Penasaran adalah awal dari sebuah langkah untuk mendekatkan diri padamu.
Semakin kamu menghindar, maka semakin menggebu rasa itu. Jadi tolong, mendekat sedikit saja.***
Dunia memang mempunyai berbagai sisi, keindahan dan kejahatan yang meliputinya. Membuat beberapa orang takut menghadapinya. Bahkan setiap bayi dalam kandungan juga mengakui hal itu, mereka selalu diberi pilihan sulit ketika akan dilahirkan.Menghadapi dunia dengan segala keberagamannya, atau meninggalkannya demi sebuah kekekalan abadi?
Banyak dari mereka menjalani dan sisanya memilih menyerah, yang berarti 'mati'. Dan Elma berpikir hal itu sebagai sebuah takdir yang memang sudah tergaris lurus untuknya, menjalani kehidupan dengan dua sisi yang menakutkan. Ia memilih mati jika bisa, ia tidak bisa mencintai dirinya, bahkan untuk orang lain.
Getaran di tangannya membuat Elma panik. Tubuhnya berkeringat, hatinya terasa ngilu melihat kilatan dari benda tajam yang ia bawa. Mulutnya meringis ketika benda tipis juga tajam itu menghujam kulit lengannya. Merah darah menghiasi lengannya.
Ia membekap mulutnya menahan ringisan ketika dengan sengaja ia menyiramkan luka itu dengan air. Rasa perih seperti mencengkram kuat lengannya. Air bercampur darah jatuh ke dalam wastafel.
Elma menangis. Hatinya pilu. Hatinya meneriaki sebuah kekecewaan. Setelah ia turun dari lantai dua kamarnya, bukannya disambutnya dengan kehangatan, Elma justru mendapat sebuah cacian seseorang dari balik ponsel ayahnya.
Walau ia tak butuh lagi kehangatan keluarga, tapi apa harus ia menerima semua cacian itu dari mulut keluarganya sendiri. Kesalahan memang jika ia memiliki kebiasaan buruk itu, sampai ayahnya menyarankan untuk menjalankan terapi. Rasanya tak berguna, jika tekanan itu sendiri tak bisa diredam di keluarganya.
Elma menatap pantulan dirinya. Mengenaskan jika harus datang ke sekolah dengan mata sembab begitu. Elma mengambil tetes matanya.
Ketukan dari pintu membuatnya bergegas membereskan diri. Sampai lupa untuk memperban lukanya.Alhasil sampai di sekolah baju seragam putihnya mendapat noda merah.
Dan orang yang sadar pertama kali dengan luka itu justru Jey. Tidak pernah Elma harapkan pria itu perhatian padanya. Ia membulatkan matanya terkejut melihat Jey dengan cepat menutup luka yang sudah mengeluarkan darah itu dengan dasinya.
Elma membeku beberapa saat. Ia menatap manik kecoklatan yang sama menatapnya penuh khawatir. Inikah sebuah kekhawatiran dari seseorang? Elma menyelam lebih lama menatap mata itu, hingga ia menemukan sebuah titik, kalau pria itu memang mengkhawatrikannya sekarang.
Jey menarik tubuh Elma menuju UKS, tanpa perduli dengan teriakan Pio di belakangnya. Sesampainya di UKS Jey membuka balutan luka itu perlahan. Berharap darahnya berhenti keluar.
"Lo ngapain sampe luka gini?" tanya Jey khawatir, sedangkan empunya tangan sama sekali tak perduli, untuk menyahut pertanyaannya saja ia enggan. Elma menyandang tubuhnya dengan tangannya yang lain. Menatap heran pada Jey.
"Kenapa kamu perduli, ini hanya luka." Jawabnya santai, Jey menggelengkan kepalanya, menarik lengan Elma yang luka. Kemudian membersihkan luka itu dengan alcohol, lalu meneteskan obat merah. Setelah selesai membalut lukanya dengan perban barulah Jey menjauhkan tubuhnya dari samping Elma yang duduk di bangsal.
"Kak Elma!" Guan tiba-tiba datang, menatap Jey. Ia menarik kerah Jey dengan cepat. Ingin melayangkan satu tinjunya pada pria yang jelas-jelas berbuat baik pada kakaknya. Elma meringis memegangi lengannya. Situasi aneh apa ini pikirnya. Bagaimana Guan bisa ke sini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Elma's List (Complete)
Teen FictionElma penderita self injury. Seseorang yang tak pernah dianggap di keluarganya. Sebenarnya Elma patut bersyukur mempunyai dua saudara yang perduli. Dan kekasih menyebalkan yang selalu siap sedia untuknya. Namun dibalik itu semua, ia menyimpan banyak...