8. Hanya Ingin Pergi

795 58 0
                                    

Mereka yang kecewa hanya perlu tenang. Dan kesalahan jika tenang yang dimaksud dengan menghilang selamanya.

***
Elma dengan tangan bergetar menggoreskan pisau kecil yang selalu ia simpan di nakasnya. Ia menatap nanar wajahnya yang frustasi di cermin kamar mandinya. Sorot ketakutan yang terpancar dari kelopak matanya mengisyaratkan sebuah kepahitan hidup yang mesti Elma rasakan. Tidak di sekolah, tidak di rumah. Elma harus bisa menahan hatinya. Menahan rasa lelah yang ia tanggung terus menerus menggerus kesabarannya.

Rasa sakit yang menelusup dari luka yang mulai meneteskan darah itu membuatnya tersenyum tipis.
"Tuhan kenapa belum Engkau panggil malaikat maut untuk menjemputku…aku lelah!"

Satu cairan bening itu mengalir lembut di pipinya, lagi-lagi ia terlihat lemah karena tangisan itu.Tangannya yang berdarah mencengkram kuat sisi wastafel. Helaan nafas serta hitungan dalam hati yang begitu mendorongnya melakukan hal fatal.

Dalam sekali hantam ia membenturkan kepalanya ke pinggiran wastafel. Bukan hanya satu, tapi berulang-ulang hingga akhirnya ia melihat wastafel itu di ciprati cairan berwarna merah kental. Darah itu menetes dari luka yang ia buat, awalnya sedikit lalu berubah banyak dan menggenang bersamaan dengan air yang ia hidupkan di kran.

Elma mendongak dan melihat dahinya mengeluarkan banyak darah.

“Nenek benar, aku ini pembawa sial!”

Bruukkkk, ia menghantamkan lagi kepalanya yang sudah luka itu. “Aku gak pantes hidup!”

“Kenapa wanita tua itu benar?”

“Aku harusnya yang mati, bukan?”

Brukkkk. Elma terkekeh melihat wajahnya sudah di penuhi darah yang mengalir deras dari kepalanya. Rasa sakit yang begitu kentara menggerogotinya, Elma memegangi kepalanya yang tiba-tiba pening, dan  semuanya berubah gelap.
Ia ambruk.

***
“Kenapa ibu bilang begitu ke Elma?”

Aland duduk tepat di  depan orang tuanya, yang merupakan nenek dari Elma. Wanita berumur itu tersenyum sinis.

“Seharusnya kamu buat dia tersiksa aja, ngapain belain anak macam Elma! Ibu kan gak pernah mau punya cucu perempuan!”

“Ibu, apa karena dia begitu , ibu jadi benci?” Aland menyentuh punggung tangan ibunya dengan lembut. Tatapan hangat yang Aland tunjukkan membuat sang ibu menghela nafas beratnya.

Bukan hanya itu alasan yang terpendam dalam hati wanita tua itu, ada berbagai alasan yang menyebabkannya membenci anak gadis Aland.

“Bukan hanya karena dia sakit jiwa, tapi memang sejak  awal ibu gak  suka  dengan kehadiran cucu perempun!”

“Elma tetaplah anak aku! Dia cucu Ibu!”

“Cucuku itu Viliex dan Guan , bukan anak gila macam Elma!”

“Ibu! Elma sakit karena ia tersiksa dengan apa yang orang lain katakan padanya, mentalnya lemah karena hinaan bu, seharusnya ibu dukung Elma buat sembuh! Bukan berkata seperti tadi!” Wanita tua bernama Anindiya itu melengos menjauhi Aland yang berharap Ibunya akan mengerti dengan kondisi Elma. Hanya Aland, Ibunya ,Greo dan Dokter Eza yang tau tentang peyakit Elma. Sisanya ia sembunyikan. Tapi kali ini  Aland sepertinya harus menerima kenyataan kalau ada dua orang yang tau tentang penyakit Elma, Jey dan Guan.

Setelah kunjungan di rumahnya berakhir dengan hinaan pedas dari mulut ibunya. Aland menyusul ke rumah ibunya. Intinya ia harus menasehati ibunya, kalau tak seharusnya beliau berkata kasar pada Elma.

Drtttt drrrtttt dddrtttt

Aland merogoh sakunya, ia menerima panggilan dari Greo. Suara Greo  terdengar ngos-ngosan dari sambungan telepon. Hingga satu kata yang terdengar dari telepon itu membuatnya berlari menuju mobil.

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang