Surprise -- Part 2

27 1 0
                                    

"Happy Birthday!!" seru teman-temannya, ada Eli dan Alisha di sana. Damar masih tercengang sambil berjalan perlahan mendekati Alisha yang sedang membawa kue ulang tahun di tangannya.

"Make a wish dong!" kata Alisha sebelum Damar meniup lilin yang berbentuk angka tujuhbelas itu.

"Udahlah gak usah," dia pun segera meniup lilinnya diikuti tepuk tangan dari yang lain.

Ayah, ibu, dan adiknya Damar muncul dari ruang makan menuju ruang tamu, tempat Damar diberi kejutan. "Cie, Kakak dikasih hadiah tuh sama... siapa tadi namanya?" Ayahnya memastikan agar tidak salah, semua menjawab hampir bersamaan termasuk dia yang ditanyakan, "Alisha."

"Oh, iya, Alisha."

"Potong, Mar!" seru Eko.

"Apanya, Ko?" ledek Difan.

"Kuenya lah! Lo mau gue po--"

"Ssstt! Ada orangtua gak boleh gitu," sela Difan.

"Poto cuy! P-O-T-O!" Eko mengelak.

Kemudian Damar memotong kue yang masih dibawa Alisha dan menaruhnya di piring kecil lalu dia menyuapkannya kepada ibunya. Joni dan Alisha merekam hari menyenangkan itu di ponsel masing-masing.

Lalu semua pun duduk, ayah Damar berjalan ke luar rumah untuk mencuci mobil bersama Damri.

"Dik, cuci mobil sama ayah yuk," dan ayah serta anak itu berlalu.

Geng Jedar duduk di sofa yang panjang, Eli dan Alisha duduk di sofa lain yang lebih kecil, sementara ibu Damar berdiri menyandarkan tangan kirinya di lengan sofa.

Kue pun sudah dibagikan kepada semuanya, setelah selesai makan, ibu Damar pun bertanya kepada teman-teman Damar.

"Kamu tau gak kenapa namanya Damar?" tanya ibunya. Lalu teman-temannya berpikir.

"Hmm, apa ya?"

"Karena..."

"Nggak tau deh, Tante."

"Itu tuh singkatan tanggal lahir dia," kata ibunya menjelaskan.

"Oh..."

"Delapan Maret ya? Iya juga ya."

Kemudian ibunya pun membicarakan Damar meskipun dirinya ada di sana, "Damar tuh waktu kecil senang banget kalo udah ketemu sama mbak-mbak Indoapril. Ceria gitu ketawa-tawa, cerewet, gitu kalo lagi di kasir, yang lain lagi ngantri sampai senyum-senyum, mbak-mbak Indoaprilnya juga. Kalo udah pulang diam lagi, jadi Tante mah sering ajak dia ini ke Indoapril kalo belanja dulu."

"Wah Damar sukanya mbak-mbak!" sontak saja semua tertawa ketika Joni mengatakan itu, Damar malu dan protes kepada ibunya.

"Mama jangan gitu ah, malu."

"Yeh si Kakak, benar kan?" Ibunya tertawa ketika mengingat masa kecil Damar.

"Aduhhhh...." gerutu Damar.

"Tante masuk ke dalam dulu ya, kalo mau makan ambil aja di dapur, santai aja." Ibunya Damar meninggalkan mereka ke lantai atas.

Setelah diam sejenak, Eli memberi tebak-tebakan, "hayo, kalo Damar kan tanggal lahir tuh, Anggara-nya apa hayooo...?"

Alisha dan gengnya Damar berpikir keras, mereka tidak mengetahui asal-usul nama itu. Joni yang ragu tentang serius atau tidaknya pertanyaan ini bertanya pada Eli, "ini serius lo tau, El?"

"Iya aku serius, udah jawab."

Usaha untuk berpikir menjadi sia-sia, Alisha menjawab sekenanya, "ya... emang nama itu kan sering dipakai, karena bagus kali."

"Salah," kata Eli. Semua pun menyerah, "apa dong, El?"

Eli menjawabnya, "Mar, kalo salah benerin aku ya. Karena itu gabungan antara Om Angga sama Tante Nadira."

Damar pun mengangguk, "ya, benar si Eli," ujarnya. Mereka pun ber-oh-ria.

"Kita aja gak tau," kata Difan, gengnya yang bersama sejak lama bahkan belum mengetahui hal ini.

"Iyalah kan Eli kenalan langsung sama mama-papanya dia, jelaslah kenal," timpal Eko.

"Tapi nama pasaran aja ada singkatannya ye, kreatif lo," kata Difan lagi.

Seperti biasa, Eko yang menyahut, "heh, yang kreatif itu orangtuanya. Masa Damar baru lahir ditanya 'mau siapa namanya?' Gitu?"

Tawa pun pecah.

Damar kini berbicara, "Eli juga gabungan mama-papanya kali."

"Emang?" tanya Alisha.

"Iya, tuh belakangnya kan Herita. Nama Om Herman sama Tante Charita itu, ya kan, El?"

"Tuh tau," sahut Eli.

"Cocok tuh udah, sama-sama gabungan nama orangtuanya," kata Eko asal.

Eli yang menyadari di sampingnya ada Alisha merasa tidak enak, "Eko! Kamu kalo ngomong ya! Lisha jangan percaya sama Eko ya, please..."

Alisha menjawabnya sambil tertawa, "santai sih ya ampun..." Mereka pun tertawa bersama hari itu, bahkan Damar.

Senyum yang lenyap itu kini mulai terbit lagi.

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang