Hanya Tentang Bulan Pertama

34 2 0
                                    

Eli sedang sibuk melihat-lihat berbagai kiriman di beranda Instagramnya, sesekali dia memberikan sukanya terhadap beberapa kiriman. Dia sedang duduk di sofa ruang tamu, lalu seseorang di luar pagar menekan bel rumahnya. Setelah mendengar suara bel itu, Eli segera mengintip dari gorden dan beranjak untuk membuka pintu.

"Eh, kamu, sini masuk!" ajak Eli sambil membukakan pagar.

Hari itu adalah pertama kalinya Alisha bertamu ke rumah Eli, sekedar bermain dan berbincang-bincang dengan sahabatnya itu. Setelah menegakkan standar sepedanya, dia masuk ke dalam dan duduk di salah satu sofa. Eli membawa segelas es teh manis dan meletakkannya di atas meja, sedangkan camilan memang sudah ada di sana, tepatnya di dalam tiga buah stoples.

"Aku kabarin Damar ya kalo kamu--"

"Eh gak usah, gak usah! Jangan..." cegah Alisha.

Eli yang semula ingin membuka WhatsApp pun menaruh kembali ponselnya di atas meja, "kenapa nggak?"

"Percuma juga, dia gak akan tertarik."

"Iya juga ya, tapi aku jadi gak enak nih sama kamu."

"Loh kenapa, El?"

"Sikap dia ke semua cewek tuh dingin, tapi ke aku doang enggak. Padahal kamu pacarnya, Sha, aku jadi--"

"Aku paham kok, Damar kan disuruh jagain kamu juga. Dia gak akan dingin dong."

"Tapi kan kalo gitu dia seolah-olah jadi percayanya sama aku loh."

Eli merasakan sikap Damar yang dianggapnya pilih kasih. Karena Damar masih bersikap biasa saja dengan Alisha menurut pandangan Eli selama mengenal Damar. Namun, Alisha selalu mengerti dan yakin suatu saat akan menemukan hal yang indah.

"Nggak, El. Dia cuma butuh waktu, aku gak akan buat dia kecewa, El. Karena selama ini kan dia kata kamu dibuat kecewa terus kan sama yang dulu-dulu? Nah aku tau kalo dia pengen aku buktiin kalo aku gak buat kecewa dia. Tenang aja, El. Percaya deh, ini masih awal soalnya."

Alisha benar, Eli merasa tidak seharusnya dia berpikir seperti itu.

"Lagian gini, Damar pasti tau sifat kamu makanya dia gak dingin dari pertama. Kalian ketemu tiap hari sama gengnya dia jadi tau sifat masing-masing. Kalo sama yang lain kan gak ketemu di rumah, jadi gak ada yang tau siapa yang bakal mempermainkan dia, walaupun teman, bisa aja toh ngelakuin itu? Tapi kamu kan teman yang... gak bakal ngecewain lah."

Kini Eli benar-benar mengerti, dan Alisha bisa menjelaskan serinci itu, membuat Eli semakin mengerti dengan sahabatnya tersebut.

***

Hari sudah sore, Damar sedang berada di ruang makan menyantap masakan ibunya yang selalu mengalahkan buatannya sendiri. Tidak ada ponsel di sampingnya, dia menaruhnya di saku celana.

TINGNONG!!

Damar sedang sendirian di rumah, jadi dia terpaksa meninggalkan makanannya sebentar untuk melihat siapa yang datang.

Ketika dia membuka pintu, dia tidak melihat siapapun berada di sana. "Ah, masih ada aja orang iseng," pikirnya. Namun dia sadar bahwa ada kantong plastik berisi secarik kertas terikat di salah satu besi pagarnya. Dihampirinya benda itu dan diambil, lalu Damar membawanya masuk dan membukanya setelah duduk kembali di hadapan makanannya.

Dia membukanya, di sana rupanya terdapat tulisan yang ditulis dengan spidol warna biru.

"Senyumlah, Damar.

Udah sebulan nih...

Aku gak ngirim setiap bulan kok tenang aja.

Percayalah sama aku,

Alisha :)"

Begitulah isi kertas itu, Damar ingin mencoba untuk tersenyum. Namun seakan hatinya masih kuat untuk menahannya.

"Ayolah, masa gue gak bisa senyum?" Damar membatin kesal.

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang