Pengungkapan

41 2 0
                                    

Hari yang menyenangkan--tidak untuk Damar--pun usai, semua siswa mulai pulang ke rumah masing-masing untuk melepas lelah. Hal ini belum berlaku untuk seluruh panitia dari OSIS yang mengajukan acara ini, karena mereka masih bertanggung jawab untuk merapikan kembali perlengkapan dan peralatan yang digunakan selama pensi.

Geng Jedar pulang seperti biasanya, hanya saja hari sudah petang. Komplek yang mereka lewati selalu sepi karena terasuki rasa individualisme yang cukup tinggi. Damar masih memikirkan hal tadi sembari menggulir-gulirkan layar ponselnya, lalu dia baru sadar bahwa Vina mengiriminya pesan di WhatsApp saat pensi sedang berlangsung, Damar tidak membuka ponsel selama acara.

Isi pesannya cukup membuat Damar semakin terbakar.

Maafin gue ya, gue harus pergi.

Gue blm tau sifat lo, kita baru sekelas di sini, dan baru kenal tiga bulan. Kenal dekat aja gue blm pasti tau sifat lo...

Sorry bgt, jgn dibales, gamau debat.

Bye, sorry.

"Mar, kenapa diam aja?" tanya Joni, karena sejak tadi hanya Difan yang sudah mengetahui.

"Nanti lo juga tau," kata Damar datar. Joni tidak ingin bertanya lebih.

Lalu di persimpangan, mereka melihat siswa lain dari sekolah yang sama berjalan sendirian. Eko mengenali siswa tersebut, "itu Luis ya?"

"Gak tau, coba panggil," suruh Joni pada Eko.

Eko pun memanggilnya dengan agak keras karena jaraknya masih jauh, "Luis!"

Siswa yang bernama Luis itu pun menoleh dan tersenyum, lalu dia berbelok menghampiri Geng Jedar, "weh Eko sama Joni nih!" Mereka bertiga pun melakukan toss.

Wajah Damar tidak tampak santai, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal cukup kuat. Tidak lama, dia melayangkan tinjunya dengan keras ke pipi Luis hingga dia tersungkur. Joni dan Eko yang terkejut langsung menegurnya, "Damar, lo ngapain?!"

"Lo ngapain sama cewek gue?!" bentak Damar sambil terus memukulinya yang belum sempat berdiri.

Sesekali Luis melakukan perlawanan, namun posisinya tidak mendukung perlawanan tersebut. Joni dan Difan segera menarik paksa Damar dan Eko mencoba menahan Luis agar tidak melawan.

Joni masih tidak mengerti terhadap semua ini, "lo kenapa sih, Mar?!"

Difan berbicara datar, namun itu dapat menjawab pertanyaan Joni, "lo ambil cewek teman gue, bro." Joni menoleh heran kepada Difan, Eko pun begitu.

Luis sempat membentak dengan posisi duduknya, "cewek lo? Vina? Dia aja gak ngaku kalo punya cowok!"

Eko dengan tegas menyuruh Luis pulang, "udah, bro, lo pulang aja." Luis sempat adu tatap dengan Damar sebelum akhirnya lenyap di balik tembok sebuah rumah. Eko pun bergabung kembali, "maksud lo tadi apa sih, Mar?"

Damar pun menceritakan semuanya.

"Hmm, gue mau ngomong sama lo."

"Hah? Ngomong? Boleh nebak gak?"

"Boleh, tebak aja."

"Lo suka gue ya?"

"Iya, terus mau gak sama gue?" Kalimat itu dikeluarkan dengan gugup yang luar biasa.

Belum ada jawaban, Vina pun naik begitu saja ke motor, ternyata Vina tersenyum, hanya saja hingga sekarang Damar tidak tau. Dan hal ini tidak penting baginya.

Lalu di perjalanan kembali ke rumah Vina, Damar menanyakannya lagi.

"Gimana?"

Vina pun berpikir dan akhirnya menjawab, "hmm, ya... mau deh..."

Dengan diterimanya Damar, dia pun secara resmi melupakan masa lalunya dengan Rissa.

Setelah mendengar cerita Damar itu, Eko dan Joni pun sekarang tau dan sedikit kecewa karena Damar merahasiakannya.

"Kenapa lo rahasiain sih?"

"Karena kata Vina, dia gak mau orang-orang tau dulu sampai setahun. Makanya gue--"

"Lo pikir gue sama Eko gak bisa jaga rahasia ya? Udah kan dengan begini Vina diambil alih. Lo besok maaf-maafan aja sama Luis, tadi dia bilang sendiri kan? Luis itu gak tau kalo Vina punya cowok."

Wajah Damar tidak kunjung santai, dia masih mengingat jelas betapa sial hatinya. Joni pun menenangkannya, "ya udah yuk, pulang, lo jangan pikirin ya, bro. Masih ada kita-kita," dan itu membuat sedikit senyum Damar kembali. Damar masih tidak mengerti, mengapa hatinya terus dipermainkan seperti ini?

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang