Tak terasa sudah dua minggu Eli bersekolah di sana, dia sudah terbiasa bergaul bersama Geng Jedar tanpa tertular penyakit pecicilan dan petakilannya. Bahkan Damar masih tidak percaya dirinya disukai oleh gadis yang terkenal di sekolah itu. Walaupun dia tidak menyangka, namun hatinya masih tertutup untuk siapapun, Alisha sekalipun.
'Gue gak boleh kena jebakan cewek,' batin Damar. Dia tidak ingin dirinya dibodohi lagi oleh gadis-gadis sebelumnya, walaupun Rani pergi karena desakan orangtuanya.
Di tengah lamunannya, Joni pun menepuk pundaknya, "woy!"
Damar terkejut, "apaan sih?"
"Udah pulang, Mar, ayo!"
Dengan malasnya Damar merapikan buku dan alat tulisnya untuk dimasukkan ke tas. Kemudian dia membawa tasnya dan keluar dari kelas itu, baru saja ingin berjalan, Eko mengatakan, "tuh, Alisha mau ketemu lo."
Alisha dan Eli sedang berjalan menuju ke depan kelas Damar dan teman-temannya. Dan bertemulah mereka.
"Kita tinggal dulu ya, lo berdua di sini aja dulu," Joni mengajak Eli, Eko, dan Difan untuk turun ke bawah membiarkan Damar dan Alisha di atas.
Damar belum merasa begitu menyukainya karena hatinya masih belum siap menerima siapapun. Namun Alisha mengutarakan semuanya dengan santai.
"Hei, kenapa diam aja?" tanya Alisha karena Damar hanya memandang sekitar sedari tadi.
"Hmm? Nggak.. nggak kenapa-napa, ada perlu apa ya?"
"Jadi aku tuh, hmm..."
"Suka sama aku?" Damar mengikuti bahasanya.
"Ya, begitulah, gak apa-apa kan?" tanya Alisha.
"Gak apa-apa sih, aku..." Damar pun siap mengutarakannya, namun semua itu dilakukannya dengan penuh keraguan dan tanpa senyum.
"Kamu kenapa?"
"Aku... juga suka sih, tapi aku ragu..."
"Ragu kenapa?"
"Ya.. aku takut semua yang dulu terulang."
Mereka pun diam sejenak, namun tiba-tiba Alisha mengatakan sesuatu yang hampir tidak mungkin dikatakan oleh gadis manapun.
"Aku mau kamu jadi milikku."
"Hah?" Damar tercengang, namun tidak tampak bahagia.
"Iya, kamu dengar kan?"
Damar bingung, antara ingin menyingkirkannya ataukah membawanya ke hati. Dia pun mencoba mengatakan semuanya dengan jujur, untuk mengetahui apakah Alisha benar-benar tulus.
"Alisha, dengar aku. Kamu ingin aku jadian sama kamu apa cuma karena rumahku, hartaku, itu kah?"
"What? Aku nggak begitu."
"Wajahku gak seberapa dengan mereka yang menyukai kamu."
"Apa aku lihat wajahmu? Mereka melihat aku dari paras, bukan maksud aku memuji diri ataupun sombong, mereka cuma lihat wajahku. Apa kamu lihat aku dari wajahku?"
"Ya, kamu boleh pergi sekarang."
"Duh, mereka gak cuma lihat wajah, mereka itu centil, manggil-manggilin aku. Semua itu bikin risih, tapi kamu nggak begitu, Mar. Makanya aku suka walau... hmm. Kamu harus belajar lihat hati, bukan wajahnya."
"Oke, ya, tapi aku sekolah bareng mulu sama Eli--"
"Dan kamu sama sekali gak punya perasaan sama dia, ya kan?"
"Kamu punya ilmu apa? Bisa baca semua tentangku."
"Eli kan sebangku sama aku, dia cerita tentang kamu, aku cerita tentang banyak hal, kita bicara banyak hal."
"Hmm... jadi aku boleh punya kamu di hati aku?" tanya Damar masih dengan rasa dinginnya.
"Ya, aku ingin. Kamu--"
"Bantu aku senyum."
"Ya! Itu! Kamu harus senyum lagi Damar!" Alisha mengatakannya dengan sungguh-sungguh.
"Oke, kamu mau?"
"Ya, aku terima kamu, ayo turun."
Alisha dan Damar pun menuruni tangga, keempat temannya sudah menunggu cukup lama. Alisha pun pamit karena jalan menuju rumah mereka berbeda arahnya.
Pandangan Damar tak lepas dari Alisha, namun senyumnya tetap tak berani muncul.
"Gimana? Lo jadian?" tanya Joni yang berdiri di belakangnya.
"Ya, tapi gue gak bisa bahagia sebelum gue tau dia benar-benar tulus."
"Semoga dia gak buat gue kecewa," batin Damar.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Vanished Smile
Teen Fiction[COMPLETED] [#7 in smile - 17/7/18] Damar adalah seorang siswa yang periang layaknya siswa lain, dia bukanlah yang seperti orang-orang katakan, badboy atau semacamnya. Jiwa periangnya hilang saat hatinya tak pernah dihargai. Gimana ya akhirnya? Apa...