Persahabatan Inikah yang Sesungguhnya?

31 1 0
                                    

Waktu berjalan hingga akhir zaman, Damar dan yang lainnya kini telah bersama di kelas XII selama tiga bulan, waktu begitu cepat berlalu.

Di sore yang begitu cerah, semuanya sedang berkumpul di taman komplek. Bermain seperti biasa, enam unit sepeda terparkir rapi di salah satu sisi taman itu.

"Udah mau berakhir aja SMA," ujar Damar mengawali obrolan.

"Ya, begitulah, makanya kita nikmatin waktu kayak gini mumpung masih ketemu, nanti kuliah kan belum tentu sering main begini," sambung Joni.

Eko pun menyahut, "tapi tetap fokus buat UN juga lah, Jon."

"Iya, gue tau," balas Joni.

"Tau lo, Ko!" Difan mulai lagi.

"Gak ada yang ngajak ngobrol lo ye," timpal Eko.

"Nanti kita belajar bareng aja pas mau UN," saran Eli.

Alisha yang berada di sebelah Damar menambahkan, "nanti try out usahain juga bareng belajarnya."

"Tuh dikasih saran tuh dari Eli sama Lisha," kata Damar kepada gengnya.

"Ya udah, nanti lihat aja deh," ujar Difan.

Eko pun mengganti topik, "perpisahan kemana ya?"

"Entah, asal jangan di sekolah, bosan," sahut Joni.

"Usulin lah ke Pak Darma," giliran Damar yang berbicara.

"Iya tuh," Joni pun menyetujui perkataan Damar.

Mereka terdiam cukup lama, kecuali Damar dan Alisha yang berbincang pelan. Lalu Difan mengajak mereka bermain, "main umpet sandal yuk!"

Ajakan itu awalnya terdengar konyol. "Dasar lo, masih aja kayak anak kecil," kata Eko berkomentar. Namun yang lain mengiyakan, "iya tuh! Ayo eh!"

Joni akhirnya mengalah, "ya udah ayo main dah..."

Mereka melakukan hompimpa hingga akhirnya Difan mendapat giliran jaga pertama. Hal yang nyaris tidak pernah dilakukan lagi untuk remaja seusia mereka. Mereka bermain hingga petang, lalu mereka mengakhiri permainan.

Sebelum pulang, Alisha menyampaikan sesuatu kepada Damar, "eh, nanti aku pulang, mandi, abis itu langsung pergi lagi masa."

"Emang mau kemana?"

"Ke tempat teman lamaku."

"Siapa?"

"Dinda."

"Oh, kirain--"

"Cowok? Ya enggak lah, kamu tenang aja."

"Di mana rumahnya?"

"Susah jelasinnya, pokoknya jauh deh, satu jam kali aku naik motor ke sana."

"Sama siapa kamu?"

"Sendiri."

Damar pun menaiki sepedanya, begitupun dengan Alisha, Damar tersenyum, "ya udah, kamu hati-hati ya."

"Iya, hmm kamu mau apa? Di sana nanti aku kan nginep, terus besoknya nonton ke mall, barangkali mau nitip gitu?"

"Hmm... apa ya?"

"Cepat keburu malam, kamu mau apa?"

"Besok deh aku pikirin, hati-hati aja dulu."

"Iya, oke aku pulang ya? Dah..." Alisha melambaikan tangan lalu mulai mengayuh sepedanya.

"Dah..." Damar membalas senyum, dia masih menatap gadis itu.

Larut dalam lamunan, Damar pun terkejut saat Joni meneriakinya dari jauh, "woy pulang!"

Setelah sadar, Damar menoleh dan langsung mengayuh sepedanya karena dia tertinggal teman-temannya, "tungguin woy!"

***

Waktu menunjukkan pukul delapan malam, Damar memasuki kamarnya setelah makan malam. Dia membenamkan tubuhnya di kasur kesayangannya--yang tak pernah mengizinkan Damar kemanapun ibaratnya--dan meraih ponselnya yang ada di meja dengan malas.

Kemudian Damar membuka WhatsAppnya, yang pertama dia lihat adalah pesan dari Alisha.

'Ntar kamu kalo mau apa-apa bilang ya, aku otw dulu, on jam 9,' begitulah isi pesannya. Alisha terakhir online pada pukul enam lewat tigapuluh menit malam.

Baru saja Damar ingin membalas chatnya, Eli menghubunginya lewat telepon WhatsApp.

'Tumben amat nelpon,' batinnya sembari mengangkat telepon itu.

"Halo? Kenapa, El?"

Raut wajah Damar yang semula ceria berubah drastis setelah beberapa saat mendengarkan suara di ujung telepon.

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang