Apa yang Terjadi?

73 2 0
                                    

Keesokan harinya, semua berjalan seperti biasa. Geng Jedar pun demikian, mereka menjalani hari-hari di kelas seperti biasa. Namun, pagi itu terasa berat ketika tugas yang diberikan begitu banyak. Semua mata pelajaran hari itu ternyata diberikan pekerjaan rumah, sehingga siswa-siswi yang memilih mengerjakan PR di sekolah sebagai hobi pun merasa kewalahan mengerjakan tugas sebanyak itu.

Pagi itu hanya enam siswa yang telah mengerjakan PR-nya, sisanya? Biasa, menyalin dari keenam sumber tersebut, termasuk Geng Jedar.

"Gue lihat woy!" kata Joni.

"Sabar, gue juga ngerjain kali!" protes Dinda, salah satu siswi di XI MIA 2 yang paling mudah tersinggung.

Joni pun diam, memahami seorang Dinda yang berkarakter seperti itu.

"Sukurin lo, Joni!" ledek Eko.

"Berisik banget sih?!" Dinda marah lagi. Baru saja geng ini merekahkan cengirannya, Geng Jedar membatalkannya dalam sekejap.

***

KRINGGGG!! KRINGGGG!!

Jam istirahat pertama pun tiba, Damar dan teman-temannya langsung beranjak ke kantin. Kantin yang begitu luas dan banyak tersedia meja makan itu biasa mereka tempati hampir setiap hari.

"Mau jajan apa lo? Gue pesenin," tanya Difan kepada yang lain.

Eko pun semangat, "hah? Lo mau traktir?"

"Jidat lo melendung! Pesenin woy pesenin!" Difan menekankan kata 'pesenin' yang terakhir.

Damar mendorong Eko pelan, "tau lo, kuping amplas biar dengar tuh!"

Dan geng ini pun tertawa. Tak lupa, Difan segera memesankan empat gelas es teh karena memang mereka hanya menginginkan itu untuk saat ini.

Di tengah canda tawa geng ini, Damar melihat Rissa dengan temannya berjalan menyusuri kantin di tengah keramaian. Lalu tanpa ragu, Damar memanggilnya karena jaraknya tidak begitu jauh dari tempatnya duduk dengan ketiga temannya.

"RISSA!"

Namun, setelah Rissa melihat Damar, dia langsung mengajak temannya berjalan lebih cepat. Saat melihat Damar pun wajahnya tidak tersenyum, dia diam dan sedikit terkejut. Damar tentunya heran melihat itu.

Joni yang menyadari hal itu langsung bertanya pada Damar, "lah kenapa dia?"

"Gak tau, kayaknya gue dikerjain."

"Masa lo dikerjain, yang ulang tahun kan dia, lagian ultahnya udah lewat."

"Entah, salah lihat mungkin. Apa risih karena kalian kemarin?"

"Nggak lah gila, kan dia juga udah kenal kita. Paham lah kalo kemarin bercandaan."

"Tapi bisa aja kan?" timpal Damar yang tidak mau membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Dia hanya terus berpikir dan merasa aneh, dia terus berharap kalau Rissa sebenarnya hanya risih saja karena kelakuan teman-temannya kemarin.

"Terserah lo deh, Mar. Lo tanya aja nanti di chat, gampang kan?"

Sekejap, pikiran Damar mulai tenang kembali walaupun tetap terbayang hal apa yang tadi terjadi.

Semua pun terdiam, fokus pada masing-masing matanya yang mereka kendalikan untuk melihat sekeliling. Lalu, ada seseorang dari kelas mereka yang menyapa, dari jauh.

"WOY!"

"Oi! Kemana?"

"Batagor coy!"

"Oke!" tepat saat Eko mengangkat tangannya untuk mengacungkan jempol, dia tidak sengaja menyenggol gelas es tehnya dengan kencang.

PLANG!

Tidak pecah, namun isinya yang tinggal sedikit menggenang di atas meja. Dengan cekatan, Eko mengembalikan posisi gelasnya. Geng Jedar menoleh sambil ber-yahhh-ria. Menyalah-nyalahkan Eko dengan nada konyol.

Difan yang menaruh ponselnya di atas meja pun memegang kepalanya, "yah! HP gue, Ko..."

Joni mendorong Difan pelan, "orang mah HP-nya yang lo selamatin, bukan kepala lo!"

Barulah Difan cekatan mengambil dan mengeringkan layarnya dengan celananya, "untung gak kenapa-napa."

"Sorry, kesenggol."

"Gelasnya marah nih," Damar menggerak-gerakkan gelas itu seolah-olah berjalan kasar ke arah Eko.

"Goblok ah, haha.."

***

Mereka pun kembali ke kelas. Namun, mereka berpapasan dengan Rissa dan temannya. Damar pun mengambil kesempatan ini.

"Hei, Rissa!" dan Rissa tetap berlalu.

"Samperin lah," suruh Difan.

Eko yang menyahut, "malu coy, rame! Kayak sinetron nanti."

"Dah ayo balik dulu ke kelas," ajak Joni kepada ketiga temannya. "Mau samperin gak, Mar?"

Damar menjawabnya, "nggak usah, Jon, nanti aja gue chat."

Hingga pulang sekolah tiba, Damar masih berpikir tentang satu hal.

"Apa yang terjadi?"

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang