Alisha

34 1 0
                                    

Peziarah mulai membubarkan diri, termasuk teman-teman dari sekolah, dan rekan-rekan Alisha, entah siapa mereka, menyisakan Geng Jedar dan Eli di hadapan sebuah makam yang baru ditaburi kembang. Nisan yang terbuat dari kayu terpajang di sana, dan Damar terus-menerus memandangi nisan itu.

'ALISHA JULIANSHA'

Terpampang jelas nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat gadis yang dicintai oleh Damar tersebut. Eli masih mendoakan Alisha agar tenang di alam sana. Sementara Joni, Eko, dan Difan menatap makam itu. Pagi itu Damar sudah tidak menangis, dia sudah menghabiskan air matanya dalam kurun waktu semalam, matanya saja terlihat sembap dan wajahnya lelah lantaran tidak tidur semalaman.

Lalu terlintaslah kata-kata Alisha di pikiran Damar sebelum semuanya terjadi.

'Kamu mau apa? Aku kan nginep...'

Damar pun menjawabnya di depan makam itu, "aku mau kamu tenang di alam sana."

Setelah dirasa cukup, Damar pun berbalik dan Joni menanyakannya, "udah?"

Damar hanya mengangguk, lalu mereka membubarkan diri dan berjalan melintasi makam-makam yang akan menemani Alisha. Damar berjalan menunduk dan perlahan, lalu dia melihat sepatu di hadapannya, dia mengangkat kepalanya.

Rupanya itu Aston.

Tiba-tiba Damar teringat sesuatu, dia teringat kata-kata Alisha walaupun tidak sempurna.

'Lo gak bisa ngerusak hubungan gue sama dia!' Itu adalah kalimat yang diingat oleh Damar saat dirinya terlibat masalah dengan Aston. Lalu muncullah ingatan lain yang menggambarkan masa saat pertama kali Aston berbicara dengannya di kelas XII.

'Masih sama Alisha?'

'Biarkan gue ngefans sama cewek lo, gue gak akan macam-macam...'

Rahang Damar mengeras saat dia mengingat itu, lalu dia berbicara dengan nada kesal, "Aston... lo.." dia melayangkan pukulan namun dengan cepat ditahan oleh Aston. Damar masih menahan lengannya di posisi itu, Aston pun masih menangkisnya, dia tidak tampak ingin membalas kelakuan Damar.

Lalu Aston berkata, "kenapa? Masih gak percaya sama gue? Gue gak memisahkan lo berdua, Tuhan yang memisahkan." Aston mengatakan itu dengan nada datar dan penuh ketenangan. Lalu nadanya meninggi sedikit, "ayolah, lo udah kelas XII, mikir! Gue masih punya akal! Dia itu ketabrak sama mo--"

"Gue udah tau," potong Damar dengan nada tinggi. Napasnya terengah-engah karena emosinya yang memuncak, wajahnya kembali sedih. Melihat itu, Aston merangkulnya, mengajaknya kembali ke gerbang pemakaman, tempat keempat temannya sudah menunggu. Sesekali Damar melihat ke belakang, ke arah makam baru itu.

"Ayo, Mar, pulang. Doakan yang terbaik buat dia."

Kemudian mereka beranjak pulang dan meninggalkan pemakaman itu. Mereka naik motor masing-masing. Damar dibonceng Eko. Difan mengendarai motor Joni karena Joni dan Eli berada di motor Eli yang baru kali ini dipakai kembali. Damar masih terdiam, bisu, dan kembali lagi menjadi dirinya yang lain.

Selama perjalanan pulang, tentu saja tidak ada canda yang terjadi.

Damar terbungkam lagi, dia masih tak percaya akan segalanya.

Dirinya yang baru, terlahir lagi.

Tanpa senyum.

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang