Rapuh

41 2 0
                                    

Malam harinya, Damar dan teman-temannya berkumpul di taman komplek. Sejak menduduki bangku SMA, mereka jarang sekali mendatangi taman itu. Bangku-bangku taman masih berada di tempatnya, mereka pun duduk di sana. Damar masih terdiam, merenungi apapun yang melukai hatinya.

"Gue bantu move on lagi?" tawar Joni.

"Terserah, gue gak mau ingat-ingat masa lalu," kata Damar datar sambil memandang ke langit yang tertutup beberapa helai daun dari pohon rimbun di taman itu.

Joni mencoba untuk terus menghiburnya, "tenang aja, Mar, kita semua juga gak nyangka sama mantan-mantan lo itu. Entah mereka yang gampang diperdaya atau--"

"Atau mereka yang jadikan gue tempat transit," Damar melengkapi sendiri kalimat Joni.

Joni agak merasa tidak enak telah mengatakan itu. Setelah diam sejenak, Joni pun berkata, "sorry, Mar."

Damar menjawab dengan datarnya, "gak apa, itu emang faktanya, Jon."

Eko dan Difan hanya diam menyimak pembicaraan Damar dengan Joni. Damar pun berbicara lagi.

"Untung kelompok Fisika udah tuntas."

Joni belum paham, "hmm? Emang kenapa?"

Damar mendengus pelan, masih dengan nada datarnya dia menjelaskan, "kalo belum tuntas, gue harus apa di hadapan Vi..gue gak mau sebut."

Joni pun tertawa, "lebay lo, Mar! Lo harus profesional depan dia, lo harus pura-pura gak terjadi apa-apa, have fun! Kalo lo galau dia senang, jangan merenung di hadapan dia, lo harus lupain semuanya biar gak galau." Joni mengusap-usap pundak Damar untuk memberi semangat padanya.

Mereka semua terdiam selama beberapa menit, lalu terdengarlah suara motor yang tampaknya ramai. Empat unit motor mendatangi taman itu, ternyata itu Luis dengan ketujuh temannya. Damar yang terkejut terlihat takut saat melihat kawanan tersebut.

"Damar ya?" tanya Luis datar, sembari menunjuknya.

"Iya, gue Damar," kata Damar yang berdiri bersama teman-temannya ketika geng Luis datang.

Lalu Luis mengisyaratkan tangannya agar Damar mendekat, "sini sebentar."

"Dikroyok nih gue," pikir Damar. Keringatnya mulai bercucuran sembari dirinya melangkah perlahan menuju Luis.

Luis menatapnya biasa, tak ada tanda-tanda balas dendam. Namun Damar dan siapapun tidak akan tau hatinya dendam atau tidak. Teman-teman Luis memperhatikannya serius. Eko, Joni, dan Difan pun berharap agar tidak terjadi perkelahian.

Ternyata dugaan Damar salah, karena Luis tiba-tiba menjelaskan tentang apa yang terjadi sebelum dia kemari.

"Gak usah takut, gue paham perasaan lo tadi. Gue beneran gak tau Vina cewek lo. Gue kesini mau minta maaf sama lo, gue juga udah jauhin dia, karena dia juga udah ditembak sama orang lain. Dia tiba-tiba izin jauhin gue, tenang, gue belum sempat nembak dia. Lo tetap move on ya, karena gue gak ada apa-apa lagi sama mantan lo itu, juga dia udah benar-benar punya orang lain," jelas Luis panjang lebar.

Damar semakin terkejut, "ternyata dia... di belakang.. sifatnya begitu?"

"Ya, gue juga gak nyangka, sorry ya, bro."

"Gue juga minta maaf, karena gue main serang gitu aja."

Damar dan Luis pun bersalaman, dan semua yang ada di sana pun tersenyum. Kemudian sebelum Luis dan teman-temannya pamit, Geng Jedar pun saling bersalaman dengan geng Luis. Mereka pun meninggalkan taman komplek itu. Damar dan teman-temannya juga memilih untuk berjalan pulang.

Kini Damar mengerti tentang Luis, namun dia masih tidak mengerti, dirinya selalu salah dalam memilih seseorang untuk menemaninya.

The Vanished SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang