1 . Elma (a)

3K 109 4
                                    

Saat sendirian itulah  dirimu sesungguhnya. Tanpa topeng. Hanya diri apa adanya.
                ***
Antara rasa sakit dengan puas itu bercampur jadi satu. Senyum puas yang terpatri samar-samar di wajah gadis itu membuatnya membiarkan tetesan merah yang keluar dari pergelangan tangannya. Tak ada ringisan, ataupun pengaduhan yang biasa dilakukan orang normal  pada umumnya. Tapi bukan berarti ia tidak normal, hanya saja ada  sedikit gangguan pada diri gadis itu.

“Kak…” suara seseorang dari luar kamarnya itu membuatnya bergegas menutup luka  tersebut dengan lengan bajunya yang panjang. Tak perduli jika luka itu akan terinfeksi atau tidak. Yang jelas ia tak perduli dengan dirinya sendiri.

Ia membuka pintu itu perlahan, menampakkan seorang pria tengah tersenyum lebar padanya. Pria itu menyodorkan sebuah nampan berisi makan malam untuk gadis itu. Makanan yang disodorkan pria itu terambang di udara, tak ada tangan yang  mau menerimanya.

“Kakak belum makan dari sepulang sekolah tadi.” Ucapnya penuh nada khawatir, namun wajah gadis itu sama sekali tak terenyuh mendengar penuturannya. Pria dengan eyes smile itu mengulum senyum kecut, ia diacuhkan oleh gadis itu. Lagi.

Dan , blammm.

Pintu kamar tertutup begitu saja, meninggalkan pria itu dengan nampan makanan di tangannya. Serta senyum kecut yang selalu terjadi ketika ia bertemu dengan gadis itu. Meski begitu, ia tak pernah bosan untuk mencurahkan rasa  sayangnya pada sang kakak. Perduli atau tidak gadis itu padanya, ia akan tetap menyimpan rasa sayangnya sampai kapanpun pada kakak perempuannya.

“Tuan, kenapa?” tanya sang pelayan, melihat pria itu menaruh kembali nampan yang masih utuh itu. Belum lagi wajah lesu yang jelas-jelas tergambar nyata. Kesal? Rasanya Guan—pria itu—telah  kenyang dengan apa yang di lakukan kakaknya.

“Biasa, Kak El gak mau makan. Gak mungkinkan dia diet? Badannya udah kurus gitu.”Cercanya, ia menoleh pada sang pelayan yang tengah membereskan meja makan bekas makan malam. Seulas senyum pria paruh baya itu tunjukkan pada Guan.

“Jangan di paksa, Tuan. Mungkin nona El lagi gak nafsu makan saja.” Guan duduk di  bangkunya. Menopang dagunya dengan wajah cemberut. Ia menelungkupkan kepalanya, tak tahu kenapa setiap melihat wajah dingin kakaknya yang pucat pasi itu membuatnya hati terluka. Guan juga tahu, apapun yang di lakukannya terhadap sang kakak akan selalu sia-sia. Elma tak pernah peduli pada siapapun, dia gadis yang tak tersentuh! Dingin, seolah ia hanya hidup sendiri di dunia ini.

“Apa setiap hari dia gak nafsu? Mati aja kalau begitu!” Salaknya gemas sendiri. Sang  pelayan yang bernama Greo itu terkekeh mendengarnya, anak muda  itu tak tahu saja apa yang sebenarnya  terjadi pada diri sang kakak perempuan. Biarkan waktu yang menjawab apa yang sebenarnya terjadi pada gadis  itu, jika waktu itu tiba maka Guan akan mengerti kenapa ia bisa seperti. Jadi pertanyaannya, waktu itu kapan tiba?

“Oiya, besok paman antar Kak El aja, aku sama Kak Viliex pakai mobil sendiri-sendiri. Ada eskul sepulang sekolah.” Guan tersenyum manis pada pelayan yang merupakan ketua dari semua pelayan di rumahnya. Sebut saja dia kepalanya di rumah itu, mengingat sang majikan begitu mempercayakan ketiga anaknya pada Greo. Jadi wajar saja jika Guan sangat akrab padanya.

“Iya, Tuan.”

“Ada apa?” suara dingin dari belakang tubuh Guan mengejutkan keduanya, mereka berbalik dan menemukan seorang pria dengan wajah coolnya  tengah menenteng tas ranselnya.

“Jam segini baru pulang? Ngapain aja?” Guan mendongakkan kepalanya menatap sang kakak tertua, Viliex. Namun apa yang ia  temukan, pria cool itu malah berbalik dan meninggalkan kedua manusia yang siap-siap mengelus dadanya, berusaha sabar dengan keadaannya yang begitu nahas. Dicueki oleh kedua kakaknya  sendiri, siapa yang  kuat?

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang