41. Positif

520 27 0
                                    


Waktu adalah penyimpan misteri. Detiknya menyimpan cerita masa depan yang mengejutkan.

***
Guan menatap kertas hasil lab yang keluar hari ini. Positif cocok. Artinya ia akan menghadapi hal lebih besar lagi selain jarum suntik. Ini operasi. Akan ada pisau juga, kan? Guan berusaha berpikir postif jika setelah suntikan bius masuk ke tubuhnya semua tidak akan terasa apa. Bahkan dingin dan tajamnya pisau bedah sekalipun. Guan berharap seperti itu.

Melihat raut cemas adiknya, Viliex segera merangkul bahu jangkung Guan.

“Semua akan baik-baik saja. Kalau kamu bisa melawan phobia anehmu itu. Kakak janji ajak ke China setelahnya. Ketemuan sama cewek itu.”

Guan sontak kaget, lantas mendorong dada bidang Viliex hingga terhuyung ke belakang. Viliex cekikikan melihat pipi merah adiknya.

“Dia masa lalu.” Sahut Guan singkat.

“Walau masa lalu, dia salah satu kenangan terbaik Guan pas liburan di China kan? Betul tidak?” Viliex tak habisnya menggoda Guan yang sudah salah tingkah.

“Viliex!” seru Aland habis keluar dari ruangan Febian. Kepalanya menggeleng heran melihat tingkah kedua putranya itu.

“Ayah masih ingat sama Quan Lei?”

“Mantan Guan?” kali ini bukan hanya sang Kakak yang menggodainya. Ayahnya juga ikut. Guan memutar bola matanya jengah, lalu melenggang pergi membuat dua pria itu tertawa renyah.

“Udah lama gak berkunjung ke China. Keluarga kita mungkin udah lupa sama rupa kalian berdua.” Aland berujar sambil terus memandang lurus ke depan. Lalu apa kabar Elma yang sama sekali tak pernah ditemui oleh keluarganya?

“Ayah ada niatan ngajak Elma ke keluarga kita di China.”

“Lalu gimana sama nenek?” Guan menyambung.

“Gak ada urusan sama nenek. Elma sampai sekarang tidak pernah ke sana.” Guan dan Viliex saling mengangguk, mengiyakan. Elma memang tidak pernah bertemu dengan keluarga mereka dari manapun. Selain karena statusnya yang ditutupi nenek mereka.

“Jadi apa kata dokter Febian?” Guan berbalik memandangi sang Ayah yang tersenyum padanya.

“Minggu depan kita lakukan operasinya.”

***
Elma tahu apa yang tengah dilakukannya adalah kesalahan yang terulang lagi. Ibarat kata, mengelupaskan luka lama yang sudah sembuh. Tapi, hatinya. Hatinya tidak bisa berbohong dengan tekanan yang terus menggerus jiwanya. Terlihat baik-baik saja di depan semua orang adalah sandiwara bodoh yang ia lakoni.

Bahkan ketika rasa sakit mengerayangi lengannya yang terluka. Elma tak bisa menghapus rasa bersalahnya. Rasa tak berguna yang terus memberondonginya dengan tuduhan ‘hidup Elma hanya sekedar sampah’. Tidak berguna.

Tetes darah mencuat keluar. Menodai lengan bajunya. Elma mengintip dari bulu mata lentiknya yang basah.

Kehilangan.

Pengorbanan.

Kau memang tidak berguna.

Pembuat masalah.

Elma menutup telinganya rapat-rapat.  Suara-suara itu menghantuinya beberapa malam setelah kejadian penculikan itu. Tak bisa Elma pungkiri, ia terganggu dengan kehadiaran suara itu. Telinganya terasa berdengung. Ngilu.

“Ku mohon menjauhlah!” lirihnya. Elma tak sadar menangis menahan kengiluan yang mendera telinganya. Tubuhnya banjir keringat. Sesaat kelopak matanya terbuka. Bersamaan dengan wajah-wajah tertutup topeng itu.

Elma's List (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang