasuk tidak banyak bicara di kelas.

"Oke, kita gabung," kata Vina, "nanti pulang sekolah bisa ke rumah? Langsung kerjain aja tugasnya."

Geng Jedar awalnya terkejut, mereka tidak terbiasa mengerjakan tugas langsung seperti ini.

"Hari ini juga?" Eko yang paling terkejut.

"Rajin dong..." kata Joni.

Namun karena adanya Damar, ketiga temannya yang lain pun menuruti Vina.

Damar pun berkata, "nanti gue bikin grup kelompoknya ya?"

"Oke!" seru yang lain hampir bersamaan.

Damar merasa seperti mimpi, dia hampir berhasil melupakan masa lalunya. Vina dan Lia telah kembali ke tempat duduknya, Damar terus memandanginya diam-diam. Di tengah lamunannya, Eko menepuk pundaknya berkali-kali, "woy, Damar!"

Damar pun tersadar dan terlihat gelagapan, "eh, eh, apa? Apaan sih?"

"Udah pulang, bego, cepat ah!"

"Oh iya! Ayo, langsung ke rumah Vina?"

"Iya udah ayo, udah ditungguin. Semangat kan lo?"

Malah Eko yang menjawab, "iyalah.."

"Bukan lo!" semprot Difan.

Tidak disangka-sangka, Damar melamun cukup lama hingga akhirnya pulang. Tidak benar-benar pulang, mereka mengerjakan tugas kelompok lebih dulu di rumah Vina. Vina sudah lebih dulu meninggalkan kelas, lebih tepatnya sedang berada di perjalanan pulangnya.

Menuju gerbang sekolah...

"Rajin banget sih, Mar, cewek lo!" Difan menggerutu.

"Ngeluh mulu kayak satpam SD!" sahut Joni.

Damar menyambar, "jahhhhh, satpam SD!"

Eko pun bertanya, "apaan sih kenapa satpam SD?"

"Iya, ngeluh mulu si Difan ini. Satpam SD kan emosian ngurusin anak SD yang keluar-keluar sekolahan."

"Sekolah gue gak gitu dah..."

"Di mana tuh galak?"

Difan akhirnya menengahi, "dah, dah, buruan coy. Kasihan Damar udah gak sabar juga."

Eko dan Joni menyoraki Damar, yang disoraki senyum juga.

Mungkinkah ini rencana Tuhan untuk Damar?

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang