Retak

68 3 2
                                    

Sore itu, Damar berada di kamarnya yang tidak begitu luas. Ranjangnya yang berada dekat jendela pun membuatnya nyaman karena hujan sore itu memperlihatkan pemandangan yang sederhana namun begitu indah bagi Damar. Jendela yang terkena percikan air hujan, rumput-rumput di halaman rumahnya yang mengkilap terkena air, dan jalan komplek di depan rumahnya yang kerap kali membuat genangan air, begitulah pemandangannya.

CLING!

Damar segera memeriksa notifikasi di ponselnya, rupanya itu adalah pesan di grup kelasnya yang baru. Dia lesu, cemas, bingung, karena pesan WhatsAppnya kepada Rissa belum juga dibalas padahal Rissa sedang online. Ceklisnya tidak kunjung berwarna biru.

"Ada apa ini?" pikirnya.

Lalu, hujan pun sedikit reda, menyisakan butiran air yang halus yang masih jatuh dari langit. Dan tak lama, terdengar suara dua buah motor yang dia kenal. Lalu dia melihat ke luar jendela.

Benar saja, Joni, Eko, dan Difan mendatangi rumahnya. Damar langsung beranjak dari kamar dan menuruni tangga. Di sana terdapat ibunya yang sedang memasak, sementara ayahnya belum pulang dan adiknya sedang tidur.

"Ada siapa di luar, Kak?" tanya ibunya sambil memasak, Damar biasa dipanggil Kakak di rumahnya.

"Ada teman-teman aku, Ma," jawabnya sambil berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Woy masuk!" Teriak Damar kepada teman-temannya yang malah memajang diri di depan pagar, padahal mereka sudah terbiasa masuk sendiri.

Kemudian Damar masuk kembali untuk menyiapkan minum dan sedikit cemilan, sedangkan ketiga temannya mulai inisiatif masuk. Difan membuka pagar rumah Damar, Joni dan Eko menuntun motornya ke halaman rumah Damar. Setelah Difan menutup kembali pagarnya, mereka bertiga pun masuk dan duduk di sofa ruang tamu yang nyaman.

Damar pun muncul dari dapur membawa empat gelas kosong dan satu tempat minum besar yang telah diisi sirup. Damar masuk ke ruang keluarga yang hanya dibatasi oleh tembok dan kembali membawa dua stoples makanan ringan. Dia pun duduk bersama ketiga temannya.

"Ngapain dah?" tanya Damar sambil cengengesan, karena tiba-tiba saja mereka datang ke rumahnya.

"Bete gue di rumah, ya udah gue ajak aja mereka," jawab Eko menjelaskan.

"Lagian rumah gue panas, lagi hujan aja panas," keluh Difan yang memang benar. Rumahnya begitu pengap.

Lalu Joni menanyakan sesuatu, "gimana, Mar?"

"Huh? Apanya?"

"Gandengan lo."

"Oh.. ya gitu, gak dibalas pesan gue, padahal online."

Joni pun berbicara serius kali ini, "kok gitu ya? Coba lo pikir-pikir lagi, lo punya salah gak sama dia? Mungkin lo.. hmm.. mungkin ya, mungkin lo dekat sama teman lo yang cewek. Atau lo chat sama teman lo mungkin, yang bikin dia begitu deh pokoknya."

Setelah Joni berkata seperti itu, Damar langsung mengingat-ingat apa yang dilakukannya selama hubungan antara dia dengan Rissa berjalan. Dia tidak merasa pernah berkirim pesan dengan teman wanitanya, kecuali itu hal penting seperti jadwal, PR, dan hal penting lainnya. Dia pun tidak memiliki teman dekat lagi selain gengnya. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Damar masih memikirkan itu.

CLING!

Notifikasi pun datang lagi, kali ini benar-benar dari Rissa. Tetapi, pesan yang ditulisnya begitu singkat. Dan Rissa tidak membalas pesan di WhatsApp, melainkan di Instagram karena Damar mengirim pesan di segala akun yang dia miliki.

Fer_Agustine

Aku gpp

Cicakdugem

Gpp gimana, kamunya aj gitu

Serius

Ngomong aj

Fer_Agustine

Gk

Gpp

Cicakdugem

Ga percaya, jujur aj aku gpp

Fer_Agustine

Udh ya

Aku off

Dah

Cicakdugem

Eh tunggu dulu

Rissa

P

P

P

Kamu knp sih?

Rissa

Rissa tidak membaca pesannya lagi, Damar pun menunjukkan ini kepada teman-temannya, "noh, cuy!"

"Kok gitu ya?" Joni turut heran. Sementara Difan menyimak, dan Eko menggaruk pipinya.

Tidak lama, datang sebuah pesan di WhatsApp dari nomor tidak dikenal, foto profil tidak ditampilkan. Damar pun membaca pesan sederhana itu.

'Jangan ganggu Rissa, gue pacarnya, lo ganggu, lo berurusan sama gue. Trims'

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang