Manusia hanya punya dua pilihan. Pulang atau kembali. Mati atau hidup. Dan aku sedang dalam tahap—bertahan atau menyerah.
***
Elma meringkuk memeluk lututnya, wajahnya menghadap nakas yang terbuka. Ia hendak meraih nakas itu untuk mengambil silet yang ia beli.Pisau kecilnya tempo hari disita oleh Jey. Di depan Viliex dan Guan. Tidak habis satu hari Viliex memarahinya atas tindakan bodohnya itu. Melukai diri, kau gila katanya. Sebut saja Elma mengiyakan dalam hatinya. Sejak ibunya pergi, Elma tepat disebut gila.
Ia tahu seseorang akan pergi pada akhirnya. Namun kepergian ibunya membekas di hatinya. Meracuni otaknya hingga berbuat demikian.
Elma mengambil silet itu lalu membukanya. Tajamnya silet itu melukai kulitnya. Berdarah. Setelah dirasa puas, ia membuka lagi nakas itu. Mencari-cari buku catatannya.Hari ini, aku seperti biasa. Rutinitas pribadi. Mengenang ibu.
Suara derit pintu membuat Elma cepat-cepat menutup bukunya. Jey membuka perlahan pintu kayu itu. Memandang Elma yang duduk di bawah samping kasurnya. Tetesan air mata gadis itu perlahan turun, turut pula wajahnya mengarah pada sosok Jey. Pria itu melepas maskernya.
Terkejut dengan tangis Elma. Jey cepat menghampiri dan memeluk tubuh Elma. Perlahan mengeratkan pelukan hangatnya pada tubuh yang bergetar itu.
Jey mengusap rambut kecoklatan Elma. Ada tetesan darah jatuh ke ubin.
Elma melepas pelukan Jey. Menatap lekat pria di dekatnya itu.“Aku kesepian.” Jey terhenyak beberapa saat, ia menatap wajah Elma dengan serius.
“Mau ke apartemen gue main game?” tawar Jey.
“Tapi kita obatin dulu.” Sambungnya menarik lengan gadis itu. Elma menepisnya. Ia menarik satu lembar tisu dan mengelap lukanya.
Elma mengedarkan penglihatannya ke seluruh penjuru ruangan kamar Jey. Pria itu melepas jaketnya, lalu menggantungnya. Jey mengeluarkan segala alat permainan gamenya, seperti joystick, hingga alat penembaknya. Elma beranjak mendekati pria itu, duduk di samping Jey yang sibuk menyambungkan beberapa perangkat di komputer canggihnya.
Jey tidak menyadari kalau sejak tadi Elma terus memperhatikannya. Elma sadar jika Jey adalah pria pertama yang ia kagumi hingga matanya terus bertahan memandangi garis wajah pria itu. Hidung mancungnya yang kokoh, matanya yang membulat indah serta bibir tipisnya yang tak absen memberi senyuman. Elma membiarkan Jey memulai permainan gamenya yang tampak sangat sulit itu. Ia bergerak menuju dapur, membuka kulkas pria itu seenaknya. Mengambil satu kaleng softdrink.
Namun urung, ketika tangan milik Jey merengkuh pinggangnya. Membalikkan tubuh Elma agar menghadapnya. Pria itu mengambil kaleng soda di tangan Elma, dan mengambilkan sesuatu dari dalam freezernya. Elma membeku karena wajah Jey melewati wajahnya, berdekatan hingga hembusan nafas pria itu menyapu cuping telinganya.
“Makan ice cream aja.” Ia menyodorkan satu cup ice cream simpanannya. Elma menyambutnya dengan tenang meski ia berusaha menetralkan detak jantungnya yang kini mulai tidak beraturan karena ulah Jey. Elma melengos melewati tubuh Jey. Pria itu menahan senyumnya. Lalu kembali berucap, membuat Elma terdiam di tempat dengan wajah terkejut.
“Gimana kalau kita jadian?”
“Gak.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Elma's List (Complete)
Teen FictionElma penderita self injury. Seseorang yang tak pernah dianggap di keluarganya. Sebenarnya Elma patut bersyukur mempunyai dua saudara yang perduli. Dan kekasih menyebalkan yang selalu siap sedia untuknya. Namun dibalik itu semua, ia menyimpan banyak...